Chapter 15 | Bahagia dan Duka

217 12 3
                                    

"Senyuman semesta tetap tak 'kan mampu menggantikan segala kebahagiaan kala kita bersama."

—Sharon Darendra—

.

.

.

Sharon berpikir, inilah puncak kebahagiaan yang ia rasakan seumur hidupnya di dunia. Satu bulan telah berlalu bersama simfoni bahagia tiada tara. Memiliki istri salehah, rumah tangga harmonis, semuanya terasa begitu sempurna sebagai pasangan pengantin baru.

Sharon berdebar bahagia.

Apalagi ketika semilir angin subuh kali ini menyapa lembut wajah lembabnya yang baru selesai menunaikan salat, tepat kala ia menatap warna jingga di ufuk timur cakrawala di balkon kamar istrinya tersebut.

"Sayang, mataharinya udah ngintip, tuh. Kamu udah selesai?" seru Sharon dengan volume suara naik dua oktaf seraya menoleh ke belakang, menyapu pandangan ke sekeliling kamar.

Hening. Sharon tidak mendengar suara sahutan dari istrinya.

"Sayang? Aisha?" panggilnya lagi, mulai sedikit gusar.

Ia pun memutuskan untuk menapaki lantai kamar dan bergegas memeriksa keadaan istrinya yang ternyata belum juga keluar dari kamar mandi.

"Sayang, are you okay?" tanyanya seraya mengetuk sopan pintu kaca dove di hadapannya.

Masih hening. Tidak ada sahutan satu kata pun. Sharon semakin tidak tenang. Ia pun memutuskan untuk mengeruk ribut pintu di hadapannya.

"Aisha!" pekiknya kalut.

"Ay ...." Sharon belum juga menyerah. Baru saja ia mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu, tiba-tiba pintu kaca buram itu terbuka dengan sendirinya.

Menampilkan sosok perempuan cantik yang tiada duanya di mata Sharon. Bidadari dunianya, Aisha Rania Syathir Alvaro.

Namun, Sharon terkesiap. Wajah sang istri tampak mendung dari biasanya.

"Ay ...."

Yang Sharon lihat sekarang adalah bulir hangat yang tengah melesat di wajah cantik istrinya.

"Lho, kamu kenapa?"

Jelas saja Sharon panik. Ia menyeka lembut jejak basah di wajah istrinya yang masih mengenakan dress tidur dan mendekapnya penuh cinta.

"Sha, aku nggak bisa napas," cicit Aisha yang akhirnya bersuara di tengah dekapan posesif suami berondong titannya tersebut.

"Eh, maaf, Ay. Habisnya aku khawatir banget tahu nggak? Kamu kenapa nangis tiba-tiba, seperti tadi. Apa masih karena masalah Sabrina? Ya ampun, Ay. Harus berapa kali lagi aku jelasin ke kamu, hmm? Acara party Raka tiga minggu lalu itu nggak pernah terjadi apa-apa, kok, antara aku dan Sabrina. Serius. Aku juga nggak minum alkohol dan nggak macam-macam. Kami hanya minta racikan mocktail, kok. Bukan cocktail. Aku juga beneran pulang sendirian nggak nganterin Sabrina. Dia bawa motor sendiri, Sayang. Kamu harus per—"

"Sha, aku positif."

"Ay, kamu harusnya tahu kalau aku nggak mungkin positif suka sama Sab—tunggu, apa?" Sharon langsung memberai dekapan posesifnya. "Ka-kamu bilang apa, Ay?" Tatapan Sharon sukses bergetar.

Aisha tersenyum tipis sekali lagi seraya memperlihatkan apa yang sedari tadi digenggam tangan kanannya.

"I-ini?" Sharon terbelalak dengan tangan yang sudah gemetar kala menerima benda kecil buntal nan panjang tersebut.

Ada simbol positif yang muncul di sana. Membuat netra CEO berandal yang kini sudah resmi menetap dan berkuliah di Jakarta setelah sang ayah memberi mandat agar Anggara Group Jakarta dipimpin olehnya itu sukses memburam setelahnya.

"Ka-kamu ...."

"Ya, aku positif, Sha. Kamu akan segera menjadi ayah. Kita akan menjadi orang tua. Selamat, Sha." Kini, gantian Aisha yang memeluk erat suaminya.

Sharon mengerjap sekali lagi, masih merasa sedang bermimpi. Akan tetapi, melirik test pack itu lagi membuatnya berdebar bahagia.

"A-aku akan menjadi ayah. Ya Allah, hamba akan menjadi ayah," racau Sharon begitu bahagia. "Aku mencintaimu, Aisha."

"Aku juga udah jatuh cinta, Sha."

***

Waktu seakan-akan berlari kencang tanpa henti. Hingga tanpa sadar dua bulan pun berlalu bersama kebahagiaan yang harus lenyap dalam satu waktu.

Tepat kala Zidan yang sebelumnya sudah kabur membawa sejumlah uang dan beberapa sertipikat aset Gaffi Sulthan Dirgansyah yang tersimpan di brankas, bersamaan dengan sebuah fakta yang baru saja terbongkar. Ternyata Zidan bukanlah putra kandung Gaffi.

Gaffi memiliki anak kembar dari seorang wanita yang pernah sangat dicintainya ketika masih di Kuala Lumpur. Jeehan Annaya. Yang merupakan sepupu ayah Sharon sendiri.

Zidan yang ketakutan karena tidak akan mendapatkan warisan Gaffi nantinya pun kabur membawa aset pria yang sudah membesarkannya dari kecil itu.

Saat semua orang berpikir Zidan lenyap ditelan bumi tanpa berita selama berbulan-bulan, nyatanya lelaki meresahkan itu malah membuat masalah baru yang lebih kacau dari sebelumnya. Apalagi kalau bukan merencanakan hal keji kepada keluarga Darendra sebagai bentuk balas dendamnya sebab tidak mendapatkan Aisha ataupun Shahnaz yang sempat membuatnya jatuh hati selama tinggal di Jakarta.

"Kakak," lirih Shahnaz dengan air mata tertahan.

"Ya Allah, Sayang …." Shaka, sepupu sekaligus Kakak angkat Sharon langsung berlari ke arah sang istri yang tengah merintih kesakitan di lantai.

"ZIDAN! APA YANG KAMU LAKUKAN PADA SHAHNAZ?!" Sharon yang juga baru tiba di tempat kejadian pun sukses terbelalak melihat keadaan mantannya itu. Ia mengepalkan tangan kuat dengan tatapan nyalang ke arah Zidan yang saat itu menyamar sebagai seorang bruder di rumah sakit yang didatangi Shahnaz.

"Wow, my best rival … Sharon Darendra. Kita bertemu lagi kat sini rupa-rupanya."

To be continued ....

Kontrak Hati CEO Berandal | ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang