Jennie kesal dan cemberut ketika dia pergi ke ruang latihan Lisa dan tidak menemukan siapapun disana. Padahal Lisa mengatakan dia latihan dengan Momo. Semakin kesal Jennie karena dia juga tidak melihat Momo di ruang latihan.
Dimana mereka? Pikir Jennie cukup kesal.
Menghela nafas, Jennie merogoh ponselnya dan dengan segera, dia pun menghubungi Lisa. Pada panggilan pertama, Lisa tidak menjawabnya dan itu membuat Jennie semakin kesal.
Tidak mau segera menyerah, Jennie kembali menghubungi Lisa lagi sambil berjalan ke lorong. Karena latihan ini dia selesai cukup sore, Jennie ingin menemui Lisa dulu sebelum pulang. Dia pikir, Lisa setidaknya akan menunggunya jika wanita itu selesai lebih dulu.
Apakah wanita itu memutuskan untuk pulang lebih dulu? Pikir Jennie. Dan dengan pemikiran itu, Jennie semakin kesal. Suara Lisa terdengar di seberang ponselnya dan Jennie menghela nafas.
“Lisa, kau ada dimana?” Tanya Jennie tak mau berbasa-basi.
“Hei, maaf sayang. Aku sedang di Rumah Sakit.” Jawab Lisa dan suaranya terdengar terengah-engah.
Sontak saja, Jennie pun menghentikan langkahnya. Keningnya berkerut dan mendengar nafas Lisa yang terengah-engah pun tidak membantu meredakan kekhawatiran yang muncul dalam diri Jennie.
“Rumah sakit? Ada apa, Lisa? Apa kau sakit?” Tanya Jennie khawatir namun Lisa segera tertawa.
“Tenang, sayang. Aku akan menjemputmu sebentar lagi. Aku hanya kelelahan karena Momo memaksa latihan dari yang aku sanggupi dan tadi aku agak sesak nafas.” Jawab Lisa terdengar tenang. “Tapi, aku baik-baik saja dan sekarang aku siap menjemputmu.”
“Lisa, apa kau yakin?” Tanya Jennie tidak bisa tenang begitu saja mendengar Lisa sakit.
Berapa lama latihan yang Lisa lakukan hingga membuat wanita itu sesak nafas? Momo... Pikir Jennie kesal. Apakah wanita itu tidak berpikir? Seenaknya saja mendesak Lisa latihan melebihi dari yang Lisa sanggupi.
Brengsek! Apakah wanita itu bahkan bertanggung jawab?
“Aku yakin sayang. Aku akan menjemputmu, oke?”
“Tidak, tidak perlu. Kita bertemu saja di resto pizza dekat kampus, oke?” kata Jennie. “Tolong, berkendara dengan hati-hati, sayang.”
“Jennie,” kata Lisa dan Jennie bisa merasakan bahwa Lisa memutar matanya saat ini. “Aku hanya sesak nafas bukan sekarat atau apalah. Jangan berlebihan.”
“Lalisa!” Bentak Jennie dengan nada tinggi. Untungnya, universitas terpantau sepi hingga tidak banyak orang yang mendengar suaranya. Dia menyisir rambutnya ke belakang, kesal dengan Lisa yang menyebut kata sekarat dengan asal padahal disini dia sedang khawatir. “Jangan bercanda seperti itu! Tidak lucu! Pergi saja, oke? Pergi dan berkendara dengan aman. Aku akan memesan pizza dan menunggumu di resto.”
Setelah mengucap itu, Jennie mematikan panggilan itu dan memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Sambil berjalan kaki, Jennie berusaha untuk menenangkan emosinya sendiri hingga ketika Lisa tiba nanti, dia sudah tidak lagi kesal padanya.
***
“Iya Bu, sepertinya aku sudah mulai tidak kuat. Aku kelelahan dan baru kali ini aku merasa sesak nafas.” Lisa berkata pada ibunya yang menelepon.
“Kita pergi temui dokter Song, mau, ya?” Tanya ibunya terdengar khawatir.
“Tapi Bu...” Lisa mengucap dengan ragu-ragu dan menghela nafas. “Ini memang sudah lebih dari 10 tahun sejak aku kecelakaan. Wajar kan jika sekarang aku mulai merasakan sakit lagi?”
KAMU SEDANG MEMBACA
JENLISA - STORY ABOUT US [GIP || HIATUS]
Fanfiction[21+] Hei, apakah kalian ingin membaca sepenggal cerita kisah cinta klasik tentang aku dengannya? Tidak berbeda dengan kisah cinta klasik lainnya. Tapi disitulah letak indahnya cinta.