ANGGARA'S CHAOS

9 2 0
                                    

"Penulis plagiat, gak banget sih,"

"Ohh ini penulis yang omdo,"

"Kata Thezy dia plagiat cerita, yang terkenal itu,"

"MALU DONG DASAR PLAGIAT,"

"HAPUSKAN PLAGIAT,"

"OHH INI YANG NYUDUTIN THEZY?"

Komentar itulah yang menyebabkan Anggara lebih memilih hengkang dari dunia kepenulisan, sebenarnya Anggara tidak pernah melakukan plagiat, bahkan ia tak pernah membaca cerita itu.

Namun dengan ketidaksukaan Thezy pada Anggara itulah yang membuat api semakin menyala, dendam dan benci Thezy pada Anggara semakin membara.

Padahal Thezy merupakan penulis yang sudah banyak pembacanya, namun ia tetap saja ingin menjatuhkan Anggara yang masih belum terlalu terkenal seperti Thezy sekarang.

Trauma tersebut masih terbayang oleh Anggara, namun karena ia sudah menyibukkan diri diluar dunia kepenulisannya itu dan itupun sudah sangat worth it.

Anggara sudah melupakan semua trauma itu dan sudah berdamai pada Thezy meskipun mereka berdua tidak pernah saling sapa, namun kejadian sial itu baru saja menimpa pada Anggara, salah satunya Darren yang ia temui di tempat lain.

Darren dan Anggara bertemu di salah satu grup UTBK, yang dimana grup tersebut sedang mutualan mencari teman, salah satunya Anggara dan Darren mereka berdua saling mengikuti di instagram.

Darren dan Anggara memang sudah terlalu dekat, bahkan Anggara sempat berbagi cerita masalah yang ia alami oleh Thezy, padahal Anggara tidak sama sekali stalking Darren sampai ke akar-akarnya.

Saat Anggara mencoba stalking akun kepenulisan milik Thezy, ternyata akun instagram milik Darren terpampang jelas, pikiran Anggara hanya satu, BEGO, mengapa ia menceritakan masalah itu pada Darren.

Anggara yang sebelumnya kini tenang, sekarang berubah menjadi panik, entah pikirannya kini semakin berandai, ia tak tahu lagi apa yang ia lakukan untuk menenangkan diri.

Tak lama kemudian Anggara meracau tidak jelas, ia mulai tertawa sendiri, entah apa pikiran Anggara mulai terganggu karena itu. "Gue kira, gue akan selesai, tapi nyatanya enggak," gumam Anggara yang tak lama lagi berada di puncak depresi.

Masalah Anggara bukan hanya itu, ia masih kacau dengan hasil UTBK-nya, malah di tambah dengan masalah lain, Anggara sekarang tak tahu apa yang ia lakukan, semua sudah menjadi kacau, hidupnya kini sangat tidak beraturan.

Anggara mencoba meraih cutter itu, ia mencoba sayat tangan kirinya, namun ia tak berpikiran hal konyol seperti itu, ia mengurungkan niatnya untuk melakukan self harm.

"Gak boleh please, bukan ini caranya," pikiran Anggara mulai terlintas dengan itu, tak lama ia memilih keluar dan mencari hal yang membuatnya ia tenang.

Anggara membakar sebatang rokok di lautan yang ia beli hasil nekatnya, sejauh ini Anggara tidak pernah merokok, namun karena pikiran terus kacau ia pun melakukan hal yang tak baik buat kesehatannya.

Anggara batuk-batuk saat mencoba rokok pertamanya, ia terus membiasakan diri untuk mencoba kenikmatan itu, ia menghisap rokok itu perlahan-lahan lalu ia hembuskan, setelah puntung rokok itu membakar sampai di ujung ia pun membuangnya.

Kebiasaan baru Anggara yaitu merokok sudah menemukan kenyamanan, ia sepertinya sudah sedikit tenang, kondisinya semakin membaik, namun ia tak mau sampai disitu saja, ia harus menemukan solusi.

Pikiran Anggara terlintas, ia harus pergi ke psikolog, ia percuma saja mempercayai teman, karena menurutnya teman itu tidak semua baik, bahkan ada yang menceritakan yang buruk tentang dirinya.

Teman tak selalu ia percaya, untuk apa ia percaya pada teman, tapi semuanya sama saja, Anggara merasa bahwa semua orang itu munafik, tak ada yang baik.

Padahal lingkungan Anggara berada di lingkungan yang baik-baik, namun ia tak sepenuhnya percaya pada teman karena trauma masa lalunya, meskipun banyak yang baik pada Anggara, namun itu semua tidak cukup bagi Anggara.

Anggara menyalahkan motornya, ia pun bergegas untuk pergi ke tempat psikolog untuk menemukan solusi, sepanjang jalan Anggara mencoba memfokuskan diri terhadap jalanan yang ia hadapi, ia mencoba melawan semua pikiran yang ada, tak lama ia berhenti terlebih dahulu, untuk membakar rokok keduanya lalu ia hembuskan sepanjang jalan yang ia lalui.

Anggara menggangap persetan dengan orang yang mengganggap ia berubah, menurut pemikirannya, tak sepenuhnya anak baik selalu bahagia, bahkan ia bisa saja menjadi anak nakal karena diabaikan, Anggara tak perduli orang yang lewat padanya melihat sikap nya yang berubah drastis, yang ia cari adalah ketenangan.

Tak lama setelah itu Anggara sampai ke tempat psikologi, ia pun membuang puntung rokok yang belum habis setengahnya, Anggara memutuskan masuk ke tempat psikologi.

"Silakan masuk," Tomi menyuruh Anggara masuk ke ruangan. "Pak maaf banget bau rokok disini, soalnya aku habis merokok demi ketenangan," timpal Anggara yang merasa tidak enakan mengenai bau rokok yang melekat pada bajunya, namun Tomi tak perduli dengan itu, ia mempersilakan Anggara untuk bicara keluhannya. "Siapa nama anda?" tanya Tomi yang memulai konsultasi itu. "Anggara Faturahman." jawab Anggara, Tomi melanjutkan pertanyaan pada Anggara mengenai umur dan pekerjaan. "Umur dan Pekerjaan kamu?" Anggara pun tak segan menjawab. "Umur aku 18 tahun untuk sekarang saya sebagai pelajar."

"Apa keluhan Anggara?" tanya Tomi yang sedang menulis apa yang Anggara katakan. "Jadi begini Pak, aku capek banget habis ujian terus dapat masalah lagi dan trauma lama terbuka kembali." ujar Anggara yang tak sanggup menahan tangisannya.

Tomi merasa sangat kasihan melihat Anggara, yang tidak kuat menahan tangis, ia merasa sangat kasihan pada anak yang belum selesai dengan masa lalunya. "Apa trauma yang kamu alami?" tanya Tomi yang membuat Anggara terdiam, ia tak mau membuka trauma yang membuat ia terpikirkan lagi, namun demi masalah ini selesai ia harus terang-terangan membuka masalahnya.

"Jadi aku dulu penulis, dulu banyak orang yang suka dengan karyaku tapi semenjak itu ada orang yang menjatuhkan karyaku karena dia merasa sangat iri dan tersaingi, dia menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan agar karyanya naik," Anggara tak sanggup membendung kan air mata saat mengingatkan hal itu.

"Tak lama aku sudah melupakan kejadian itu, aku sudah mencari beberapa kesibukan di sekolah, tetapi semenjak aku tidak sekolah untuk persiapan UTBK aku sepenuhnya sudah lupa dengan itu, namun ada temanku yang namanya Darren." PECAH, tangisan Anggara semakin menjadi-jadi, ia sepertinya merasa terganggu pada trauma itu, batinnya sangat tersiksa, hatinya semakin terluka mengingat kejadian yang ia tak inginkan.

"Ada apa dengan Darren, apa hubungan nya dengan trauma Anggara?" Tomi mengkaji ulang trauma Anggara secara detail. "Darren punya hubungan dengan penulis itu." timpal Anggara semakin tenang namun batinnya tidak, Tomi merangkum semua permasalahan Anggara.

"Apa hubungannya Darren dengan penulis itu?"
Tomi menanyakan kembali pada Anggara, namun Anggara berat hati untuk bicara masalah yang ia hadapi. "Aku takut Darren menceritakan masalah itu ke penulisnya, aku takut Darren menjadi mata-mata dengan keseharian aku." Anggara semakin kacau dengan hal itu.

"Anggara apa harapan Anda untuk masalah ini?" tanya Tomi mendengar pertanyaan itu, Anggara ingin sekali menjawab pertanyaan yang ia tunggu-tunggu.

"Aku mau berdamai dengan diri sendiri dengan trauma itu."

Bersambung

Hai semua.

Gimana kabarnya hari ini?

Jadi cerita sebelumnya bahas Phobia yang di alami Oxcella dan bab ini menceritakan tentang masalah trauma Anggara yang belum selesai.

So tinggal Zalitha nih yang belum mendengarkan alur permasalahannya, So jangan lupa tinggalin jejak Vote dan Comment buat Oxcella, Anggara dan Zalitha.

See you

Physics Fragments (on going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang