Jatuh.....

117 11 1
                                    

Yuna mengacak rambutnya asal saat mengingat Juan memarahinya di waktu hampir subuh tadi. Juan salah paham, dan kenapa harus salah paham selalu. Tindakan Yuna yang uring-uringan itu diperhatikan oleh Sovia, teman sekamarnya.

"Ada apa Yun? dari tadi diperhatikan kok kayak orang frustasi gitu. Kamu ada masalah di kantor?", tanya Sovia sambil memberikan segelas teh manis hangat yang dibuatnya kepada Yuna.

"Mbak, aduh aku ga tau harus gimana lagi. Aku benar-benar bingung dengan situasi ini", Yuna menerima teh manis yang dibuat Sovia dan menyeruputnya. "Eh mbak, makasih loh ini".

"Iya sama-sama. Beneran ini masalah kantor? Tumben biasanya kamu anteng di kantor", Sovia mendudukkan dirinya di depan Yuna yang sedang menyender di tembok kamar mereka.

Yuna dan Sovia bertemu di tempat kos, mereka sama-sama merantau 6 tahun lalu. Saat itu kamar kos yang tersedia di sini hanya satu kamar. Padahal mereka belum mengenal sebelumnya, tapi karena faktor ekonomi akhirnya mereka berunding untuk menyewa kamar kos bersama. Disamping harga kos menjadi semakin lebih murah, mereka juga tidak kesepian.

Berbeda dengan Yuna yang bekerja di perusahaan besar, Sovia hanya bekerja di sebuah cafe dekat kantor Yuna, itu karena pendidikan Sovia yang hanya tamat sampai SMA. Sovia mengaku ingin melanjutkan pendidikan, tapi apa daya keadaan ekonomi keluarganya membuatnya harus menghapus impiannya. Sovia bahkan menjadi tulang punggung keluarganya sekarang.

Yuna menghela nafasnya, dan memeluk Sovia, "Iya mbak, ini pertama kalinya aku merasa ga betah di kantor. Banyak banget masalah yang datang".

"Loh kenapa? Masalah apa?", tanya Sovia sambil menepuk lembut lengan Sovia yang melingkar di perutnya. Sovia sudah menganggap Yuna adiknya sendiri.

"Atasan baruku. Huhuhuhu, pengen nangis kalau diceritain dari awal. Salahku sih mbak, pertemuan pertama kita kurang baik. Engga, bukan kurang baik lagi, tapi bener-bener ga bagus. Aku menendang wajahnya", lirih Yuna.

"Apa? Kamu tendang wajah atasan kamu?", Sovia melepaskan pelukan Yuna tidak percaya.

"Yun, kan sudah mbak bilang hati-hati sama kemampuan bela diri kamu. Kamu tuh engga bisa ngontrol dengan baik", Sovia menepuk lengan Yuna keras membuat Yuna merintih dan mengusap lengannya.

"Tapi mba aku repleks, soalnya atasan aku tuh kayak yang mesum gitu".

"Maksudnya?".

"Sebenarnya aku tendang wajah atasanku dua kali", ucap Yuna murung.

"Buset Yun, kamu gila ya".

"Dengerin aku dulu mbak. Aku tendang beliau karena beliau robek rok aku, sampai daleman aku ampir keliatan. Terus yang kedua, karena beliau pegang pantat aku".

"Wah kalau gitu caranya memang harus ditendang Yun", Sovia menampakkan wajah kesalnya, ia tidak suka Yuna diperlakukan seperti itu.

"Tapi mbak, dengerin dulu. Beliau ngelakuin itu ga sengaja. Kayaknya beliau mau punya adek deh jadi jatoh terus", pikir Yuna karena Juan selalu jatuh dan bertumpu pada tubuhnya setiap terjatuh.

"Wush kamu ada-ada aja. Terus, terus, kamu dan dia udah saling minta maaf?", tanya Sovia dijawab dengan gelengan Yuna.

"Kenapa?", lanjut Sovia.

"Gimana mau minta maaf, sekedar ngobrol aja aku bingung mbak. Parahnya kemarin aku ga sengaja ngasih jari tengahku ke beliau".

"Astaga Yuna......kok bisa sih?", Sovia tidak habis pikir dengan kelakuan teman sekamarnya ini.

"Aku awalnya berniat buat mastiin beliau masih hidup atau engga. Soalnya udah aku bangunin ga bangun-bangun".

"Ya kan kamu bisa mastiin pakai telunjuk kamu, kenapa harus pakai jari tengah".

Love and JobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang