Chapter 1

1.9K 114 1
                                    

Thanks untuk kalian yang mau membaca cerita ini. Jangan lupa voment nya, agar author -Xipil- mendapat alasan untuk terus update😊

"Gue mau ke kost dulu."

Sakya menyipitkan kedua mata. Antara percaya atau tidak percaya, takut kalau-kalau remaja lucu ini kabur. Apalagi, ada Barra yang sedari tadi masih terus mengintil ke manapun Carel pergi.

"Kenapa? Kalau soal pakaian, aku sudah menyiapkannya."

Barra memicingkan kedua mata, curiga pada Sakya. Karena sedari tadi, dia tak berhenti mengawasi Carel. Atau mungkin, Carel memang benar akan dijadikan babu. Oh, membayangkannya saja sudah membuat darah Barra memanas.

Carel memutar bola mata. "Gue mo ambil barang berharga yang masih ada di kost."

Carel menepuk bahu Barra, berniat menyuruh pemuda itu untuk mengantar sampai kost. Jika dengan Sakya, tidak perlu. Karena ini jelas tak ada sangkut pautnya.

"WOI!"

Carel geram karena Barra diam saja. Dan tanpa aba-aba, remaja berambut hitam itu menendang kaki Barra. Membuat si empu berjengit kaget, karena fokusnya mengawasi Sakya buyar.

"Apa?"

Carel melotot garang. "Anterin gue ke kost!"

Barra memberikan cengiran kuda sambil menggaruk belakang kepala yang tak gatal. Kemudian mengambil motor sport di tepi jalan, membawanya dekat dengan Carel.

Mereka sudah hampir melaju kencang, saat suara datar Sakya menginterupsi. Membuat Barra spontan melepas helm, tapi tidak dengan Carel. Yang nampak membaringkan kepala berbalut helm fullface ke pundak Barra.

"Jangan bawa dia!"

Barra tersenyum sinis. "Udah gue duga. Lo emang mo bikin sahabat gue jadi babu lo, 'kan? Gue jelas nggak bakal setuju!"

Sakya menggeram tertahan. Jangan sampai kehilangan kendali, dan malah membuat anak orang masuk rumah sakit. Atau buruknya, membuat anak orang mati. Pasti akan terjadi keributan jika itu terjadi.

"Dia adek gue!"

Barra mengerutkan kening, sebelum tawa membahana lepas dari bibirnya begitu saja. Benar-benar tak habis thinking akan otak gesrek Liam. Bisa-bisanya mengklaim anak orang sebagai Adik.

"Ini udah malem, Bro. Kata Nenek gue, nggak baik ngelawak di tengah malem begini."

Sakya mengeraskan rahang dengan gigi saling bergemeretak. Sungguh, jika di tempat ini tidak ada orang, sudah dipastikan Barra akan berakhir babak belur. Tak peduli jika pemuda itu mati sekalipun.

"Udah, gue mau anterin sahabat gue pulang."

Barra sudah bersiap akan menarik pedal gas, saat tangan berurat Sakya menarik paksa kunci motor yang sudah terpasang. Menyimpannya rapi di dalam saku jaket kulitnya.

Barra mengeraskan rahang dengan wajah merah padam. "Anjing! Mau lo apa, sih! Ini udah malem ya, ege. Waktunya pangeran kecil gue tidur ini."

Pangeran kecil. Julukan itu sangat cocok untuk Carel. Sekalipun jika Barra menyebutnya begitu, wajahnya langsung babak belur. Atau kalau tidak, sudut bibirnya sampai sobek.

"Udah gue bilang, dia adek gue! Jadi, gue sebagai abangnya berhak buat ngatur pertemanan dia. Jangan sampe dia temenan sama orang sinting kayak lo!"

Barra mengepal kuat kedua tangan, memegang stir motor dengan cukup erat. Hingga kuku jarinya memutih, dan meninggalkan bekas kemerahan di telapak tangannya.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang