Seseorang harus punya alasan supaya tetap bisa melanjutkan hidup. Gue? Salah satu alasannya adalah dia.
—felicia.
***
019. Halfway There
Liora habis dari ruang guru untuk mengumpulkan tugas para murid, kemudian tak sengaja berpapasan dengan Fariz di koridor yang sepertinya habis dari perpustakaan. "Kak Fariz!" panggilnya.
Fariz yang sedang berjalan lantas berhenti, dan membalikkan badannya untuk melihat siapa yang memanggil. "Liora," gumamnya.
Liora dengan wajah berseri menghampiri Fariz, sampai di hadapannya ia tersenyum sedangkan lelaki tersebut hanya diam dengan ekspresi datar.
"Ada apa?" tanya Fariz.
Mendadak rasa gugup menghampiri gadis pemilik gigi gingsul itu. "Eum ... anu ... ada yang mau gue omongin sama lo," kata Liora, detik ini dia bertekad untuk menembak kakak kelasnya itu.
"Apa? Cepet ngomong, gue mau ke kelas," perintah Fariz dengan wajah jutek.
Hal itu membuat dahi Liora berkerut, tapi karena ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, jadilah Liora berkata dengan sangat percaya diri, "Mau gak lo jadi pacar gue?"
Ada hening cukup lama, apalagi setelah mengatakan itu Liora menutup matanya karena tak ingin melihat ekspresi Fariz juga menahan malu. Akan tetapi, setelah beberapa sekon terlewat, tak ada suara apa pun yang terdengar.
Saat membuka mata, Liora tak menemukan Fariz di hadapannya. Gadis itu langsung celingak-celinguk mencari keberadaan Fariz. Lelaki itu ... pergi meninggalkannya setelah ia menembaknya?
Kedua tangan Liora terkepal, dadanya sesak dan matanya memanas. Dia belum pernah diperlakukan seperti ini oleh siapa pun, tapi lihatlah ... lihatlah lelaki yang sedari kelas satu ia dambakan, tega memperlakukannya seperti ini. Liora menghapus air mata yang turun ke pipi dengan kasar, kemudian berlari ke kelasnya secepat mungkin.
Di kelas para murid sedang asyik bermain ponsel dan mengobrol karena guru selanjutnya belum datang. Feli yang sedang membaca novel milik Ariza lantas melirik ke arah pintu, mendapati Liora dengan wajah muram.
"Kenapa, Li?" tanya Feli khawatir seraya menaruh novelnya ke meja, karena saat duduk di bangkunya Liora langsung menangis, "Kenapa? Ada apa?"
Feli memegang bahu dan tangan Liora, menatapnya khawatir sebab tadi sebelum keluar, sahabatnya terlihat ceria. Kenapa sekembali dari ruang guru dia malah menangis?
"Lo diomelin sama guru?" tebak Feli.
Liora menggeleng, dia terisak dengan bahu bergetar, Feli yang melihat itu langsung memeluknya. Ariza yang sedang mengobrol asik dengan teman sebangkunya, menoleh menatap kedua sahabatnya itu.
"Eh, kenapa, Fel? Liora kenapa?" tanya Ariza panik, membuat anak-anak yang ada di kelas memberikan atensinya pada meja Feli.
Bagas yang sedang fokus berbalas pesan dengan papanya pun ikut menoleh dengan alis tertaut. Matanya menangkap sosok Feli yang sedang menepuk-nepuk punggung Liora.
"Kalau belum mau cerita gak apa-apa, tenangin diri dulu, oke?" ucap Feli pelan.
Liora yang mendengar itu lantas melepas pelukan Feli, duduk tegak sambil membenarkan rambutnya yang berantakan, Ariza mendekat dan memberikan tisu yang langsung diambil oleh Liora.
"Thanks," ucap Liora.
Ariza mengangguk setelah itu menyeret bangkunya ke samping Liora, jadilah mereka duduk bertiga. Dengan penasaran, Ariza bertanya, "Ra, kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bagas: Ayo Balikan! 2023 ✓ | PROSES TERBIT
Genç Kurgu[PUBLISH SECARA LENGKAP UNTUK PEMBACA SETIA] ❝She fell first, but he fell harder.❞ Saat rumah bukan lagi tempat aman dan ternyaman, Felicia Clarabell menemukannya dalam diri Bagas Danadyaksa. WARNING! Terdapat adegan kekerasan juga bahasa kasar, har...