Tujuh

283 41 5
                                    

"Bunda mu iseh nang luar kota Jun?[Bunda mu masih di luar kota Jun?]" Bagas bertanya sambil memberikan sekaleng minuman bersoda dari kulkasnya. Sedikit memandang bingung sosok yang lebih muda ini  hanya duduk terdiam sejak kedatangannya yang masih mengenakan seragam.

"Iyo mas, iseh." Juna pun merima minuman kaleng dari Bagas yang duduk sambil mengangkat-angkat kerah kaosnya karena gerah. Siang ini memang benar-benar terik rasanya. Keduanya meminum soda yang terasa menyegarkan untuk melepas dahaga, layaknya sedang membintangi sebuah iklan.

"Tumben lama." lanjut Bagas usai meneguk minumannya yang hampir setengah kaleng.

"Iyo, enek kerjaan dadakan jarene. Aku di tinggal dewean nang omah. [iya ada kerjaan dadakan katanya, aku ditinggal sendirian di rumah]"

"Lah bapakmu?" Bagas menoleh penasaran dengan jawaban yang lebih muda sambil kembali meneguk minumannya.

"Gak eroh, mati paling. [Gak tau, mati kali]" jawab Juna asal, membuat Bagas hampir menyemburkan minumannya

"Heh lek ngomong, ojok kejujuren. [Heh kalo ngomong, jangan jujur banget.]" balas Bagas yamg justru terkekeh. Jelas takkan aneh mendengar penuturan Juna yang seperti itu.

"Lah piye, ora onok guna e kok. [ya gimana, ada juga gak berguna]" tukas Juna yang ingin menandaskan minumannya, namun kini ia yang justru menyemburkan minuman karena kedatangan sosok yang tak ia duga.

"Bang, lampu motor gue mati nih." Ujar sosok tersebut yang baru mematikan mesin motornya. "Lah, Juna?"

"Haha iya kak Yudha."

"Mas aku muleh yo." pamit Juna yang ingin segera menghindari kakak kelasnya itu, ia ingin segera pulang ke rumah dan merebahkan diri.

Dengan mengendarai motornya, Juna menerjang padatnya lalu lintas di sore hari. Sempat beberapa kali berdecih kesal karena lampu merah yang tak kunjung berubah. Namun drama perjalanan itu usai setelah ia berhasil masuk perkomplekan rumahnya.

Suasana rumah masih teramat sepi dengan Juna yang ditinggal sendiri di rumah. Ia hanya menyalakan beberapa lampu sebagai penerang karena memang tak akan menjamah tempat lain selain kamarnya — bahkan enggan untuk sekedar mengambil makan di dapur.

Tempat tidur adalah tujuan utamanya dan lantas merebahkan diri melepas lelahnya berkendara.

Di sela istirahatnya, Juna mencoba kembali menekan layar di ponsel yang menunjukan kontak sang ibunda. Menunggu nada dering yang tak kujung diangkat. Ia menghela napas dan menyerah, melempar asal ponsel pintar miliknya di atas tempat tidur. Ibu nya akan membalas dengan pesan bila Juna sudah berkali-kali menelponnya. Ya, hanya itu yang bisa Juna tunggu.

Memejamkan mata yang sama sekali tak terasa  mengantuk. Hanya ingin membersihkan pikirannya yang cukup berat akhir-akhir ini.

"Bun... Juna kangen..." gumamnya yang tak sengaja meneteskan air mata.

Ia melonjak mencari ponselnya saat benda pipih itu berdering. Lalu semangatnya menurun  melihat nama yang terpampang jelas di layar ponselnya.

"Kenapa?"

ya, walau begitu tetap Juna angkat.

"saya di luar."

"Hah?"

"Depan rumah kamu."

"Ngapain sih?" jengkel, namun ia segera beranjak menemui sosok penelpon itu. Ia pun memutuskan sambungan telpon saat mendapati sosok yang berdiri di depan gerbang rumahnya sambil tersenyum, mengenakan kaos berwarna putih dengan Hoodie  abu yang diselempangkan pada bahu, serta topi yang menutupi kepalanya dari gerimis kecil. 

Arjuna [JaeRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang