Jovanka memiliki seorang Bibi yang penuh drama, dengan berbagai macam kata frontal yang tak akan repot untuk diperhalus saat diucapkannya. Jadi bila mana mendengar Mirna mengatakan banyak hal yang menyakitinya, Jovanka sudah tidak akan kaget.
Tapi akan sangat mengherankan bila itu ibunya. Bila apa yang dijabarkan Mirna benar bahwa ibunya malu memiliki anak sepertinya.
Malu?
Cukup hanya satu kata itu. Dan Jovanka sudah berhasil dihancurkan berkali kali. Tapi, alih alih bersedih Jovanka malah menunjukkan raut wajah ceria dihadapan Jerome. Yang sayangnya gagal.
Akan tetapi Jerome tidak mau membuat usaha Jovanka terlihat sia-sia. Ia berperan saja selayaknya orang bodoh yang tidak mengetahui apa-apa. Bukan saatnya menjadi seorang wartawan dengan memberikan banyak pertanyaan pada Jovanka. Jerome hanya menawarkan apartemen, dan Jovanka yang memang tidak bisa ke kantor dengan suasana hati yang buruk sangat berterimakasih akan itu.
Lima belas menit yang lalu Jerome pergi meninggalkan Jovanka sendirian di apartemennya. Dan lima belas menit itupun tidak digunakan Jovanka untuk menenangkan diri. Ia malah memikirkan banyak hal, salah satunya mengenai pembahasan Marissa, Mirna, dan Cinta tentang 'pemuda' itu.
Pemuda itu! Jovanka tidak buta, juga tidak amnesia. Ia masih menghafal betul sorot teduh pemilik pemuda itu. Rambut dengan potongan poni di depan, berwarna pirang khas bule pada umumnya. Juga postur tubuhnya yang tinggi tegap meski masih diumur yang belia. Dan mereka berbeda,... maksudnya sedikit mirip. Hanya sedikit, dan kemiripan yang sedikit itu tidak bisa membuat Jovanka serta yang lain menyamakan keduanya bukan?
Pun dilihat dari sisi manapun keduanya memang berbeda. Dan jangan lupakan fakta bahwa Jovanka pernah bertemu saudara kembar Jerome disaat usianya 15 tahun. Tentu jika kemiripan sudah Jovanka temui sejak dulu maka ia akan menaruh curiga, bukan bersikap santai ataupun dekat hingga sekarang.
Jerome. Nama Jerome pastilah sangat pasaran di luar sana. Setidaknya jika kita melakukan penelusuran di Jerman, mencari satu hingga tiga orang dengan nama yang sama tidaklah sulit. Lantas, kenapa ibunya mengatakan mereka mirip?
Tolong, Jovanka sudah berpegangan teguh pada pendiriannya dan yakin bahwa dirinya benar. Tapi kata kata Bibinya, terus saja berputar dikepala. Dan ajaibnya mulai mengikis keteguhan Jovanka. Ia bimbang, dan rasa penasarannya membuat gadis itu menyambar tongkat dan tas disamping sofa dimana ia duduk. Juga mulai mempengaruhi Jovanka untuk melangkah meninggalkan apartemen. Mengabaikan pesan Jerome yang menyuruhnya beristirahat.
Jovanka perlu membayar lunas akan rasa penasarannya, juga rasa takut yang tanpa disadari merubah warna kemerahan dipipinya dengan warna pucat yang sangat kentara.
Jovanka merasa telah menghianati hatinya, pun jika ia tak melangkah sejauh ini. Ia juga membodohi dirinya sendiri, dan kedua pilihan itu sama sama menyakitinya. Rasanya seperti dibangunkan dari komanya yang panjang, dan seperti kotoran yang terlempar di wajah. Dokter dan pihak keluarganya menjelaskan bahwa ayahnya sudah pergi dengan tenang. Yah, seperti itu rasanya. Tak hanya sakit fisik yang Jovanka tanggung, namun juga sakit pada hatinya. Dan sakit yang paling parah terletak pada jiwanya, yang tak terlihat tapi sekarat di dalamnya.
Keluar dari apartemen, Jovanka menaiki taksi. Ia memberikan alamat yang dicatatnya dengan cukup baik dalam buku harian yang biasanya Jovanka gunakan untuk mencatat hal kecil urusan pekerjaan yang biasanya sering ia lupakan. Jovanka tidak pernah berfikir akan mengunjungi alamat tersebut suatu hari. Tapi keadaan sekarang benar benar mengharuskannya. Ia perlu memastikan kebenarannya, dan sudah cukup ia hanya diam.
Taksi berhenti, di depan pintu gerbang sebuah rumah berlantai dua dengan cat dinding pink pudar. Rumah yang cukup mewah untuk ditempati oleh keluarga mantan supir dikeluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu ✔️
Genel Kurgu18+ "Jadilah pelacurku!" Mungkin Jovanka tuli, sebab ia menangkap kata asing dari suara berat Jerome. Juga bagaimana tatapan pria itu yang semakin mendingin. "Ya? M-maksud, Ba-," "Jadilah pelacurku apa kamu tuli!" Kini Jerome membentak nyaring. Jova...