19.

1.8K 189 6
                                    

..

Orlo di pojokkan Mavey. Tongkat yang berada di tangannya tentu saja adalah sebuah pelanggaran. Namun jika Mavery, apakah semuanya akan di ampuni?

"Pangeran!"

Para pelayan menyeru. Menyarankannya untuk tak melakukan hal yang melampaui batas. Dengan wajah Orlo yang sudah pucat. Mavey yakin bahwa anak itu sudah ketakutan akan kenekatannnya.

Ketika suara langkah boots mendekat. Mavey memasukkan tongkat pada saku dalam blazernya.

"Mavery. Ku dengan kamu membawa beberapa warga asing ke istana?" Bibirnya mengerucut sebal. Dia melirik sang Ayah yang rupanya sudah berdiri di dekatnya.

"Oh, selamat malam Ayah."

Oliver mengangguk dan kembali mendekat. Mengusap kepala Mavery dan membalas sapaan sang Anak. "Malam juga, Avey."

"Jadi, Mave akan menjelaskannya sendiri, atau Ayah yang akan menanyakan pada mereka?"

Mave mencebik. Menyembunyikan rasa sebalnya ketika sang ayah menginterupsi kegiatannya.

"Mave menemukannya di jalan Ayah, Anak-anak ini berada di luar rumah saat salju mulai turun."

Salju di Bloviate memang tak berlangsung secara lama. Karna bagian Bloviate tak memasuki kawasan barat yang mangalami 4 musim dengan sempurna.

Bloviate hanya terkena cipratan salju dari kawasan barat, jadi sudah maklum bagi mereka mengalami hal yang tidak serius ini. Namun tetap saja, meskipun sudah mengetahui hal tersebut. Mavey menyayangkan perilaku yang menyiksa bagi anak-anak itu.

Sejahat-jahat Ibunya. Mavey tak pernah di suruh bersiaga hingga lupa mandi.

"Kenapa begitu?"

Mavey mendesah. Tangannya terangkat. Menunjuk pria tua itu, dengan perilaku Mavey yang manis, Oliver mengangguk. Paham apa yang di maksud oleh Mavery.

"Baik, Ayah paham. Jadi, apa yang akan Mavery lakukan selanjutnya?"

Mavery yang di tanyai hal tersebut tentu segera bersemangat kembali. Lampu hijau telah di nyalakan oleh Oliver.

"Mave akan mengintrogasi mereka, Ayah." Jawabnya. Lalu menyambungnya dengan sekali tarikan nafas.

"Jadi, saya, Pangeran Mavey meminta, agar mengijinkan hamba dapat menggunakan kuasa yang telah di berikan ... apakah yang mulia Raja mengijinkan?"

Oliver terdiam. Menatap kedua mata berbintang Mavery. Oliver yang masih terpojok di sana menatap Mavery bengis. Bagaimana bisa anak itu mendapatkan izin seenaknya.

Tidak bisa. Oliver hanya meminta izin untuk mengambil alih pelayan Mavery saja tidak di perbolehkan, mengapa dengan kasus seserius ini sepertinya hendak di izinkan?

"Saya. Pemilik tahta tertinggi di sini." Oliver mengganti mimik wajahnya dengan serius. "Mengijinkan Pangeran Mavey, mengatasi hal ini dengan bijak, dan benar sesuai peraturan kerajaan."

"Tidak!" Orlo berteriak. "Itu tidak adil!" Tambahnya mengalihkan perhatian dari Mavey dan Oliver, menginterupsi percakapan mereka yang serius.

Tindakan tak sopan Orlo tentu membuat baik penjaga dan para pelayan dari ketiga keluarga kerajaan itu menutup wajah tak karuan.

"Tidak sopan." Tegur Oliver.

Orlo yang di lempari perkataan itu gugup. Pupilnya bergetar dan wajahnya memucat.

"Ayah ... ini tidak adil. Mavery tidak seharusnya melakukan itu!" Serunya. Membuat Oliver mengangkat satu alisnya seolah bertanya. Lantas apa yang harus dia lakukan?

"Ayah bisa menyerahkan tugas ini padaku. Berikan tawanan itu untukku. Aku akan menanganinya dengan lebih baik dari pada Mavey." Kata Orlo dengan semangat. Menunjukkan keseriusan pada keinginannya.

"Mengapa Aku, sang Raja harus menuruti perkataanmu wahai yang terhormat, Orlo?"

Orlo menelan salivanya gugup. "Aku lebih baik darinya. Aku lebih bisa di andalkan darinya!"

Oliver tak mengedip. Sedari awal Ia tak menghadapkan tubuhnya pada Orlo. Hanya kepalanya saja yang menengok, memberi kesan tak berharga pada manusia di depannya.

"Lancang."

"Zen, bawa Orlo ke perenungan." Mata Orlo membulat. Tidak, tempat menyeramkan itu, dia tidak mau ke sana.

Orlo berontak. "Ayah! Tidak!" Dia tidak mau di bawa ke sana.

"Ayah! Kamu tidak bisa seperti ini! Ayaaaah!"

Mata Mavery yang melihat itu hanya mengedip sekali. Seberapa menyeramkan tempat itu hingga pupil Orlo bergetar. Itu membuatnya penasaran.

Lalu Mavery segera menyadarkan diri dan kembali memutar tubuhnya untuk menghadap pada Ayahnya.

"Yang mulia Raja, kalau begitu, saya akan mulai menanganinya."

Meninggalkan Oliver memberi hormat, dengan membungkuk. Para pelayan beserta pengawalnya juga mulai mengikuti arah Mavery.

Berjalan dan sekalian membawa para tahanan bersamanya. Suara tapak sepatu mereka terdengar jelas karna lorong besar yang membuat tiap radiasi suara mudah tertangkap akibat gemaan.

"Leri."

"Hamba di sini, Pangeran."

Mavery mengangguk. "Anjay keren bet gue." Memasang wajah absurdnya. Lamtas terbatuk kecil saat sadar kelakuannya sendiri.

"Tunjukkan padaku tempat di mana aku harus mulai bekerja." Mavery membiarkan Leri berjalan dengan sedikit menunduk ke arahnya. Lalu bersikap siap saat sudah berada di depan Mavery.

"Biar saya tunjukkan, Pangeran."

Maka Orang dengan lebih 15 Orang total itu, bergerak serentak. Pria tua yang menjadi pemimpin para anak kecil sudah mulai ketakutan. Sama seperti anak kecil itu.

Mereka sudah biasa di injak oleh para bangsawan-bangsawan di pinggiran kota. Namun jika sampai di bawa ke penjara istana. Apakah mereka akan di hukum berat atau bagaimana?

Apa salah mereka? Mereka hanya ingin makan. Mereka hanya ingin menghasilkan uang. Salah apa mereka?

Satu anak kecil dengan pemikiran seperti itu berjalan menyelinap dan hendak mendorong Mavey. Sayangnya dia terkecoh saat matanya tanpa sengaja bertatapan dengan Mavey, dia terjerembab. Para pengawalnya mendorong mundur para tahanan. Membuat Mavey harua angkat bicara.

"Biarkan saja. Lebih baik kita segera masuk."

Anak itu, pelaku yang hendak mendorong Mavey terkejut. Dia yakin Mavey melihat gerakannya saat berusaha mendorong dia.

Bagaimana seorang remaja yang memiliki status Pangeran itu berperilaku dengan tenang saat ada orang yang hendak mencelakainya.

Itu, membuatnya sedikit tertegun. Atau, nanti dia akan di hukum seberat-beratnya. Wajahnya memucat. Hingga teman yang lebih tua darinya menyadarinya.

"Apa ada yang salah?"

"Aku yakin dia melihatku saat mencoba mendorongnya. Tapi.."

Pernyataannya membuat temannya itu melotot. Menatapnya marah hingga membuatnya sadar. Bagaimanapun apa yang ia lakukan itu sebuah kesalahan besar. Dia mungkin akan di hukum mati setelah ini.

..

Bloviate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang