KARNAVAL YANG BERBEDA

48 28 2
                                    

12 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12 tahun kemudian ...

 "Kak Eca!" panggil seorang anak laki-laki dari dalam rumah milik Mbah Arip yang sekarang menjadi rumah mereka.

 "Sabar dikit napa yak?!" balas dari yang dipanggil dengan nada tinggi alias berteriak.

 "Cepetan dong wahai Kak Nescala Aksa Triasih!!!" teriak anak laki-laki itu lagi yang kini membuat gendang telinga terasa ingin pecah.

 Diam menghampiri sesaat pada rongga udara, setelah suara dengan frekuensi tinggi itu menyerang. Kini hening. Hanya semilir angin yang bersiul. Tak lama kemudian ada sebuah suara kembali berbunyi. Suara itu berasal dari langkah kaki Nesca yang berbalut busana kebaya yang maju ke teras rumah dengan terpaksa. Sedangkan anak laki-laki itu menyandarkan tubuhnya di tembok dan mengintip ke luar, tak lupa pula dengan air mukanya yang sengaja dibuat panik.

 Kemudian Nesca berdiri di ambang pintu, menatap sinis anak laki-laki itu dengan air muka yang masam. Wajahnya memberi isyarat bahwa saat ini ia sedang tidak menyenangi anak laki-laki itu.

 "Apa?" tanya Nesca kesal, namun dingin.

 "Iih kakak cantik banget deh," goda anak laki-laki itu dengan gaya centilnya.

 "Heleh ... ini pasti ada maunya kan?" seloroh Nesca yang memalingkan pandangannya.

 "Iya jelas dong." Dengan penuh kepercayaan diri anak kecil yang tak lain adalah adiknya itu berbicara.

 Nesca tak mengindahkannya sedikitpun. Dengan muka masam ia masuk ke dalam rumah dengan atribut karnaval. Ia tak peduli walaupun adiknya yang baru berumur sembilan tahun itu terus mengekorinya dan merengek minta ikut ke karnaval. Keributan mereka berdua kini telah memancing kedatangan sang ibu yang sedari tadi sibuk dengan kegiatan memasaknya bersama bahan-bahan makanan di dapur.

 Ibu mereka pun berjalan keluar dari dapur dengan air muka yang tampak sedikit berang. Melihat hal itu, kakak beradik itu jadi terdiam seketika, tanpa berbicara sedikitpun. Tubuh mereka seakan tak ingin bergerak lebih banyak lagi dari yang sekarang.

 "Udah, udah, jangan ribut terus. Nanti kedengaran tetangga loh," tutur Ibu mereka lembut.

 "Iya buk."

 Kakak beradik itu bernafas lega, karena ternyata ibu mereka tidak benar-benar marah dan malah menasehati mereka dengan lembut yang tak seperti biasanya. Meski begitu, tetap saja masih ada sedikit rasa takut dalam diri mereka berdua.

 Kini Nesca menatap bingung ibunya yang tak jadi memberinya kata-kata mutiara. Hati nuraninya merasa sedikit janggal. Adiknya dengan lantang kembali merengek, berharap lagi agar dirinya bisa mengikuti karnaval bersama Nesca.

 "Tapi kan Upi juga mau ikut kak Eca," protes dari anak laki-laki itu dengan penuh harap.

 "Nanti Upi kan bisa ikut arak-arakan karnaval pas kakak lewat di depan rumah," sanggah ibu mereka.

NESCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang