O1

46 6 0
                                    

***

Tidak semua orang percaya akan adanya makhluk fiksi seperti penyihir ataupun werewolf. Namun beberapa wilayah telah mempercayai keberadaan makhluk-makhluk tersebut. Bahkan ada juga perjanjian damai.

Tiga tahun telah berlalu sejak pertama kali Lysa mempercayai adanya makhluk fiksi. Makhluk yang dulu tidak pernah ia anggap nyata. Fakta yang menjungkirbalikkan dunianya. Semua itu karena sosok Delia. Benar, wanita yang pernah ia tolong itu bukan manusia. Delia adalah penyihir.

Walaupun sejak malam itu Lysa jarang sekali bertemu Delia secara langsung, Delia secara berkala mengirim dana tutup mulut. Tentu saja sebenarnya Lysa tak mau berhubungan lagi dengan Delia.

Namun ancaman Delia selalu terngiang dalam ingatannya. "Seseorang yang tahu identitas asliku hanya memiliki dua pilihan, menjadi pengikutku atau mati." Ucap Delia kala itu penuh dengan ekspresi mengerikan.

Pada malam itu juga, Lysa menerima takdirnya sebagai pengikut Delia. Dalam artian, Lysa akan melaksanakan apapun perintah Delia. Sejak saat itu, perintah dan bayaran selalu datang secara berkala. Delia menyebutnya sebagai misi dan Lysa menganggap misi tersebut sebagai pekerjaan. Seperti saat ini.

Padahal seharusnya saat ini Lysa bisa menikmati akhir pekan bersama dengan buku-buku klasik yang baru saja datang pekan lalu. Tapi apa daya, perintah Delia bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja.

Hanya satu lukisan. Itu saja fokusnya malam ini.

Lysa sengaja memilih pakaian sederhana. Bahkan ia tak memakai gaun mewah sekalipun tahun nanti ada sesi acara pesta. Ia hanya memakai terusan selutut berwarna merah dengan bagian bawah mengembang dan membiarkan rambutnya tergerai. Sangat jelas kalau ia terpaksa datang ke acara ini. Terserah, ia juga tak ingin berbaur dengan tamu pameran lain. Ia bukan pecinta lukisan. Selain itu, ia yakin orang-orang yang datang pasti dari kelas atas, sangat berbeda darinya. Lysa pecinta kesederhanaan.

Tanpa aksesoris lain selain kalung karena terdapat kamera tersembunyi disana, sepasang anting karena terdapat perekam suara. Semuanya dalam ukuran sangat kecil hingga rasanya mustahil bisa bisa disembunyikan dalam perhiasan. Mengingat Delia adalah penyihir, semua itu menjadi mungkin.

Gaun merah karena itulah syarat utama. Delia selalu menegaskan warna merah pada tiap misi. Setidaknya ia bisa memilih model yang paling sederhana.

Sejak awal memasuki pintu masuk gedung pameran, mungkin ada lebih dari sepuluh pengawal berpakaian serba hitam bersiaga di berbagai sudut yang tampak. Pria maupun wanita. Itupun belum termasuk yang bersembunyi berjaga dalam bayang-bayang. Oh, tentu saja Delia yang mengajarinya poin bayang-bayang ini.

Lysa memang belum pernah mengunjungi pameran lukisan manapun. Namun dari sekilas pandang ia yakin Evelyn Sprouse bukan wanita biasa. Melihat pameran yang ia hadiri tampak terlalu berkelas untuk dikatakan sederhana.

Pameran lukisan ini memiliki tiga sesi acara. Dimulai dengan sesi pameran dimana para pengunjung melihat-lihat lukisan. Jelas sesi yang tidak menarik karena Lysa sudah tahu lukisan mana incarannya.

Selanjutnya, sesi lelang. Ia telah melewati sesi ini dan misinya berjalan dengan mulus. Tak banyak yang tertarik dengan lukisan abstrak dengan latar belakang hitam yang mengeluarkan kengerian. Bahkan hanya dirinya yang menawar lukisan tersebut. Ia menang dengan mudah.

Lysa tak habis pikir untuk apa Delia menginginkan lukisan semacam itu. Penyihir memang memiliki pemikiran tersendiri.

Setelah menandatangani kontrak jual beli dan menuliskan alamat pengiriman, satu-satunya yang Lysa pikirkan adalah pulang. Sayang sekali, nyatanya tak semua hal berjalan sesuai dengan keinginannya.

Sebelum proses lelang selesai, telah diumumkan bahwa tidak ada yang boleh melewatkan sesi terakhir, yaitu pesta perayaan. Larangan yang menambah ketidakbiasaan pameran seorang Evelyn Sprouse.

Maka saat ini Lysa mengambil segelas minuman yang ditawarkan, lalu menuju kursi yang berada di paling sudut. Area temaram yang cocok bagi orang yang tak ingin diganggu seperti dirinya.

Namun, sekali lagi apa yang terjadi tak berjalan sesuai harapannya. Karena matanya menangkap kehadiran pria itu. Lagi.

Lysa pikir setelah tiga tahun berlalu ia akan melupakan malam naas itu, ia pikir hatinya akan sembuh dan melihat pria itu lagi takkan mengguncang dunianya.

Ia salah.

Satu tatapan ternyata mampu membangkitkan luka yang telah terkubur. Menyayat kembali hati yang ia kira telah sembuh. Atau, mungkinkah yang ia rasakan saat ini adalah dendam yang membumbung?

Logikanya tak pernah salah. Pria busuk itu pasti sengaja mempermainkannya dan ia bukan wanita satu-satunya. Buktinya, malam ini pria itu sudah bersama dengan wanita yang berbeda.

Lysa mengorek memori di otaknya namun tak mampu menemukan nama pria itu. Kali ini ia tahu hatinya sudah melupakan nama pria itu, tapi tidak sekalipun melupakan torehan luka.

Tak perlu nama. Lysa tak butuh nama pria itu. Tapi ia butuh menunjukkan dirinya baik-baik saja. Pria itu harus tahu bahwa dia bukan apa-apa. Lysa juga tak rela kalau ada korban lagi seperti dirinya.

Maka Lysa membutuhkan seseorang untuk menegaskan kalau dia sudah move on.

Mengamati ke sekeliling, tak butuh waktu lama ia menemukan seseorang yang ia butuhkan. Mata mereka bertemu seolah pria itu sedang mengamatinya sedari tadi. Pria bermata biru lautan dan berambut perak dengan kilau tak biasa, tak lupa lekuk wajah yang sempurna untuk membuktikan ia bisa memiliki pria yang lebih baik dari pria sialan itu.

Delia telah mengajarinya berbagai jenis topeng yang akan memudahkan tiap misi. Malam ini, Lysa memutuskan untuk memakai salah satu topeng itu.

Topeng The Great Seducer.

***

Bagaimana menurut kalian mengenai cerita ini?

Kisah Lorenzo dan Lysa akhirnya muncul ke permukaan.

Royal Lycan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang