Orang bilang, menulis itu adalah salah satu cara bercerita tanpa berbicara. Lewat kata, pena, dan setiap bait perasaan kita yang tertuang dalam sebuah tulisan. Lara juga melakukannya, sebagai manusia yang memiliki isi kepala berisik namun tidak memiliki seorang pun yang ia benar percayai di dunia ini.
Tapi suatu saat, Lara pernah memiliki pengalaman buruk dengan buku diary tempat dirinya bercerita. Orang merampas bukunya dan menjadikannya abu kala itu. Dan setelahnya, ia mulai menyembunyikan tulisannya lewat origami burung kertas dan menjadikannya gantungan di dalam kamarnya. Sampai sekarang kebiasaan itu masih ada.
Gadis itu selesai menuliskan dan melipat kertasnya membentuk sebuah burung kertas. Mulai menggantungkan gantungan barunya yang ia kumpulkan bergabung dengan gantungan lain. Lara mendongak, menatap ribuan kertas itu dengan seksama. Tiba-tiba dadanya merasa sesak begitu saja.
Ribuan kertas itu adalah saksi lukanya selama ini. Setiap kertas yang terlipat itu sangat berarti untuknya. Tapi kenapa tak ada satu orang pun yang menyadari setiap kata dalam isi kertas itu? Bahkan sampai saat ini, hanya Lara yang tahu setiap luka yang ada dalam burung kertas origaminya.
Lantas, suatu saat, adakah orang yang akan membacanya? Membuka satu persatu kertas itu dan ikut serta merasakan kesedihannya yang Lara torehkan di tulisan kertas itu? Ataukah burung kertas itu akan selalu menumpuk memenuhi kamarnya? Atau mungkin tak ada kertas yang tergantung lagi? Dalam dua kemungkinan, antara Lara sudah menemukan kebahagiaanya, atau pemilik kertasnya tidak ada di dunia lagi?
Gadis itu mengerjap, membuang wajahnya berusaha menepis pikirannya yang sudah meliar. Setiap menatap kertas itu memang membuatnya memikirkan hal semacam ini.
"Lara..."
Gadis itu sedikit terlonjak. Langsung menatap pintu kamarnya mendapati Avi yang sudah berdiri di ambang intu dengan tersenyum canggung. Semenjak kapan dia disitu?
"Hai, ehehe," sapa Avi melambaikan tangannya.
Sumpah senyumannya nampak sangat menyebalkan dimata Lara. Perasaannya berubah cepat, menatap nyalang pemuda itu. Tanpa aba-aba, gadis itu langsung meraih benda di sekitarnya, dan...
Bukk
Glotakk
Klontang klongtang...
Semua benda di atas meja belajar Lara itu dilempar begitu saja. Menerjang tubuh Avi tanpa ampun. Pemuda itu seketika sibuk menghindar. "IYA ADUHH, INI AVI MAU MINTA MAAF LOHH BENTAR DULU! ADUH, GEGEEEE!!"
Dengan nafas yang masih naik turun, Lara mendekat kearah pintu, hendak menutup. Tapi Avi dengan cepat sudah menahannya. "Tunggu bentar, Kalara... maaf... Avi, oke Avi salah. Avi ngga belain Lara waktu itu, ngga dengerin penjelasan Lara dulu tapi malah pergi gitu aja. Dan... ngomong gue elo kemarin, maaf..." kata Avi memelan, tangannya masih menahan pintu. Menatap Lara dengan pandangan penub penyesalan.
Ia mengatakannya dengan serius. Tak ada senyum jahilnya kali ini, dia benar mengatakannya tulus. Sementara itu dengan pandangan yang masih menajam, Lara hanya diam. Tak ingin mengatakan sepatah kata apapun.
Tak kunjung mendapatkan respon, Avi menggigit bibir bawahnya. Memejamkan mata sekejap. "Oke, Lara boleh pukul Avi kalo kes--"
BUKKK
"AWWW!" belum menyelesaikan perkataannya, Lara sudah duluan menerjangnya kembali dengan pukulan keras di dadanya. Cukup keras, terbukti lelaki itu membungkuk merintih kesakitan.
Setelahnya Lara hendak menutup pintu kamarnya, tapi Avi menahannya kembali. "Dimaafin kan?"
"Gue maafin, tapi nanti," jawab Lara singkat dengan wajah yang tak merasa berdosa. Avi melotot mendengar Lara gantian memakai embel elo-gue. "Heh, kok elo gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea For Blue Whales
Ficção Adolescente⚠️DILARANG PLAGIAT! GUE VIRALIN, TUNTUT MAMPUS NNTI⚠️ "Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan lukanya dengan laut. Kamu adalah penyembuh Lara. Kita akan selalu...