Prolog

99 49 38
                                    

*****

Seorang lelaki bertubuh tegap, dengan badge name bertuliskan 'Marshal Araseo Regan' itu tengah menelusuri tiap-tiap koridor, waktu istirahat hampir habis dan dia masih sibuk mencari sosok yang sedari tadi tak kunjung ia temukan.

"Jes, lo liat Alusha nggak?" tanya Marshal ketika berpapasan dengan Jessica–teman kelas Alusha.

"Maaf, tapi gue nggak liat."

Marshal mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya kembali mengirimkan pesan pada Alusha. Pesan yang Marshal tulis sepuluh menit yang lalu pada beranda chat gadis itu centang dua, tapi tak kunjung dibalas.

Marshal menutup ponselnya, memasukkannya ke dalam saku celana dan memutuskan untuk kembali ke kelas, tak berselang lima menit kemudian, bel masuk dibunyikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Marshal menutup ponselnya, memasukkannya ke dalam saku celana dan memutuskan untuk kembali ke kelas, tak berselang lima menit kemudian, bel masuk dibunyikan.

Saat istirahat kedua, Marshal hendak menagih janjinya, ia menunggu kehadiran Alusha di taman pojok baca. Lelaki itu mengeluarkan ponselnya, melihat centang abu pada pesan yang ia kirim untuk Alusha sudah berubah warna menjadi biru. Marshal hendak berdiri dari posisi duduk menghadap kolam ikan, ia rasa, tak ada gunanya menunggu kedatangan seseorang yang bahkan tak ingin menemuinya. Mungkin ini memang akhir dari perasaannya untuk gadis seperti Alusha.

"MARSHAL!"

Teriakan itu mampu membuat Marshal membalikkan tubuhnya, wajahnya berseri dikala akhirnya ia bisa melihat wajah cantik itu meski untuk kali terakhir baginya berada di Indonesia.

"Apa yang mau lo bicarain?" tanyanya langsung pada inti tanpa ingin berbasa-basi menanyakan apakah lelaki itu sudah lama menunggunya atau belum.

Marshal tersenyum tipis. Ia meraih tangan kanan Alusha, tangan yang selama ini selalu ia genggam kemanapun ia pergi.

"Sha, gue... Mau ngasih ini sama lo."

Marshal melingkarkan sebuah gelang yang ia buat sendiri hingga rela waktu tidurnya tersita demi menyelesaikan gelang buatannya, gelang manik-manik dengan satu pita berwarna pink, Alusha sangat menyukai karakter Marie si kucing berbulu putih dalam film The Aristocats, itulah alasan kenapa Marshal memasukkan satu manik-manik berbentuk pita pink seperti pita yang dipakai oleh Marie di lehernya ke dalam gelang yang ia buat.

"Kalau boleh, nanti sepulang sekolah. Gue mau ngajak lo mampir ke rumah sakit. Ibu kangen sama lo, Ibu mau ketemu sama lo sebelum kita pindah ke Kanada," ucapnya dengan raut muka tenang khas Marshal.

"Kanada?" tanya Alusha mengernyitkan dahinya.

Marshal mengangguk singkat. "Ibu harus menjalani pengobatan kanker hatinya di Kanada. Kakek bilang, lebih baik jika Ibu mendapatkan penanganan untuk penyakit livernya di sana. Untuk itu, Ibu mau ketemu sama lo."

Alusha terdiam, gadis itu berpikir keras bagaimana jika dia tidak bisa melihat wajah tampan ini lagi? Bagaimana perasaannya bisa tersalurkan jika hati lelaki ini masih milik orang lain? Marshal memegang pundak Alusha karena melihat Alusha yang tetap diam tanpa berniat membalas setiap ucapannya.

I'M NOT PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang