VIII

133 27 10
                                    

Rasa tidak enak kembali menguasai Jungwon. Rasanya, ia terlalu merepotkan untuk Seungcheol ataupun Sunghoon.

Dari kejadian waktu ia kecelakaan yang mengharuskan Seungcheol mengantarnya ke rumah sakit, dan Sunghoon yang harus ikut mengantar berakhir dengan tidak masuk sekolah.

Lalu biaya rumah sakit yang juga ditanggung Seungcheol, belum lagi waktu hari ini, Seungcheol yang dengan suka rela mengantarkannya kembali ke panti.

Tidak sampai disitu. Karena kini ia malah diajak makan bersama di sebuah restoran mewah yang tentunya mahal ini.

Padahal ia tak melakukan kebaikan apapun pada Seungcheol, kecuali kejadian waktu salah satu anaknya yang menumpang dikasur miliknya. Itu saja. Tapi kenapa Seungcheol sebaik ini?

Padahal jika dilihat, dan memang sebuah kenyataan, kalau Seungcheol adalah orang kaya. Tapi sikapnya sangat berbeda dengan orang-orang disekolahnya. Sudah kaya, tapi tidak tahu diri. Ah, Jungwon sebal sebenarnya.

Melihat Jungwon yang daritadi hanya menusuk-nusuk sendok pada makanannya, Sunghoon menegur.
"Dimakan, jangan cuma dilihatin. Keburu dingin."

Entah Seungcheol ataupun Jungwon menoleh. Seungcheol yang menoleh kearah Jungwon, dan Jungwon yang menatap Sunghoon.

"Kenapa? Sup ayamnya nggak enak? Mau ganti menu aja?" Tawar Seungcheol.

"Kalau nggak suka ganti aja. Tapi dimakan ya, walupun sedikit. Kamu baru aja keluar dari rumah sakit, makanannya juga harus diperhatikan. Sup ini juga baik loh buat dikonsumsi, apalagi pas sakit." Seungcheol melanjutkan.

"Ah, enggak kok! Nggak usah, paman. Sup nya enak. Nggak usah diganti. Maaf." Ujar Jungwon. Dirinya jadi merasa bersalah karena tidak segera memakan makanan yang sudah secara percuma mereka belikan untuknya.

"Mau coba punya gue? Tapi ini agak pedes." Sunghoon menyodorkan sendok yang berisi ramyeon miliknya.

"Nggak usah, kak."

"Hoon, jangan aneh-aneh. Punyamu pedas."

"Nggak terlalu, pa. Mau coba nggak? Buka mulutnya."

Mau tak mau, Jungwon membuka mulutnya karena Sunghoon yang sudah menempelkan ujung sendok pada bibirnya.

"Gimana?"

"Pedes..."

Sunghoon tertawa kecil. Sedangkan Seungcheol menggelengkan kepalanya. Namun tak dapat dipungkiri rasa hangat melingkupi hatinya.

"Kamu nih, Hoon."

"Tapi nggak terlalu pedes, kan?"
Tanya Sunghoon, sembari menyerahkan teh hangat milik Jungwon kepada pemiliknya sendiri.

Jungwon menyesap teh hangatnya beberapa teguk, lalu menggeleng menanggapi Sunghoon. "Enggak, tapi pedes."

Sunghoon kembali tertawa. "Pa, kenapa Jungwon kaya anak kecil?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Sunghoon membuat Seungcheol tertawa. Berbeda dengan Jungwon yang menatap Sunghoon dengan  sedikit terkejut.

"Iya, papa juga mikir begitu. Bahkan kayanya jungwon lebih anak kecil daripada adik kamu yang nyatanya lebih muda dari Jungwon"

"Saya kekanak-kanakkan ya, om? Kak Sunghoon? Maaf, ya."

"Eh?" sahut Seungcheol terkejut. Begitupun dengan Sunghoon.

"Bukan anak kecil yang kekamar-kanakkan. Tapi maksud gue tuh, lo lucu." Jelas Sunghoon. Suaranya sedikit melirih diakhir.

Seungcheol tersenyum. "Papa nggak terlalu denger, kak. Ulangi coba."

"Apasih. Jungwon aja denger. Ya nggak, Won?"

"Hah?"




























"Makasih ya, paman. Maaf kalau saya ngerepotin terus." Jungwon membungkuk sopan.

Setelah selesai dengan acara makan bersama tadi, mereka langsung kembali. Seungcheol yang mengantar Jungwon terlebih dahulu, dan Sunghoon yang langsung pergi menemui teman-temannya.

"Sama-sama. Dan stop buat merasa kalau kamu ngerepotin saya. Sekarang masuk terus istirahat. Besok jangan sekolah dulu. Saya udah ngirim surat izin dokter ke ibu panti tadi, biar disampaikan ke guru kamu."

Jungwon mengangguk lucu. "Kalau lusa, udah boleh sekolah?"

Seungcheol menimang. "Kayanya belum."

Bahu Jungwon merosot. Bukannya apa-apa. Ia hanya takut dengan nilai dan beasiswanya. "Kenapa?"

"Biar kamu beneran pulih. Dan kayanya, lusa kamu bakal sibuk."

Dahi Jungwon mengernyit, bingung dengan apa yang dikatakan Seungcheol. "Sibuk? Nggak kok. Saya nggak punya agenda apapun, kayanya."

Dan Seungcheol hanya tersenyum menanggapi Jungwon. "Udah, masuk sana. Langsung istirahat. Kalau besok kamu sekolah, awas loh." ancam Seungcheol.

"Iya, paman. Jungwon nggak sekolah besok..." Akhirnya Jungwon mengalah. Padahal tadi dalam hati ia berniat untuk tetap berangkat.

"Saya pulang dulu. Kamu masuk sana, saya lihatin dari sini."

Jungwon mengangguk. "Hati-hati paman. Sekali lagi terimakasih."
Setelahnya, Jungwon masuk kedalam panti. Disusul dengan mobil Seungcheol yang melaju meninggalkan pekarangan panti itu.

"Jungwon udah sehat? Kok bisa sampe kecelakaan gitu sih? Terus sekarang masih sakit gak?"

Baru saja membuka pintu kamarnya, Jungwon sudah ditodong dengan berbagai pertanyaan dari Nicholas yang kini berjalan mendekat kearahnya.

"Ih, nanya satu-satu, kak Nicho. Aku bingung mau jawab yang mana."

"Hehe, maaf. Kok bisa kesrempret sih? Kamu nggak lihat jalan ya?" Mata Nicholas memincing, sembari jari telunjuknya yang terangkat, menyentuh pipi Jungwon.

"Enak aja! Aku udah jalan dipinggir tauuu. Tapi malah disrempet."

"Berati sengaja dong?"

"Eh?" Iya juga? Jungwon tidak memikirkannya sampai kesana. Tapi kalaupun orang itu sengaja, siapa?

"Nggak tau. Gabut kali."

"Mana ada orang gabut kerjaannya nyrempretin orang, Won?" Nicholas bertanya. Tak habis fikir dengan apa yang diucapkan Jungwon.

"Nggak tau." jawab Jungwon singkat, sembari mengangkat bahunya.

"Yaudah, kamu tidur gih. Besok belum boleh sekolah kan?"

Jungwon mengangguk. "Iya."
Jawabnya, sembari berjalan mendekati kasurnya, merebahkan tubuhnya diatas kasur yang telah menemaninya sejak lama.

"Semoga kamu bahagia selalu ya, Won?"

Jungwon menoleh, sedikit heran dengan Nicholas yang tiba-tiba berucap seperti itu. "Kenapa tiba-tiba?"

Nicholas melemparkan senyum simpulnya. "Emang kenapa? Salah kalau kakak bilang begitu?"

"Enggak sebenarnya, tapi agak aneh kalau tiba-tiba. Kakak ada sesuatu ya?"

"Enggak astaga. Kakak cuma beneran berharap kaya gitu, nggak ada sesuatu. Udah tidur sana." Nicholas berjalan menuju ranjangnya, tepat disamping Jungwon yang jaraknya tak jauh.

Saat baru saja memejamkan mata, suara Jungwon kembali terdengar.
"Makasih karena udah berharap untuk Jungwon bahagia. Kak Nicho juga harus bahagia selalu ya? Kalau suatu saat kita nggak bisa bareng lagi, Jungwon tetap berharap bisa ketemu sama kak Nicho. Jungwon juga nggak bakal lupain kak Nicho sampai kapanpun. Karena Jungwon udah anggap semua anak panti, sama ibu panti, adalah keluarga Jungwon. Terutama kak Nicho. Makasih udah menjadi sosok kakak yang hebat buat Jungwon. Tapi Jungwon harap, kak Nicho nggak ninggalin Jungwon."

Terharu dengan penuturan jungwon, netra Nicholas kembali terbuka. Menoleh kearah Jungwon yang ternyata sudah terlelap. "Nyatanya kamu duluan yang bakal ninggalin kakak, Won."

























Mamam tuh SungWon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang