selamat membaca!
Aku bangun lebih pagi bertemu dengan Gita yang kali ini kembali pulang dengan tangannya yang penuh dengan makanan untuk sarapan.
"Taruh di meja aja, nanti biar aku yang siapin. Kamu pergi mandi aja sana," perintah ku.
Gita hanya mengangguk, menaruh makanan tersebut pada meja makan lalu berjalan pergi meninggalkan ku.
"Sekalian nanti kalau udah mandi, bangunin Cici kamu itu!" teriak ku.
"Iya! Nanti sekalian dibangunin!" balasnya dari arah kamarnya.
Tidak lama aku menyiapkan makanan dan minuman, setelahnya Gita datang dan langsung duduk di kursi.
"Mana?" tanyaku.
Dia menatap ke arah ku bingung, lalu menggeleng pasrah.
"Ga mau bangun," jawabnya.
"Yaudah, makan duluan aja ya? Aku bangunin Cici kamu dulu," ucapku.
Aku berjalan ke arah kamar ku dan Shani, aku masuk lalu mendekat ke arah tubuh Shani yang terbalut oleh selimut.
"Shani Dahayu! Dalam hitungan ketiga kalau kamu ga bangun, pas kita sampai Jakarta aku pastiin semua koleksi foto kamu itu aku buang ya!" ancam ku.
Setelahnya dapat ku lihat tidak ada pergerakan sama sekali dari tempat tidur, selimutnya pun tidak bergerak.
"Shani!" teriak ku lagi.
Setelahnya dia bergerak dengan menurunkan perlahan selimut yang menutupi wajahnya, dengan dia yang tersenyum dengan manis ke arah ku.
"Inii bangun," ucapnya dengan cengiran.
"Duduk dulu, habis itu cuci muka. Sarapan dulu, baru pergi mandi dan jangan lama. Nanti kita telat," omel ku.
Aku sudah berada di dekat pintu, sudah hampir keluar dari kamar namun terhenti karena dia yang berteriak.
"Cium aku mana?" teriaknya.
"Tuh cium kamu di alam mimpi! Tidur lagi aja, susah banget kalau emang ga diri sendiri yang mau bangun, cepet!" teriakku lalu berjalan keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita | shansis - end
Randomini tentang perjalanan dengan rusak, patah, dan luka 'kita' setelahnya.