"Harusnya kamu bisa menyempatkan waktu jika aku memang prioritasmu."
Raut wajah kesal terlihat di wajah seorang wanita yang memiliki rambut berwarna cokelat yang sedang duduk di pojok sebuah kafe dengan laptop diatas mejanya. Gadis bernama Rumi Shintiana Indrawinata itu terlihat sedang menelpon seseorang yang sepertinya membuat dirinya kesal.
"Aku bingung, Adi. Kamu bilang kamu cinta sama aku ... tapi kenapa untuk sekedar angkat teleponku aja kamu sebegitu susahnya?" ujar Rumi dengan smartphone yang dia pegang dekat telinganya.
Terdengar bunyi helaan napas dari balik telepon. Lalu, orang yang Rumi panggil 'Adi' dengan nama asli Adisatya Perwiranagara menjawab, "Aku sibuk, Rum. Restoranku lagi ada penurunan pendapatan. Aku lagi banyak kerjaan biar naik lagi. Belum lagi dengan rating restoranku yang mendadak turun drastis. Banyak karyawan yang menggantung hidupnya dari restoranku, Rum. Tolong ngertiin aku untuk saat ini."
"Aku tau, Adi. Tapi setidaknya kamu ada ngabarin aku. Biar aku juga tau kamu sedang melakukan apa," jawab Rumi.
"Aku pegang hp aja baru sekarang, Rum," ucap Adisatya.
Kening Rumi mengkerut bingung, karena terakhir kali dia lihat WhatsApp Adisatya sempat aktif beberapa saat lalu. "Bohong ... tadi aku liat last seen-mu aja jam 3 sore. Harusnya jam segitu kamu ngabarin aku juga," cibir Rumi.
"Aku aktif cuma buat chat manager restoran cabang, Rum. Setelahnya aku udah nggak pegang hp lagi. Tolonglah, jangan kekanakan. Kamu udah 25 tahun, loh. Udah bukan remaja 18 tahunan," ujar Adisatya menjelaskan.
Rumi berdecak. "Udahlah ... kamu emang nggak bisa ngertiin aku, Di. Capek aku, Di, dengan hubungan kita," ucapnya.
Ditempatnya, Adisatya mendengus. Selalu saja begini. Dirinyalah yang selalu disalahkan karena tidak bisa mengerti apa yang Rumi inginkan. Padahal menurut Adisatya, Rumilah yang tidak bisa mengerti dengan keadaan Adisatya.
"Aku juga capek Rumi harus selalu ngertiin kamu, sedangkan kamu nggak pernah ngertiin aku," jawab Adisatya.
Sesak menggerayangi hati Rumi saat mendengar ucapan Adisatya. Matanya terpejam, dan perlahan air matanya jatuh melewati pipinya yang putih.
Dengan hati yang sesak serta dongkol, Rumi lalu berkata dengan bibir yang gemetar, "Kita sampai sini aja, Adi. Kita nggak pernah sejalan."
Rumi tidak mendapat jawaban dari Adisatya selama 1 menit. Lalu kemudian Adisatya menjawab, "Ya, kita sampai sini aja, Rumi."
Rumi menurunkan tangannya yang memegang smartphone. Dia kemudian menekan tombol yang akan membuat teleponnya terputus dengan Adisatya. Rumi lalu bangkit dari duduknya dan membawa semua barang kepunyaannya kemudian berlalu pergi dengan air mata yang turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang (Tidak) Pernah Ada
ChickLitKata apa yang bisa mengungkapkan sebagaimana sakitnya hati Rumi saat kekasih yang dia pikir akan sampai ke pelaminan malah berujung berpisah hanya karena waktu yang tak tepat. Rumi seringkali berpikir bahwa seharusnya dia masih bisa bersama Adisatya...