20.

1.1K 152 14
                                    

..

Total 4 anak dengan 1 pria tua menunduk di hadapan Pangeran. Tanpa tahu apa yang akan di sebutkan.

1 Anak laki bernama Ilyan, baru menginjak umur 11 tahun. Ah itu mengejutkan karna tingginya melebihi Mavery yang hampir menginjak umur ke 14-nya.

Mave duduk dengan santai di hadapan mereka. Menguap setelah merasa terlalu bosan mendengarkan mereka tengah menjelaskan apa yang Mavery tanyakan. "__kami sedikit , hanya sedikit mengambil dari mereka. Dan itu untuk para anak kecil ini."

Mavery menggaruk dagunya. Melirik pria dengan sandangan nama Ranaj itu. "Kamu pikir saya percaya?"

Ranaj tersentak dan kebingungan, jawaban apa yang masuk akal dan akan di terima oleh Mavery nantinya. Genting dan buntu pikirannya karna di tidak mengira akan di tangkap di area tempatnya biasa beroperasi.

"Berapa banyak kalian makan, di hitung perhari?"

Para anak-anak itu terdiam sebentar. Lalu si paling besar berujar dengan pelan. "Siang makan roti, dan malamnya kami makan kentang."

"Berapa banyak yang kalian dapatkan?"

"1 roti dan 1 buah kentang."

Mevery melirik Ranaj sinis. Sebagai gantinya. Mavery kembali melemparkan pertanyaan. "Apa kalian tidak makan daging?"

Nara. Menjawabnya dengan sedih. "Kami makan daging__ 1 tahun sekali."

"Daging apa?" Ilyan melirik Nara dengan ragu. "Itu __kelinci liar."

Helaan nafas kasar Mavery membuat Ranaj bersiaga. Benar saja tak berapa lama, kepalanya di pukul dengan keras. "Ranaj, kamu bilang makanan dan barang berharga itu untuk mereka. Lalu kenapa mereka malah memakan daging liar."

Mavery naik ke atas meja. Para pengawal dan seluruh orang di dalamnya panik dan khawatir akan Mavery.

Anak itu kembali memukul kepala Ranaj dengan gulungan buku. "Cok! Kon ya! Ngibul hah!? Ngibul kau hah?!"

Terus memukul dan memaki hingga Ranaj terus menutupi kepalanya karna sudah mulai terasa pening dan sakit.

Hingga satu pengawalnya menahan Mavery. "Pangeran, mohon bersabar, kita turun dulu."

Mavery meliriknya. Berakhir mengikuti saran pengawalnya, mengangkat kedua tangannya untuk di gendong, dan di tempatkan lagi di atas kursinya.

Kegiatan itu hanya membuat mereka semua geleng kepala. Mengherankan.

Mavery menyandarkan kepalanya pada bantalan kursi. "Panggil mentri Hargum. Tanyakan padanya. Hukuman apa yang cocok bagi penipu sepertinya."

..

Mavery melirik Orlo sinis. Heran dengan tingkah gila anak itu, Mavery membiarkan Orlo terus menyuarakan omong kosong di hadapannya dan para mentri.

"Saya mengatakan kebenaran, karna pada dasarnya, Mavery sama sekali tak mengerti apa yang tengah dia lakukan."

Para mentri menghela nafas. Melihat Orlo yang percaya diri terus melontarkan banyaknya ujaran-ujaran bertolak belakang dari bukti-bukti yang sudah Pangeran sendiri bawa.

Hargum mengangkat tangan untuk menyela. "Izin yang mulia, jika anda yakin dengan opini anda, mengapa tidak sekalian membawa bukti untuk keputusan agar bisa di dapatkan lebih cepat?"

Orlo terlihat tersinggung. Menunjuk Hargum dengan jari telunjuknya. Hal-hal seperti ini hanya bisa di lakukan oleh para bangswan dengan kedudukan tinggi, atau para anggota kerajaan yang sudah terbukti akan di lantik nantinya.

Mavery menyikut perut mentri Simon yang ada di sampingnya. Menjadi pendampingnya. "Masa istana segede ini ngga ada cangkul?"

Simon mengernyit. "Cangkul? __untuk apa?" Heran akan pertanyaan dari Pangeran kecil di sampingnya.

Azura menunjuk Orlo dengan dagunya. "Tuh. Si orlo di cangkul aja kepalanya. Biar kita bisa liat itu kepala adanya otak apa nugget."

Simon masih kebingungan. Menanggapi pusing, tak menanggapi dianya bisa terjungking. Edan.

"Atau ngga kasihin ternak warga aja, biar sekalian di makan cacing. __nyebelin banget tu cacing kremi."

Simon yang tak kunjung paham akhirnya terdiam. Cukup lama dan tiba-tiba terdengar suara nyaring dari luar ruangan.

Seperti teriakan, namun tertahan. Hingga makin lama terdengar suara tapak kaki yang berlari, makin kencang seolah jalanan tengah di guncang.

"Bahaya! Semuanya! berlindung!"

Mavery yang memiliki kesadaran penuh segera membungkuk. Pelototan matanya yang kini teralih melirik ke dinding belakang tempatnya duduk.

__taring?

Taring yang amat besar, seperti taring gajah, namun terlihat sedikit lebih tipis, dan mengkilat, tajam dan sepertinya amat berat.

Lalu pandangannya beralih pada tubuh Simon yang tengah memeluknya.avery berbisik. "Simon, lepaskan aku."

Simon memiliki dedikasi yang tinggi pada kerajaan, tidak apa dia mati asal tidak dengan Pangeran-nya.

Tak kunjung merasakan pelukan yang mengendur, Mavery pun mendongak. Matanya kembali melebar sesaat setelah melihat senjata kembali terbang dan menebas tangan kanan Simon.

Nafas Mavery yang tertahan di kerongkonan membuatnya terpaku, melihat suasana menjadi kacau. Keadaan rumit yang bahkan Mavery sendiri tak tahu apa penyebabnya.

Simon terlihat amat kesakitan, hingga Mavery tanpa pikir panjang mengangkat tangannya dan menarik seluruh tubuh Simon yang kini terkulai lemas di pengkuan Mavery.

"Pange__ran, maafkan saya__ tak-"

"Berisik!" Mavery mengatur nafasnya. Setetes keringat darinya yang sudah pucat itu membuat Simon penasaran, apa yang tengah di lakukan Pangeran padanya. "Simon, tolong tutup mulutmu, dan jangan berteriak."

Menghindari banyak pertanyaan, ketika suara sorak teriak di ruangan itu makin membuat suasana makin menengangkan. Mavery menyumpal mulut Simon dengan sobekan baju yang baru saja ia tarik.

Menekan bekas tebasan lengan Simon. Mavery merapalkan mantra. "smuftermis__ green __green. All i need is green. Please becoming green."

Matanya kembali memancarkan warna hijau. Dengan cahaya bergradasi warna putih cerah. Simon melotot kagum. Melupakan rasa sakitnya hingga ia terkejut dan wajahnya memerah.

Rasa sakit seolah tulangnya telah di tarik dengan begitu kuat, Simon merasa akan mati sebentar lagi. Dia jadi berfikir, apakah ini adalah akhir hayatnya? Tak bisakah ia hidup lebih lama lagi?

Hingga rasa sakit itu terus nenyiksanya, mengabaikan rasa menggelitik. Simon memejamkan mata dengan erat. Memohon doa semoga di masukkan ke surga.

Meski tak sia-sia, sepertinya pengabulan doanya harus di tunda dulu.

Kelopaknya terbuka. Rasa nyeri di lengannya menghilanh selaras dengan keheranannya, melihat tangan yang sudah menyambung kembali seperti semula. Hanya darah kering dan baju yang hilang di bagian lengannya saja.

Lalu ia mendongak, melihat Mavery yang tertawa.

"Namamu itu sebenernya lebih cocok di panggil sumon, dari pada simon."

Dan saat itu juga, sang pangeran ya g berusaha ia lindungi, malah terjatuh dengan keras, beserta darah yang keluar dari mulut, hidung dan telinganya.


..


Pasti pada kangen aku kyannnn🫢

Bloviate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang