twenty two

359 24 4
                                    

Hari demi hari
kita mencari dan mengumpulkan puing-puing jawaban, menyaring makna pada aliran takdir di dalam baik-buruk sebuah keadaan.

**

Ternyata kalimat 'sama kamu sakit tapi kalau nggak sama kamu lebih sakit.” itu hanya alibi.

Alibi bahwa kamu memang ingin bersamanya.

Padahal nyatanya, kamu bisa dengan tegas memilih 'bertahan atau melepaskan'.

Karena keduanya memiliki rasa yang sama-sama sakit.

Itu kalimat yang pernah Lana baca disalah satu buku.

Tidak sangka Lana akan merasakannya sekarang, 'bertahan atau melepaskan'.

Keduanya memiliki resiko yang sama-sama sakit.

“Lana waktunya makan siang sayang, cepat kemari.” teriak ibunya dari dalam rumah, membuat Lana langsung menutup buku yang sudah selesai dibacanya lalu bangkit dari duduknya dari ayunan bawah pohon pinus dibelakang rumahnya.

“Iya aku datang..” Lana begitu riang dan sudah tidak terlihat kesedihan lagi diwajahnya yang polos itu.

“Duduklah, makan yang banyak.” ucap ibunya menarik kursi untuk Lana duduki.

Lana melihat banyak makanan yang tertata rapi diatas meja, ibunya selalu memasak sebanyak itu semenjak tujuh bulan yang lalu ada Lana menumpang.

Apa Lana pantas dikatakan menumpang dirumah orangtuanya sendiri?

Tapi untungnya, Lana masih mempunyai uang untuk makan dan untuk diberikan pada ibunya. Meskipun itu adalah uang pemberian Arman dari dari kartu ATM yang pernah diberikan padanya, Lana merasa bersyukur.

“Ibu.. apa ayah masih bekerja di toko sepatu milik kakek?” tanya Lana, dengan suara yang kecil tapi masih didengar jelas oleh ibunya.

“Ya, ayahmu masih bekerja disana, kau belum tahu ya? Sekarang toko sepatu milik kakekmu itu sudah menjadi butik baju, meskipun masih kecil-kecilan.” jawab ibunya.

“Begitu ya.. apa kakek juga masih memilik butik itu?” tanya Lana, penasaran.

“Separuh tempat itu milik Bibi Anjani sekarang, separuhnya lagi masih milik kakek.” jawab ibunya.

“Bibi Anjani adalah adik ayah, sekarang Bibi sudah memiliki butik? Aku terkesan.” ucap Lana dalam hati.

“Makan Lana, jangan diaduk terus,”

Lana tersentak karena melamun sambil mengaduk makanan.

“Oh maaf..”

Lana pun makan dengan lahap dan banyak, karena saat ini tengah berbadan dua, Lana jadi sering lapar dan ingin makan terus. Ya ampun.

Setelah selesai makan siang, Lana kembali duduk diatas ayunan tempat yang sangat disukainya dulu, sekarang pun begitu.

“Dulu kak Dana selalu main hujan-hujanan disini sama aku,” lirihnya, “Aku kangen sama kakak, tiba-tiba aku ingin bermimpi bertemu sama kak Dana lagi seperti waktu itu.”

Lana mengusap perutnya yang buncit, ketika Lana mengusapnya, Lana merasakan gerakan-gerakan seperti tendangan-tendangan yang dilakukan oleh buah hatinya.

“Anakku, kam sangat lincah, apa kau sedang bermain bola disana?” tanya Lana pada buah hatinya dengan senyuman yang mengembang sempurna.

'Perempuan atau laki-laki yang penting sehat' ucap ibunya, saat itu Lana bertanya ingin bayi perempuan atau laki-laki, dan ibunya menjawab seperti itu.

Jauh di lubuk hati, sebenarnya Lana mengharapkan bayi laki-laki yang sehat.

Lana tersenyum kembali saat merasakan tendangan itu terasa dari perutnya.

Only MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang