- Prolog -

15 2 0
                                    

Note 📝: Ceritanya aku rombak ulang yaa. Mungkin akan cukup berbeda dari jalan cerita sebelumnya. Enjoyy guyss.








Dalam siklus kehidupan manusia, hidup bagaikan roda yang berputar. Ada kala masa kita dibawah, ada kalanya kita tersenyum bahagia di atas. Dua hal itu adalah selalu menyertai kehidupan manusia di muka bumi ini.

Dari milyaran penghuni bumi, semua orang merasakan hal tersebut. Bahkan yang paling kaya dan makmur sekalipun. Begitupun dengan yang paling miskin sekalipun.

Hal itu lah yang selalu di anut oleh pemuda remaja berusia 18 tahun ini. Pemuda yang tengah menatap beberapa orang pengunjung pantai Lesmana di sore hari ini.

Namanya Cakrawala Rategar Kusuma. Dia hanya pemuda biasa seperti kebanyakan. Tidak ada yang istimewa dalam dirinya. Kegiatannya di kala minggu sore adalah pergi ke pantai untuk menenangkan isi kepala yang ruwet selama 6 hari ia menjalani hari normalnya.

"Senjanya cantik," gumam Cakrawala begitu melihat langit sore mulai kembali ke peranduannya.

Brukk!

Atensi Cakrawala yang tadinya memandang sunset teralihkan oleh suara jatuh diiringi ringisan seseorang.

Dilihatnya seorang gadis remaja seusianya tengah mencoba bangkit dari jatuhnya setelah tersandung akar pohon kelapa yang mencuat ke atas.

"Awas!" peringat Cakrawala kala melihat sebuah akar tajam yang siap menggores pergelangan kaki gadis itu disaat gadis tersebut hendak berdiri.

Tapi nyatanya peringatan Cakrawala sedikit lambat dari pergerakan bangkit gadis tersebut. Sejurus, pergelangan kaki gadis itu tergores akar yang cukup tajam itu hingga sampai mengeluarkan darah segar.

Ringisan gadis itu bertambah kala perih yang ia rasakan di bagian kakinya.

Cakrawala refleks berdiri menghampiri gadis tersebut yang tak jauh darinya.

"Lo gapapa? Tadikan udah gue peringatin," ingat Cakrawala sembari memandang ngilu kaki yang terus mengeluarkan darah itu.

Gadis tersebut memandang Cakrawala heran. Mana ia tau juga kalau ada akar pohon setajam itu. Baru saja ia akan membela diri, pemuda di hadapannya itu langsung memotong ucapannya.

"Awas jangan gerak dulu. Lukanya bisa kena pasir."

Entah mengapa kepedulian Cakrawala sedang tinggi, ia merogoh sesuatu di saku celananya mengambil sebuah saputangan abu dan berjongkok membalut luka gadis itu untuk sementara agar tak terkena pasir.

"Eh?" bahkan gadis itu sendiri kaget. Mereka tak saling mengenal tapi pemuda didepannya itu tanpa ragu menolongnya.

"Gapapa kok ini. Nanti bisa gue balut dirumah," ucap gadis itu dengan nada tak enakan.

Cakrawala hanya diam sambil mengikat pelan saputangannya itu.

"Lukanya bisa kena pasir. Nanti makin infeksi," ujarnya begitu selesai membalut luka tersebut dan kembali berdiri.

Gadis itu memandang ke bawah melihat kakinya. Balutan pemuda itu cukup rapi.

"M-makasih kalo gitu." ucapnya terbata.

Cakrawala hanya mengangguk. "Lain kali hati-hati."

Gadis itu mengangguk. Belum sempat ia menanyakan nama pemuda itu, sebuah suara mengalihkan atensinya.

"Njaa, astaga. Gue cari-cari ternyata lo disini. Jauh amat motoin sunsetnya." teriak seorang gadis seusianya.

Gadis yang dipanggil Nja itu hanya menyengir kikuk mendengar sungutan sahabatnya itu.

"Sorry."

Gadis yang tadi berteriak itu beralih pandang melihat Cakrawala.

"Lo kenal?" bisiknya pada sahabatnya.

Gadis yang tadi di tolong Cakrawala melihat Cakrawala yang juga tengah menatap mereka berdua. Ia lantas menggeleng.

"Tadi gue jatuh trus di tolong dia," jelas gadis itu.

"What?! Kok lo bisa jatuh??"

"Iya tadi gak sengaja kesandung akar pohon." tunjuknya pada sebuah akar pohon.

Sahabat gadis itu hanya bisa menggeleng tak habis pikir.

"Mama gue udah nelpon nih nanyain kapan kita balik,"

"Ohh iya ya ini udah sore banget," gadis tersebut lantas menoleh pada Cakrawala yang berbalik untuk kembali ke tempatnya.

"Eh tunggu. Saputangannya gimana?"

Cakrawala melihat saputangannya sejenak.

"Lo bisa balikin kalau kita ketemu lagi." ucap pemuda itu.

Gadis tersebut mengeritkan kening bingung.

"Emangnya kita bisa ketemu lagi?"

Cakrawala hanya menaikkan bahu tanda tak tau.

"Mungkin aja. Kalau gak terjadi, saputangannya bisa jadi milik lo."

Ponsel sahabat gadis itu kembali berbunyi.

"Njaa, ayoo. Mama nelpon gue lagi nih," kali ini dengan menarik-narik tangannya sahabatnya.

Gadis tersebut menoleh cepat.

"Iya Ko, kita pulang sekarang"

Ia kemudian menoleh menatap Cakrawala lagi.

"Sekali lagi makasih yaa. Nanti gue cuci saputangannya dan kalau kita ketemu lagi, gue balikin." lanjutnya.

Cakrawala hanya mengangguk. Kedua gadis itu lantas berjalan pergi. Lebih tepatnya sahabat gadis itu yang menarik cepat gadis tersebut untuk cepat pulang.

"Eh Ko, gue belum tau nama diaaa," celetuk gadis tersebut saat mereka sudah lumayan jauh.

Ia lantas menoleh dan berteriak, "NAMA GUE SENJAA. INGET YAA. SENJAA. SEMOGA KITA BISA KETEMU LAGIII."

Cakrawala yang berdiri membelakangi mereka terdiam sesaat mendengar teriakan gadis itu.

"Senja?" batinnya. Ia lantas mendongak menatap langit sore.

"Mirip sama yang gue liat sekarang."

to be continue

Senja bersama Cakrawala [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang