INTRODUCTION

1.9K 94 3
                                    


__________________________________________
Shani Indira berdiri di depan cermin kamarnya yang besar, menatap bayangan dirinya yang terpampang jelas di sana. Wanita berusia 25 tahun itu baru saja menyelesaikan S2 di luar negeri dengan predikat cum laude. Wajahnya yang cantik dan sempurna, dengan kulit sehalus porselen dan mata cokelat yang menawan, sering kali membuat banyak orang terpesona. Namun, di balik penampilannya yang bagaikan bidadari, ada sifat perfeksionis dan ambisi yang menggerakkan setiap langkah hidupnya.

Hari itu, Shani baru saja pulang dari perjalanan panjang, dan saat ini sedang menikmati momen tenang di rumah mewah keluarganya di Jakarta. Keluarganya yang kaya raya dan terpandang sangat bangga atas pencapaiannya. Namun, kedamaian itu hanya bertahan sampai satu pertanyaan muncul dari bibir papanya.

"Shan, kan sudah lulus nih kuliahnya. Kapan nikahnya?" tanya Papa Shani tiba-tiba di ruang makan keluarga yang besar dan elegan.

Shani yang sedang menikmati sarapan langsung terdiam. Pertanyaan itu bagaikan petir di siang bolong, mengguncang seluruh pikirannya. Biasanya, Shani selalu kalem dan tenang dalam menghadapi masalah apapun. Namun, pertanyaan ini berhasil membuatnya kalang kabut dan uring-uringan.

"Papa, kenapa tiba-tiba nanya begitu?" jawab Shani dengan nada kaget dan sedikit gugup.

"Ya wajar lah, Shan. Papa sama Mama kan cuma pengen yang terbaik buat kamu. Umur kamu udah cukup, pendidikan udah selesai, sekarang saatnya mikirin masa depan keluarga," kata Papa Shani dengan senyum hangat.

Shani hanya bisa terdiam. Meskipun ia adalah wanita yang kuat dan mandiri, urusan pernikahan selalu menjadi topik yang membuatnya merasa tertekan. Dia tidak pernah punya waktu untuk berpikir tentang hubungan romantis, apalagi menikah. Fokus hidupnya selama ini adalah pendidikan dan karier. Pikiran tentang pernikahan terasa sangat jauh dari jangkauannya.

Saat sarapan selesai, Shani buru-buru kembali ke kamarnya. Dia butuh waktu untuk berpikir. Di sana, dia mengambil ponsel dan mulai mengetik pesan kepada sahabatnya, Gracia.

---

**Shani:** "Gre, gue butuh ngobrol sekarang."

**Gracia:** "Waduh, ada apa Shan? Lo kayak panik banget."

**Shani:** "Papa tadi nanya soal pernikahan. Gue nggak tau harus jawab apa."

**Gracia:** "Seriusan? Wah, itu sih udah darurat namanya. Kita ketemuan aja yuk, gue ke rumah lo sekarang."

---

Setengah jam kemudian, Gracia tiba di rumah Shani. Gracia, atau sering dipanggil Gre, adalah sahabat Shani sejak kecil. Berbeda dengan Shani yang perfeksionis dan cenderung serius, Gracia adalah wanita yang ceria, suka bergosip, dan selalu punya cara untuk membuat suasana menjadi lebih ringan. Mereka duduk di teras belakang rumah Shani yang tenang, dikelilingi oleh taman indah yang menenangkan.

"Jadi gimana nih ceritanya?" tanya Gracia sambil menyesap minumannya.

Shani menghela napas panjang. "Papa tadi nanya kapan gue nikah. Gue bener-bener nggak siap sama pertanyaan itu, Gre. Gue nggak pernah mikirin soal nikah, gue cuma fokus sama karier dan semua hal yang udah gue rencanain."

Gracia tertawa kecil. "Wah, lo emang kebangetan perfeksionisnya, Shan. Tapi ya, gue ngerti sih. Mungkin ini saatnya lo mulai mikirin juga soal itu."

Shani mengerutkan kening. "Tapi gimana caranya, Gre? Gue bahkan nggak punya pacar, dan gue nggak mau asal nikah sama orang yang nggak gue kenal atau nggak gue cintai."

Gracia terlihat berpikir sejenak, lalu senyum liciknya muncul. "Gue punya ide gila, Shan. Gimana kalo lo kawin kontrak aja?"

CERITA DIBALIK KONTRAK (GITSHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang