Dear Bagas: Dua Puluh Dua

117 22 57
                                    

Gak ada anak yang meminta dilahirkan. Pun gak semua orang tua siap jadi orang tua, tapi tiap anak punya hak untuk hidup, dan tiap orang tua bisa belajar bagaimana cara untuk menjadi orang tua.

dear bagas: ayo balikan!

***

022. It's just a bad day, not a bad life, right?

Dari kejauhan Bagas menatap kumpulan Ibu-Ibu di depan rumah Feli, jarak mereka sekitar lima meter. Saat motornya telah terparkir di depan rumah sang mantan, barulah dia sadar kenapa Ibu-Ibu itu berkumpul.

Suara bantingan juga teriakan terdengar jelas ketika Bagas melepaskan helmnya, dengan langkah seribu, lelaki jangkung itu langsung menghampiri rumah sederhana tersebut. Jantungnya berpacu kencang, apalagi saat mendengar suara lengkingan dari sang gadis.

"Eh, Dek! Mau ngapain? Jangan ke situ, jangan ikut campur!" tegur salah seorang Ibu-Ibu berkacamata.

Bagas refleks menoleh, namun dia tak peduli dan tetap melangkahkan kaki hingga akhirnya sampai di hadapan pintu kayu yang sudah terlihat usang. Tangannya hendak meraih handle pintu, namun ternyata seseorang sudah membukanya dari dalam. Di saat itulah, dia melihat wajah penuh ketakutan dari Feli, dan dengan waktu yang sangat cepat, tubuh gadis itu ambruk dalam pelukannya.

"Ya Allah! Feli!"

"Astagfirullah! Buk, ayo panggil Pak RT Buk, panggil!"

"Ya Allah Gusti, tolong! Tolong!"

Suara teriakan dari para Ibu-Ibu juga beberapa tetangga yang keluar dari rumah membuat Bayu segera melarikan diri melalui pintu belakang, sedangkan Bagas tampak masih syok melihat kondisi Feli.

"F-fel ...." Bagas menatap pisau yang masih tertancap di pinggang Feli, gadis itu tampak meringis dengan wajah pucat dan berkeringat.

Bagas lantas mencoba fokus dan sadar, satu tangannya menyangga punggung Feli, dan dengan segera satu tangannya yang bebas mengambil ponsel dari saku celana lantas menekan tombol 119. Suaranya bergetar saat memberitahu mengenai apa yang terjadi pada Feli juga lokasi kejadian. Setelahnya, Bagas menelpon sang Papa untuk meminta bantuan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

"Fel, bertahan, oke? B-bentar lagi ambulans dateng," ucap Bagas mencoba tenang, dia lantas menarik ujung tangan hoodie-nya hingga menjadi melar, kemudian menekan luka Feli agar darahnya tak keluar.

Feli meringis kesakitan, dia mencengkram lengan Bagas dengan kencang. Sementara itu, para warga berdatangan untuk melihat kondisi Feli. Saat Pak RT bersama dua orang warga masuk ke dalam rumah, suara teriakan langsung terdengar ketika mereka mendapati mayat dari Nirmala yang tampak mengenaskan.

"Astagfirullah! Ibu Nirmala!"

—🦋🌻

Sampai di rumah sakit, Feli langsung dibawa ke IGD dan ditangani oleh tim medis yang dipimpin dokter gawat darurat. Feli tampak pucat dan terengah-engah, mimik wajahnya mencerminkan rasa sakit dan kecemasan. Selagi mendapatkan penanganan, gadis itu tetap membuka matanya dengan pipi yang basah karena menangis.

Bagas sendiri menunggu di luar dengan cemas, tangan dan pakaiannya terdapat darah Feli. Dalam hati dia terus berdoa untuk keselamatan gadis itu. Fel, gue mau lo bertahan dan kita mulai lagi semuanya dari awal.

"Bagas!"

Bagas yang berdiri di depan ruang IGD langsung menoleh ketika suara sang Mama terdengar. "Ma!" serunya.

"Kamu gak kenapa-napa, 'kan?" Nadya bertanya seraya menangkup wajah Bagas, mimik wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Bagas oke, t-tapi Feli enggak. D-dia kena luka tusuk," jelas Bagas dengan suara yang sedikit bergetar.

"Ini, kamu minum dulu, ya. Muka kamu pucet banget, kamu pasti syok," ucap Nadya seraya memberikan sebotol air mineral, kemudian menyuruh Bagas untuk duduk di kursi tunggu, "Habis ini ke toilet dan bersihin baju kamu, Mama udah bawa baju ganti."

Bagas mengambil botol yang Nadya sodorkan lantas meminumnya sampai setengah. "Papa mana?"

"Papa lagi ngobrol sama polisi," jawab Nadya, "Ngomong-ngomong, Mama udah telepon wali kelas kamu dan minta izin gak masuk sekolah dulu."

Bagas menatap mamanya dengan penyesalan. "Maaf, Ma."

Nadya tersenyum tipis. "Gak apa-apa, seenggaknya Feli ditolong sama orang yang tepat," ucapnya, "Ya udah, kamu ganti baju dulu sana."

Bagas menatap sang Mama, kemudian memeluknya. Bagas tak mengatakan apa pun, begitu juga dengan Nadya, wanita paruh baya itu mengusap-usap punggung sang putra yang sedikit bergetar, lantas ia kembali menyuruh Bagas berganti baju dengan suara lembut.

"Bagas ke toilet dulu," kata Bagas setelah tadi mengusap sudut matanya yang berair.

—🦋🌻

Feli sudah dipindahkan ke ruang rawat, Bagas bersyukur pisau itu tak mengenai organ dalamnya. Jadi, tak perlu ada operasi maupun perawatan intensif. Feli selamat, gadis itu masih hidup. Kini Bagas sedang berada di ruang interogasi untuk menjadi saksi, di sebelahnya ada Arga selaku pengacara Feli juga pendampingnya.

"Saya memahami bahwa prosedur hukum mengharuskan otopsi dilakukan dalam kasus ini, namun saya ingin menegaskan bahwa putri korban menolak tindakan tersebut. Penyebab kematian sudah jelas, dan kami meminta penghormatan terhadap keputusan keluarga," ucap Arga.

"Kami memahami keinginan keluarga, namun otopsi diperlukan untuk kepentingan penyelidikan. Apakah ada alasan khusus yang bisa dijadikan dasar penolakan otopsi?" balas petugas polisi itu seraya menatap Arga.

"Putri korban yang juga pewaris sah, sangat yakin bahwa otopsi tidak diperlukan dan menginginkan jenazah ibunya dibawa pulang untuk segera dimakamkan dengan penghormatan. Kami meminta agar keputusan keluarga dihormati," kata Arga dengan tegas.

Arga juga petugas polisi itu terus berdiskusi mengenai langkah-langkah yang harus diambil selanjutnya. Sementara itu, Bagas kembali mengingat kejadian di rumah sakit tadi, saat Arga bertanya pada Feli, apakah dia menyetujui tindakan otopsi pada ibunya dan gadis itu menggeleng.

Dari tatapan matanya, Bagas bisa merasakan rasa sakit yang Feli derita. Ada sedikit rasa penyesalan dalam benak Bagas, akan kenapa dia tak pergi ke rumah Feli malam itu? Mungkin kejadian pagi tadi tidak akan terjadi bukan? Feli dan ibunya akan baik-baik saja.

Apalagi mengingat fakta bahwa Bayu Wardhana belum ditemukan. Pria tua itu melarikan diri dan pihak berwajib masih mencarinya sampai detik ini. Hati Bagas tidak tenang meninggalkan Feli di rumah sakit, jika pria tua itu tak segera ditemukan, bagaimana jika dia mendatangi rumah sakit dan kembali menyerang Feli? Meski  kemungkinannya sangat kecil, tapi Bagas tetap merasa khawatir.

"Bagas," tegur Arga seraya menepuk bahu sang putra, "Ayo, pulang."

Bagas sedikit terkejut, dia menatap Arga kemudian mengangguk. Mereka pun pamit pergi meninggalkan kantor polisi, dengan Bagas yang tampak lesu.

"Pa, pelakunya bakal ketangkep, ‘kan?" Bagas menatap Arga yang tengah mengendarai mobilnya.

"Tentu, kita percayakan sama pihak yang berwenang, dia pasti ditangkap," jawab Arga dengan yakin.

"Terus ... gimana sama nasib Feli, Pa?"

—🦋🌻

1 bab lagi tamat.

Dear Bagas: Ayo Balikan! 2023 ✓ | PROSES TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang