13

144 11 3
                                    

Jeongwoo menjadi lebih sibuk akhir-akhir ini karena tanggung jawab yang harus dia emban sebagai pemimpin cabang baru yang telah Hyun woo bentuk. Dia telah mengumpulkan aliansi lebih banyak dan menempatkan mereka tepat di bawah kakinya. Obat-obatan yang mereka produksi serta produk-produk yang mereka jual memiliki banyak sekali peminat sehingga aliran dana mereka sudah hampir mendekati separuh pendanaan dari perusahaan utama Hyun Woo. Tidak banyak kendala selain protes tentang betapa terlalu muda umurnya untuk mengambil keuntungan itu. Dia tidak menerima protes sehingga dia membungkam mereka dengan cara yang sangat efektif. Dia melakukannya dengan sangat sempurna.

Sejauh ini semua benar-benar sesuai keinginannya. Pertengkaran kecil dengan Yedam, tahanan yang kabur, dia bahkan bisa menebak semua gerak-gerik Hyun Woo. Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan semua akan selesai.

Ia terkekeh kecil tanpa sadar, membuat suasana di ruang makan itu menjadi sunyi seketika. Dia lupa bahwa mereka tengah melaksanakan pertemuan formal dengan para tetua yang patuh dan kepala aliansi. Astaga, harusnya dia sedikit mengendalikan perasaan nya yang gila ini.

"Apa? Lanjutkan ocehan penuh busa kalian. Jangan hiraukan aku."

Mereka semua menjadi sangat tegang dan segera mengalihkan pandangan dari anak muda itu dan memilih melanjutkan obrolan mereka dengan lebih pelan, tidak mau menarik perhatian dan membuat keributan. Entah apapun yang dipikirkan Jeongwoo, mereka tidak akan mau tau dan tak peduli.

"Jangan menjadi gila sekarang. Jika tidak berniat melakukan apapun di sini, kau tidak perlu datang, kan?"

Jihoon memang benar-benar terlalu berani. Dia mengatakan itu dengan nada mengejek dan membuat salah satu pria tua di sebelahnya banjir oleh keringat.

Jeongwoo menaikkan sebelah alisnya dan tampak berpikir, tidak merasa tersinggung dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jihoon. "Benar, aku bisa bersama hyungku seharian," dia menyeringai sambil menangkup wajahnya dengan satu tangan. "Tapi kita jadi tidak bisa berjalan di bawah hidung pria itu, bukan?"

Jihoon memutar matanya sementara Haruto menggelengkan kepalanya. "Padahal ada banyak cara, tuh. Kau yakin tidak marah membiarkan kakak tercintamu itu terus-terusan bersama cowok kelinci itu?"

"Siapa yang tidak marah?" Ucapan dingin itu kembali membuat ruangan menjadi sunyi senyap dan terasa lebih kelam. Sepertinya pembicaraan itu tidak akan pernah menjadi biasa bagi mereka semua.

"Jika bukan karena rencana itu, siapapun itu tidak akan berakhir dengan baik. Aku adalah pemburu. Hierarki ini tidak akan menyelamatkan mereka." Matanya berkilat tajam. Benar-benar seperti serigala yang tengah lapar di tengah perburuan.

"Benar."

.

.

.

.

.

Sudah satu Minggu berlalu. Doyoung sudah keluar dari rumah sakit beberapa hari  sebelumnya. Mereka berdua jadi lebih sering bertemu untuk membahas tentang rencana mereka. Di sisi lain, Yedam mencoba berbaikan dengan Jeongwoo. Meskipun mereka sudah saling meminta maaf, dia masih merasa canggung. Untungnya, Jeongwoo selalu bisa mencairkan suasana dan membuat dia nyaman untuk terus berinteraksi.

Dan meskipun hal itu terasa sedikit menenangkan, pikirannya masih terpecah belah. Jeongwoo akan segera masuk universitas dalam beberapa Minggu. Untuk uang semester pertama memang sudah dia bayar, tapi dia khawatir untuk kedepannya karena dia masih belum mendapat pekerjaan apapun. Bahkan di toko kecil sekalipun, tidak ada yang menerimanya. Itu membuatnya semakin gelisah dan merasa tak berguna. Jeongwoo pernah memberikan saran pribadinya untuk tidak melanjutkan pendidikan dan hanya bekerja saja, tapi Yedam menolak keras hal itu dan menyuruh Jeongwoo fokus pada pendidikannya karena itu tanggung jawabnya.

Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang