DUA PULUH LIMA

888 18 0
                                    

Happy Reading 🤍

Semenjak bersama Keenan, Zeandra tidak pernah lagi meluangkan waktu untuk dirinya sendiri. Sekarang, dunianya hanya untuk Keenan. Seperti saat ini, sepulang bekerja, Zeandra mampir sebentar untuk membeli ice cream. Setelah itu, ia pulang ke apartemen untuk menghabiskan waktu bersama Keenan.

"Hallo, selamat malam," ucap Zeandra saat baru masuk ke pintu unit apartemennya.

"Mama!" ucap Keenan antusias sambil berlari ke arah Zeandra.

"Mama bawa ice cream," kata Zeandra sambil tersenyum.

Keenan melompat-lompat kegirangan dan segera memegang tangan Zeandra. Mereka berjalan bersama menuju ruang keluarga, sambil mengobrol dan tertawa.

Mereka duduk di sofa, sambil menikmati ice cream yang dibawa Zeandra. Zeandra merasa bahagia melihat senyum Keenan yang tak terbendung dan mendengar suara riangnya.

"Naan udah makan belum?" tanya Zeandra pada Keenan.

"Udah," ucap Keenan singkat sambil melanjutkan makan ice cream.

"Suster udah makan juga?" tanya Zeandra pada Suster Ida yang sedang membereskan mainan Keenan yang berserakan di lantai.

"Oh, saya sudah, Bu," ucap Suster Ida.

"Oh, yaudah kalau gitu, Naan, Mama mau beli makan dulu ke Lengkong, boleh ya?" tanya Zeandra pada Keenan meminta persetujuan.

"Boleh," jawab Keenan antusias.

"Yaudah, kalau gitu, Mama ganti baju dulu ya," ucap Zeandra sambil berjalan menuju kamarnya.

Zeandra pun berganti baju dengan yang lebih santai. Dia memakai celana panjang berwarna hitam yang agak longgar dengan atasan kaos putih lengan pendek. Cardigan rajut berwarna hitam juga ia balutkan untuk melengkapi penampilannya. Ia merapikan rambutnya agar terlihat lebih rapi. Melihat penampilan Zeandra, siapa yang akan mengira bahwa dia sudah memiliki anak? Tentu tidak akan ada yang mengira demikian, apalagi dengan usianya yang baru menginjak 23 tahun.

Sesampainya di Lengkong Food Street, Zeandra memutuskan untuk hanya membeli makanan untuk dirinya sendiri, karena Keenan dan Suster Ida sudah makan. Setelah selesai membeli makanan, ia mampir sebentar ke mini market yang ada di bawah apartemennya untuk membeli beberapa cemilan untuk Keenan. Saat ia sedang memasukkan beberapa cemilan ke dalam keranjang, ia dikejutkan oleh seseorang di samping.

"Banyak banget beli cemilannya" ucap seorang laki-laki yang berada di sampingnya.

"Oh iya, buat stok," ucap Zeandra sambil tersenyum, lalu ia melanjutkan memilih cemilan untuk Keenan.

"Wildan," ucap laki-laki itu mengulurkan tangannya, mencoba untuk menyapa Zeandra.

Zeandra hanya melirik sekilas tanpa menjabat tangannya, mempertahankan jarak yang sehat dalam pertemuan tersebut.

"Zeandra," ucap Zeandra singkat, memberitahu namanya.

Zeandra merasa agak terganggu dengan interaksi semacam ini, tetapi dia mencoba untuk tetap menjaga keamanan dan batas-batas yang ada. Dia belajar untuk tidak terlalu terbuka dengan orang yang tidak dikenal, terutama di tempat-tempat umum seperti ini.

"Tinggal di GAA juga?" tanya laki-laki itu.

"Oh iya," ucap Zeandra singkat.

"Tower mana?" tanya pria itu lagi.

"Tower C," jawab Zeandra dengan singkat.

"Oh, masih satu tower sama aku. Gimana kalau pulang bareng?" tawar Wildan, berusaha mengajak Zeandra untuk pulang bersamanya.

"Oh, makasih, tapi aku buru-buru mau pulang sekarang," kata Zeandra dengan sopan menolak ajakan Wildan.

Zeandra merasa lebih baik menghindari hubungan yang terlalu dekat dengan orang asing. Meskipun Wildan tinggal di tower yang sama dengannya, Zeandra memilih untuk memprioritaskan keamanan dan kenyamanan dirinya sendiri.

"Oh, aku juga udah ko, cuma beli sabun aja," ucap Wildan, masih terus berusaha agar bisa pulang bersama Zeandra.

"Oh, yaudah kalau gitu," kata Zeandra singkat, mencoba mengakhiri percakapan tersebut.

Zeandra berjalan ke arah kasir dan diikuti oleh Wildan di belakangnya. Saat semua belanjaan Zeandra dijumlahkan dan dia mengeluarkan dompetnya, tiba-tiba Wildan mengeluarkan uangnya dan memberikannya kepada kasir, bersama dengan sabun mandi yang tadi ia beli.

Terkejut dengan tindakan itu, Zeandra merasakan kebingungan dan mencoba memahami niat Wildan. Namun, dia tidak nyaman dengan situasi yang semakin terasa seperti diawasi dan dijejali dengan perhatian yang terlalu berlebihan.

"Duh, enggak usah gitu deh, aku bisa bayar sendiri," ucap Zeandra dengan berusaha menjaga sikap sopan.

"Gapapa, anggep aja hadiah perkenalan kita," ucap Wildan.

"Aku gak enak, kita kan baru kenal," ucap Zeandra dengan rasa tidak nyaman.

"Santai aja, makanya. Gausah kaku," sambung Wildan.

"Yaudah, aku bayar aja ya," kata Zeandra mencoba menyelesaikan situasi.

"Gausah, aku ikhlas," balas Wildan dengan mantap.

"Jangan gitu dong, aku kan jadi gak enak," kata Zeandra mencoba untuk menegaskan keinginannya.

"Yaudah, kalau mau ganti, jangan pake uang," ucap Wildan dengan seakan-akan trik yang sudah sering digunakan oleh sebagian lelaki.

"Pake apa?" tanya Zeandra dengan hati-hati.

"Telaktir aku makan," kata Wildan dengan nada percaya diri.

Zeandra tahu apa yang Wildan coba lakukan, ini adalah trik klise yang sering digunakan oleh sebagian lelaki, bahkan tidak jarang dia menemui lelaki dengan trik serupa.

"Yaudah, kapan-kapan deh," ucap Zeandra mencoba menghindari tawaran tersebut.

"Aku minta nomer kamu, buat nanti tagih telaktirannya," tambah Wildan mendorong lebih jauh dengan meminta nomor telepon Zeandra.

Zeandra masih merasa ragu dan diam tanpa memberikan jawaban.

"Tenang, aku gak bakal minta yang lebih mahal dari jumlah belanjaan kamu kok," tambah Wildan dengan memberikan kejelasan.

Tapi bagi Zeandra, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah ia tidak ingin memberikan nomer ponselnya kepada seseorang yang baru dikenal.

Untunglah, sebelum Zeandra menjawab, kasir menyerahkan belanjaannya, sehingga dia bisa keluar lebih dulu dari mini market.

"Wil, punya ku udah ni. Nanti kapan-kapan aku ganti ya, aku duluan," ucap Zeandra tergesa tanpa menunggu jawaban dari Wildan.

Ia buru-buru keluar dari mini market, namun ia lupa bahwa Wildan hanya membeli satu produk saja. Tak lama setelah itu, Wildan tiba-tiba muncul dari belakang dan mencekal tangan Zeandra.

Zeandra merasa terkejut dan tidak nyaman dengan tindakan Wildan yang tiba-tiba dan merasa terganggu dengan situasi yang semakin memanas. Dia berusaha menjaga dirinya dan mencari jalan untuk keluar dari situasi tersebut.

"Tunggu dulu, Ze," ucap Wildan yang masih memegang tangan Zeandra.

"Maaf, bisa tolong lepasin dulu, gak?" pinta Zeandra dengan sopan.

"Oh, maaf ya," ucap Wildan, melepaskan cekalannya dengan cepat.

"Ada apa?" tanya Zeandra, merasa bingung dengan tindakan Wildan yang terus berlanjut.

"Kita kan mau bareng," jawab Wildan dengan senyum di wajahnya.

Saat Zeandra akan menanggapi ucapan Wildan, tiba-tiba Rafa muncul dari belakang mereka dan berdehem.

"Bapak?" ucap Zeandra dengan kaget melihat Rafa berada di sebelahnya.

"Lagi ngapain?" tanya Rafa, sedikit heran.

Zeandra merasa berada dalam situasi yang semakin rumit. Dia bertemu dengan orang asing dan sekarang juga bertemu dengan Rafa, laki-laki yang sudah hampir seminggu ia hindari setelah kejadian makan siang bersama yang membuatnya kesal.

"Sama cowok saya," ucap Zeandra dengan sedikit gugup, sambil menggandeng tangan Wildan. Beberapa detik kemudian, Zeandra menyadari kebodohan yang baru saja dilakukannya. Ia ingin melepaskan gandengannya dari tangan Wildan, tetapi Wildan justru berusaha mempertahankannya.

"Oh, oke. Saya duluan!" ucap Rafa dengan nada yang sedikit dingin, kemudian ia berjalan pergi tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut.

Setelah kepergian Rafa, situasinya menjadi sedikit canggung. Perlahan, Wildan mulai melepaskan gandengannya.

"Maaf ya, aku gak maksud..." ucap Zeandra, merasa tidak enak kepada Wildan.

"Gapapa, aku ngerti kok situasi kamu," ucap Wildan dengan senyuman lembut.

Zeandra hanya tersenyum sebagai jawaban, merasa lega bahwa Wildan mengerti dan tidak mempermasalahkannya.

"Ayok, katanya mau pulang," ajak Wildan, mengajak Zeandra untuk melanjutkan perjalanan pulang.

Merespons ajakan Wildan, Zeandra mengangguk dan mengikuti langkah Wildan untuk pulang. Keduanya berjalan dengan perasaan yang campur aduk setelah menghadapi pertemuan yang penuh drama.

















Terimakasih sudah berkunjung, kalo ada yang salah koreksi aja ya 🤍
trimsss 🤍

A Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang