selamat membaca!
Lebih setengah tahun sudah Sisca bekerja dengan ku, satu tahun pula hubungan ku dengannya, karena itu pula aku berani untuk tidak merahasiakan hubunganku dengan Sisca pada karyawan kantor.
Dengan Sisca yang dari awal masuk kerja pasti akan bercerita tentang dirinya yang selalu saja harus berurusan dengan satu laki-laki yang ternyata adalah orang dari masa kecilnya.
Walaupun begitu, tidak ku lihat bahagia dari wajahnya, sampai sekarang juga dia tidak pernah menceritakan tentang siapa laki-laki yang terus mengganggunya itu.
Kali ini kembali ku lihat dia yang masuk ke dalam ruangan ku dengan wajahnya yang cemberut, dia mendekat ke arah ku dengan merentangkan tangannya, meminta untuk dipeluk.
"Bisa kamu berhentikan paksa aja ga sih dia? Males banget tiap ketemu selalu maksa tukeran nomor, dasar anak aneh! Bisa ga sih?" geramnya.
Sisca berbicara dengan nada kesalnya yang tertahan, dengan aku yang mengusap punggungnya.
"Sebentar lagi habis kok masa magang dia, semoga saja dia ga malah mau buat jadi karyawan tetap," ucap ku menenangkan.
Aku mencium keningnya, lalu menjauhkan tubuhnya, dapat ku lihat dia yang menatapku dengan tatapan sinis.
"Jangan diterima! Kamu mau aku jadi stress karena harus menjauh terus dari dia? Astaga, dengar suara dia teriak dari ujung lorong nyebut nama ku aja rasanya mau banget aku lempar sepatu!" ucap Sisca menghentakkan kakinya tidak terima.
Aku tertawa melihat itu, membawanya untuk duduk di sofa ruanganku.
"Awas lho, dari benci jadi cinta?" ucap ku.
Dia langsung menatap ku, setelahnya bisa ditebak, dia memukuli bahu ku, walau pelan tapi tetap terasa.
"Jangan bilang begitu, karena itu juga aku menghindar dari dia!" bentaknya.
Aku menatapnya yang sekarang seperti menyesali ucapannya, aku tersenyum. Ku dekatkan tubuh ku padanya yang sekarang sudah bersandar.
"Cerita saja, aku dengarkan," suruh ku.
Dia menatapku sebentar, lalu kembali bersandar dengan menutup matanya, lama kami saling diam, hingga akhirnya dia menarik kasar napasnya lalu membuat duduknya menghadap ke arahku.
"Bisa dibilang dulu aku tuh teman masa kecilnya. Orang tuanya sibuk, jadi dia sering main ke rumah, main sama aku. Dari situ kita dekat, aku udah SMP sedangkan dia masih SD, umur kita emang cukup jauh."
"Sebelum aku pindah ke sini, dia bilang kalau dia mau aku jadi istrinya nanti kalau dia sudah besar, dan selama aku pergi ke sini pun dia kadang masih chat aku. Tapi aku milih buat ganti nomor, dan ya kita hilang kontak."
"Aku cuma takut kalau ternyata dia masih nyimpan perasaan untuk aku sampai sekarang, aku takut. Tapi lebih menakutkan kalau ternyata dia serius dengan ucapannya itu," jelas Sisca frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita | shansis - end
Randomini tentang perjalanan dengan rusak, patah, dan luka 'kita' setelahnya.