01. Tengkorak 💀

19 0 0
                                    

Di tengah ruangan sempit dan gelap muncul seorang gadis yang kelihatannya berumur 14 atau 15 tahun. Wajahnya sangat tenang, alisnya yang setajam pedang membuatnya terlihat sombong. Dan dengan matanya yang berbentuk almond, dia mengamati benda-benda aneh disekitarnya.

'Hihihihihihi.... Hihihihihi....'

Suara cekikikan bergema keras di ruangan, membuat wajah kalem gadis itu retak ketakutan. Dia memeluk kedua lengannya. Mencoba menenangkan diri, mengecilkan kehadirannya di sudut ruangan. Dilihatnya ruangan yang serba berwarna merah darah. Memejamkan mata, dia mengalihkan pandangan ke kanan.

"Uwoh, ayam! Darah... Aaaa...!"

Akhirnya gadis itu tidak tahan. Larilah dia sambil berteriak histeris sepanjang jalan, menakuti gadis lain di depan dan dengan gugup mengikutinya berlari keluar.

Petugas rumah hantu terkejut melihat mereka keluar dari pintu masuk. Melihat tampang mereka, petugas dengan buru-buru melayani dua gadis yang telah menyerahkan tiketnya dan mendorong mereka ke dalam, tak lupa dia menutup pintu.

Raen, gadis yang membuat orang-orang terkejut ini sempat bertatapan dengan dua temannya yang didorong petugas. Benar, Raen dan tiga temannya tengah berada di taman hiburan.

Raen menepuk pundak teman yang berlari keluar bersamanya dan berkata, "Untungnya kita gak jadi masuk, hahhaha."

Temannya yang memiliki label Arus di dunia Raen tengah menenangkan jantungnya yang melompat-lompat. Kemudian dia dengan pasti menatap tajam, menusuk hati nurani Raen.

"Kamu, jangan menatapku seperti itu. Aku jadi merasa bersalah."

Walaupun sedikit sih, selebihnya aku lega karena gak jadi masuk. Melihat tatapan Arus yang mengingatkannya pada dua temannya di dalam. Dia dengan bijaksana menelan kembali kalimat itu.

"Dasar, monyet! Aku jadi ketakutan gara-gara kamu!" Arus memejamkan mata dan dengan kasar mengambil botol air minum dan menenggaknya.

"Huh... Kamu juga tahu itu."

"Tadi jantungku rasanya mau copot. Ada tengkorak di sana, dia buta. Uh, maksudnya, udah jadi tengkorak. Gak ada isinya harusnya di dalamnya. Tapi malah tiba-tiba bersinar merah dua lubang matanya. Kan, aku jadinya takut."

Merasa kata-katanya agak tidak pas, jadi Raen mengubahnya sedikit, "Bukan takut si, lebih tepatnya terkejut dan refleks melarikan diri dari ancaman." Raen mengangguk puas dengan kalimatnya, menurutnya itu masuk diakal.

Arus menjitak kepala Raen dan bersumpah, "Kelapa kau refleks!"

"Kamu kok gitu si. Aku kan malah jadi sedih sekarang."

Arus yang lanjut minum tersedak dan menyemburkan air ke wajah makhluk di depannya. Tanpa merasa bersalah Arus mengusap wajahnya sendiri dan berkata, "Kamu pantas mendapatkannya, ha!"

Murung, Raen mengambil tisu dan menyeka wajahnya dengan dramatis. Merasa dirinya agak tidak berguna dan menyedihkan. Oh, betapa sulitnya hidup, hah.

Sepuluh menit berlalu. Raen menatap Arus yang tengah sibuk dengan ponselnya.
Teman, aku akan pergi dulu. Sepertinya aku tidak dibutuhkan disini. Setelah meninggalkan kalimat menggunakan kekuatan telepatinya yang menurutnya ada, dia dengan hati-hati menjauh dari Arus. Manusia bisa berencana, tapi Tuhan pasti yang menentukan.

"Raen!!!" Dua suara menggelegar melewati kumpulan udara dan masuk ke telinga Rean. Dengan gugup dia menolehkan kepalanya ke belakang.

"To-tolong... Dua monster keluar dari kandang. Wahh..."

Dua monster itu adalah Marza dan Jeva. Mereka melihat dengan tenang sosok Raen yang dramatis melarikan diri.

Berjongkok di sudut gang sepi, Raen merenung. Sebenarnya, kenapa sih dia melarikan diri. Mereka juga gak galak amat dan menakutkan kayak tengkorak. Hanya saja, Raen agak tidak nyaman dan merasa bersalah saat berhadapan langsung dengan mereka. Jadi, Raen menyendiri dulu dan mengumpulkan energi positif dari alam untuk meningkatkan keceriaannya. Betul, hanya itu.

Saat Raen sudah merasa siap meninggalkan tempat persembunyiannya. Terdengar langkah kaki berantakan dari gang sebelahnya.

Di gang yang sempit itu, empat orang memakai seragam sekolah menengah atas. Pakaian mereka urak-arikan, bahkan ada satu yang tengah merokok. Salah satu dari mereka nampak marah dan menendang berkali-kali bocah yang tengah meringkuk seperti janin.

"Benar-benar menjijikkan, aku sudah bilang jangan pernah muncul di hadapanku lagi." Pemuda yang marah itu menjambak rambut si bocah, meludahinya dan berkata, "Kamu mengerti?"

"Sial, itu kan adikmu." Pemuda yang merokok bersiul, menatap orang di depannya yang semakin marah dengan kata-katanya.

Pelipisnya berdenyut, sangat marah, "Ambilkan aku ba..."

Gukgukkguk...

"Kok ada suara anjing?"

"Ada anjing liar disini?"

Sementara itu, Raen telah menyetel ponselnya yang mengeluarkan suara gonggongan anjing. Melanjutkan rencananya, dia berlari dan berteriak parau. "Wahh... Anjing! Ada anjing rabies! Lari... Lari...!!!"

Mendengar kata rabies dan sosok Raen yang berlari sempoyongan ke arah mereka. Satu demi satu melarikan diri hingga hanya menyisakan satu bocah. Raen agak kecewa, dikiranya dia benar-benar seorang protagonis dan menyelamatkan pemuda tampan nan rupawan.

Menatap bocah yang lebih kecil darinya dan penampilannya yang agak berantakan, Rean mulai agak bersalah karena sempat kecewa. Uh, dimanakah kemanusiaan mu, Raen.
Tidak tahu dia gadis imut seperti Raen ataukah malah bocah ingusan. Soalnya rambutnya agak panjang dan menutupi wajahnya.

Dengan canggung Raen berkata, "Apakah kamu tidak takut anjing? Aku tidak takut anjing. Tadi aku hanya iseng ingin ngusilin orang aja. Kebetulan ada banyak orang disini, hahha."

Bocah itu hanya diam, membuat Raen agak malu. "Kalau gitu aku pergi, ha ha."

Melihat kepergian Raen, bocah itu mengendurkan tubuhnya yang tegang. Perlahan melepaskan batu yang digenggamnya erat. Yang tidak Raen tahu, bocah itu mengerti tatapannya.

Dari awal datangnya Raen yang penuh semangat, dan saat melihat kondisi tubuh kotornya, tatapan Raen meredup. Bocah itu sudah siap menerima segala perlakuan Raen. Namun tiba-tiba Raen bertingkah aneh dan bertanya tentang anjing. Bocah itu jadi kebingungan.

Menatap punggung gadis yang perlahan menjauh. Bocah itu menyisir rambutnya dan mendongak, memperlihatkan matanya yang ternyata salah satunya berwarna abu-abu. Perbedaan kontras antara hitam dan abu-abu, membuatnya tampak memiliki hanya satu pupil mata.

___________________________________________________




💀💀💀

AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang