Dinda menatap putranya yang sedang bermain, ditemani baby siter. Pikirannya kosong, ia tidak menyangka Davema bisa bertindak seperti ini. Mengurungnya, dan membuatnya tidak bisa pergi dari sini.
Padahal, tujuannya ia kembali, bukan untuk bersama atau kembali dengan Davema. Tapi, ia ingin mengakhiri segalanya dengan Davema, karena pernikahan mereka, sama sekali sudah tidak mampu untuk dipertahankan.
Hubungan mereka sudah hancur sedari dulu, tapi, agaknya, ia telalu berusaha memaksakan diri memperbaiki semuanya.
Dinda tersenyum miris, apa bagusnya menjadi istri yang sah secara hukum dan agama, tapi dimata publik, ia diketahui sebagai mantan istri. Edan!
Dinda dapat mendengar suara langkah kaki, dan suara Davema yang sedang berbincang dengan orang yang menjaga rumah ini. Dinda enggan menoleh, ia sungguh lelah.
Berbeda dengan Davema yang tersenyum menatap sang istri yang tengah duduk mengamati putra mereka. Hari ini, Dinda nampak sangat cantik dengan kaos kebesaran miliknya yang terlihat menggoda saat dikenakan Dinda.
Davema mengecup singkat kening Dinda, lalu beralih mendekati Raja-putranya yang sibuk bermain dengan mainannya.
Dinda menghela nafas, melihat interaksi ayah dan anak itu, membuat perasaannya sedikit melankonis. Akhirnya, Dinda memilih menyingkir ke kamar.
Davema yang melihat kepergian wanitanya, pada akhirnya ia menyusul Dinda.
****
Dinda memekik tertahan saat Davema menarik dirinya, lalu setelahnya, ia dapat merasakan Davema menciumnya dengan mengebu-ngebu. Dinda menepuk pelan dada Davema.
Davema tersenyum manis, "maaf, semalam saya nggak bisa kembali kesini".
Dinda mengangguk.
"Kamu ngambek?"
Dinda mengernyit, lalu menggeleng.
Davema tersenyum menggoda, "atau, kamu cemburu??"
Dinda melepaskan diri dari kukungan Davema, "nggak, itu urusan kamu".
Davema merasa wajahnya pias, hatinya sedikit terluka, entah mengapa, ia menginginkan Dinda yang cemburu padanya. Ia memang setamak itu.
"Saya nggak ngapa-ngapain dengan Maria, saya tidur di ruang kerja saya," Davema menjelaskan.
"Mas, Maria juga istri kamu, jadi, kalaupun kalian tidur bersama, itu bukan suatu kesalahan".
Davema tersenyum tipis, mengusap pipi Dinda, "saya tidak akan melakukan itu".
Dinda berbalik, menatanya menatap nyalang ke luar jendela. "Mas, tujuan saya kembali ke sini, saya ingin mengakhiri semuanya".
Davema menegang kaku.
Dinda tersenyum miris, "tidak ada yang perlu dipertahankan dari hubungan kita, semuanya sudah terlalu rumit dan hancur. Sedari awal, kita memang tidak cocok, tapi berusaha memaksakan diri."
Memang itu faktanya, orang tua Davema tidak terlalu menyukai dirinya. Keluarga Davema adalah potret keluarga sempurna, kaya, dan terpandang. Berbeda dengan dirinya yang sudah tidak memiliki siapapun, kedua orang tuanya sudah tiada. Sedari kecil, ia hanya dirawat oleh sang nenek yang sudah wafat saat sebulan setelah pernikahannya dengan Davema.
"Dari dulu, keluarga kamu lebih menginginkan Maria untuk menjadi istri kamu dari pada saya. Jadi..."
"Nggak, percuma Din, percuma keluarga saya menginginkan orang lain, kalau yang saya cuma mau kamu. Yang saya inginkan hanya kamu," Davema menyentuh bahu Dinda yang begitu rapuh. Meminta wanita itu melihatnya, melihat dirinya yang sama terlukanya.
Dinda menyentuh wajah Davema, "Mas, keluarga kamu, menginginkan yang terbaik untuk kamu".
Mata Davema memerah, dadanya naik turun menahan sesak. Ia melepas belaian jemari lentik Dinda di wajahnya.
"Kenapa? Kenapa kamu ingin pergi dari saya? Kamu sudah menemukan laki-laki yang lebih baik dari saya? Kamu..." Sial, membayangkan Dinda mencintai lelaki lain membuatnya terluka. Damn it!.
"Saya tidak akan melepaskan kamu Dinda. Sampai kapanpun, dan saya akan membunuh siapapun lelaki yang..."
"Tidak ada laki-laki lain." Dinda memotong ucapan Davema yang mulai melantur.
Davema menghela nafas, berusaha meredakan emosinya. "Saya akan menceraikan Maria, saya ingin kamu bersabar, sedikit lagi sayang, saya mohon".
Dinda memejamkan mata, "lebih baik kamu istirahat, sepertinya kamu tidak tidur semalaman, lingkaran hitam di bawah mata kamu menyeramkan". Dinda mengalihkan pembicaraan.
"Tapi, kamu sudah sarapan kan?" Tanyanya lagi.
Davema mengangguk, "sudah, tapi, boleh saya peluk kamu sambil tidur?"
Dinda mengerutu dalam hati, dibaikin, malah tamak. Dinda mengangguk, naik ke atas ranjang, disusul Davema yang ikut berbaring memeluk istrinya, menghirup dalam-dalam wangi Dinda yang menenangkan.
"Saya selalu suka wangi kamu".
"Tidur".
"Mau main dulu nggak?" Tanya Davema sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Dinda.
"Main apa? Lebih baik kamu tidur".
Astaga, Davema lupa, istrinya ini masih agak polos soal begitu. Ia sungguh sangat gemas.
"Bikin adek buat Raja" bisik Davema sesekali menggigit pelan daun telinga istrinya.
Dinda mendelik, "mesum, tidak usah aneh-aneh, lebih baik kamu tidur atau saya tinggal,"
Davema mengerucutkan bibirnya, memilih menurut, memejamkan mata sembari memeluk Dinda.
"Sayang,"
"Tidur Davema".
"Saya kangen banget sama kamu".
"Iya".
"Kamu nggak kangen sama saya?".
"Tidur Davema".
"Kalau saya tidur, kamu tidak akan kemana-mana kan?"
"Iya, tidurlah".
Davema tersenyum tipis, mengeratkan pelukannya, perlahan matanya menutup, ia benar-benar ngantuk karena semalam ia tidak bisa tidur. Untungnya, hari ini ia tidak perlu bekerja, karena hari minggu. Jadi, ia bisa bersama dengan istrinya seharian penuh.
_______________
Jangan lupa vote atau komennya yaa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesif Dema (Davema)
RomanceDavema memandangi wanita cantik yang selama dua tahun ini pergi darinya, tidak ada yang berubah, wanita itu tetap cantik ah malah semakin cantik, anggun dan semakin luar biasa dalam karirnya. Sungguh! ia tidak akan pernah melepaskan, Adinda-wanita...