3. Semua beban dia pikul

375 42 2
                                    

"Bagi duit!" Suara itu milik ayahnya Blaze.

Blaze tersentak, lamunannya buyar ketika sang ayah datang hanya untuk meminta uang padanya. Dia berdecak kesal, meski tak suka pada ayahnya, Blaze tetap memberikan uang pada sang ayah.

"Kok cuma segini?" tanya sang ayah, dia menarik kasar tangan anaknya.

"Adanya cuma segitu," balas Blaze dengan nada datar.

"Pasti Lo nyembunyiin duitnya lagi kan?"

Blaze gelagapan, dia menggeleng dengan cepat. "Gaji kerja paruh waktu emang segitu doang," katanya dengan panik ketika sang ayah membuat isi tas Blaze berantakan.

"Ini apa?" Ayahnya Blaze menunjukkan uang yang disembunyikan di dalam bukunya.

"Berani lagi Lo bohongin Gue, ibu Lo yang penyakitan itu bakal mati ditangan Gue!" bentaknya pada Blaze.

Blaze jatuh terduduk ketika didorong ayahnya. Blaze hanya bisa mengumpat dalam hati karena uang untuk beli obat ibunya dirampas sang ayah.

Blaze menghela napas panjang, dia memasukkan kembali buku pelajarannya ke dalam tas. Setelah itu, dia meletakkan tasnya di dalam kamar.

"Bundaaa," panggilnya pada sang ibu, tetapi tidak ada jawaban.

"Mbak Suzy! Mbak lihat ibu Gue nggak?" Blaze berlari keluar rumah, dia berteriak pada tetangganya yang lebih tua setahun darinya.

"Kayaknya beliau pergi jualan makanan ke pasar lagi Blaze," balas Suzy dengan ragu.

"Aduh! Gimana sih, kan Gue bisa gantiin Bunda kerja kayak biasanya," gumamnya dengan nada kesal.

Dia ingin menyusul ibunya. Namun, jam kerjanya sudah dekat. Akhirnya Blaze pergi bekerja ke warung yang lumayan dekat dengan rumahnya.

Blaze mulai mencuci piring dan gelas, setelahnya dia mengantar pesanan para pelanggan. Dia bekerja di sana selama lima jam, gajinya dibayar harian. Pemilik warung itu membayar Blaze dengan uang seratus ribu.

"Ini udah sore banget, kamu mau kerja lagi?" tanya pemilik warung itu dengan ekspresi khawatir.

"Iya Buk, saya pergi dulu. Assalamualaikum," kata Blaze, dia meloncat ke atas sepedanya, dia mengayuh sepeda itu dengan buru-buru.

"Waalaikumsalam."

Sesampainya di sebuah gedung olahraga, Blaze memarkirkan sepedanya dengan asal-asalan.

"Permisi Bang, maaf saya terlambat datang," kata Blaze setelah berlari masuk ke dalam gedung.

"Iya nggak apa-apa, sekarang kamu ambilin semua bola voli terus masukin ke gudang. Habis itu sapu sama pel lantainya, ini bayaran kamu. Sama kunci pintunya kalau udah selesai," katanya sambil memberikan kunci dan uang seratus ribu.

"Siap!" seru Blaze, dia mulai mengerjakan apa yang disuruh oleh pelatih voli di gedung olahraga itu.

"Huft, capek banget," gumamnya sambil mengunci pintu gedung olahraga itu, dia kadang disuruh membawa kunci cadangan oleh pelatih.

Selama dua jam dia membersihkan gedung olahraga seluas itu. Sepuluh menit sekali dia istirahat sebentar untuk minum air. Sekarang sudah menunjukkan pukul 19.00 malam.

Blaze mengayuh sepedanya lagi ke tempat lain, dia bekerja jadi tukang cuci piring di sebuah cafe juga.

"Buset banyak bener piringnya," gumamnya, dia menguap lebar.

"Ngantuk banget, tapi nanti harus kerja benerin motor orang lagi," gumam Blaze.

Tepat pada pukul 21.00 dia pergi ke rumah orang yang bilang motornya rusak. Blaze sudah membawa alat-alat untuk membenarkan motor itu, dia meminjamnya dari pemilik bengkel kenalannya Blaze.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang