CHAPTER 21 - QUIDDITCH CUP PART 2

281 39 4
                                    

Cho bersiap-siap untuk mendukung bulgaria sambil mengenang terakhir kali bertemu Krum. Itu adalah Yule Ball Tri-Wizard turnamen. "Tahun yang menyedihkan." Cho berucap tanpa sadar.

"Ayolah Cho jangan mulai depresi mu. Sekarang ada Alec dan aku yakin Cedric akan baik-baik saja jika melihat mu bahagia." Ginny muncul entah darimana.

"Ck.." Cho mendecih kesal karena intrupsi Ginny kemudian Cho teringat sesuatu yang setidaknya sedikit menghibur. "Jadi siapa yang akan di dukung Ron? Mantan kencan Hermione?" Ginny tertawa terbahak-bahak.

"Dia masih fans sama Viktor tapi gengsi." ucap Ginny.

"Apakah Viktor masih mengingat kita?" Cho bertanya-tanya sambil merapikan cat yang ada di wajahnya.

"Dia masih tentu saja, tidak ada yang akan melupakan pengalaman di Imperius di Hogwarts."

Cho meringis mengapa Weasley bungsu ini terlalu blak-blakan. Setelah mereka selesai Cho pergi memeriksa para vampire. Dia tersenyum kecil ketika melihat mereka serius mendengarkan Harry bercerita dengan Luna menambahkan sana sini. Dia melangkahkan kakinya duduk di sisi Alec yang kosong. Alec tersenyum padanya ketika mereka duduk bersama.

"Kita akan menuju ke tribun sebentar lagi. Kita mendapat yang paling atas jadi kita harus pergi lebih cepat untuk menghindari kemacetan." jelas Cho, Harry dan Luna mengangguk setuju.

Cho menerima tangan Alec yang ingin menggenggam tangannya. Gadis berambut hitam itu hanya menggelengkan kepala sambil terus berjalan. Harry dan Ginny berada di depan Aro di sisi Luna dan Renata bersama Jane tepat di hadapan mereka. Itu memudahkan agar mereka tidak harus berdesak-desakan lebih parah lagi.

"Aku tidak percaya kalian sebanyak ini." Cho tertawa kecil mendengar celetukan Alec. "Beberapa bahkan tidak menyukai Quidditch tinggal di rumah mereka dan tidur." ucap Cho.

Para vampir terpukau oleh apa yang mereka liat, banyaknya penyihir dengan pakaian eksentrik mereka serta beberapa makhluk unik yang juga hadir. "Pakaian mereka nampak benar-benar kuno." Luna terkekeh ketika mendengar nya.

"Mereka sulit menerima hal baru Jane. Mereka tidak suka perubahan."

.....

Ketika mereka duduk di kursi paling atas tribun, suasana semakin ramai dengan sorakan dan tepuk tangan penonton yang bersemangat. Harry dan Ginny sibuk membagikan Omnioculars kepada semua orang, termasuk para vampir.

Aro, dengan sikap anggun dan penuh rasa ingin tahu, mencoba Omnioculars. Dia tersenyum puas ketika melihat betapa canggihnya alat itu. "Luar biasa," katanya sambil mengamati pemain Quidditch yang terbang cepat di udara. "Ini benar-benar memberikan perspektif yang berbeda."

Renata, yang biasanya pendiam dan menjaga jarak, juga tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. "Aku tidak menyangka akan menikmati sesuatu seperti ini," katanya pelan. "Ini sangat menarik."

Jane, dengan tatapan tajamnya, mencoba fitur gerakan lambat. "Ini hampir seperti kita memiliki kekuatan kita sendiri yang diterjemahkan ke dalam alat," komentarnya dengan nada setengah kagum setengah geli. "Teknologi sihir ini benar-benar memukau."

Luna terkekeh begitupun Cho. "Itulah mengapa kami heran muggle bisa hidup tanpa nya."

Alec, yang duduk di sebelah Cho, tersenyum sambil memegang tangan kekasihnya. "Kamu benar-benar tahu bagaimana membuat momen ini istimewa," katanya lembut pada Cho. Dia mencoba fitur zoom dan memperhatikan setiap detail gerakan para pemain Quidditch. "Aku bisa melihat mengapa kamu sangat menyukai olahraga ini." Cho tersenyum lembut mendengar nya.

Harry, Ginny dan Luna yang berdiri di dekat mereka, tampak senang melihat reaksi para vampir. "Kami pikir kalian akan menyukainya," kata Harry dengan senyum lebar. "Quidditch adalah salah satu hal terbaik dari dunia sihir."

𝐃É𝐉À 𝐕𝐔 - EDWARD CULLENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang