Pasutri Dua Puluh Sembilan

837 33 1
                                    

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

"Papi," panggil Hera seraya mendekati Maxim yang sedang duduk di sofa dalam kamar. Ia ikut duduk di samping Papinya. "Pi," panggilnya lagi.

Maxim menyahut dengan dehaman. "Hera mau Leon apapun caranya. Meski harus membunuh Resha, Hera pasti akan lakukan," lontar Hera. Maxim yang semula menatap pada layar handphone kini beralih menatap dirinya.

"Jangan konyol Hera! Kejadian dahulu tidak boleh terulang kembali!" Ujar Maxim. "Jika dulu kamu bisa selamat, maka sekarang belum tentu. Hira sudah tiada akibat kecelakaan beberapa tahun lalu, tak ada yang bisa kita jadikan sasaran sebagai pelaku kalo kamu nekat membunuh Resha dan berujung tertangkap oleh Leon."

"Hera akan bermain dengan sangat rapi, Pi. Untuk Leon, segala cara pasti akan Hera lakukan."

"Hera, kamu putri kesayangan Papi. Bagaimana mungkin Papi membiarkan kamu dalam bahaya?" ucap Maxim. "Biarkan Papi yang bermain kali ini, kamu tenang saja. Papi akan dapatkan Leon untukmu."

Hera dan Maxim saling pandang. Di bibir mereka terlukis senyum smirk.

Bermain atau dipermainkan?

Flashback on.

Amerika, 12:47 PM.

Di sebuah bangunan bertingkat yang berdiri tegak, seorang wanita berwajah putih bersih terlihat sangat cantik di usianya yang telah memasuki kepala empat dan sudah mempunyai tiga orang anak.

Saat sedang asyik menyirami tanaman depan rumah. Ia dihampiri oleh satpam penjaga rumahnya. "Nya, ini dapat kiriman makanan," kata pak satpam.

Dahi wanita paruh baya tersebut mengerut, "Dari siapa pak?" tanyanya.

"Dari non Hera Nya," jawab pak satpam.

Wanita itu mengangguk. Setelah mendapat izin, pak satpam pun pergi untuk kembali ke pos satpam.

"Tumben sekali Hera mengirimkan makanan," monolog wanita paruh baya yang merupakan istri dari Edwin yaitu, Elara Aurelia Baswara. Ia membawa lunch box pemberian Hera ke dalam rumah.

Mendudukkan tubuhnya pada sofa ruang tamu, Aurel kemudian membuka lunch box itu untuk melihat makanan apa yang dibawakan Hera. Tepat saat lunch boxnya terbuka, perut Aurel berbunyi. "Tahu aja kalau ada makanan," ucapnya pada si perut.

Ternyata Hera membawakan makanan kesukaan dirinya, yakni lontong sate. Sudah lama sekali Aurel tidak memakan lontong sate, apalagi buatan mama tercintanya.

Entah dari mana Hera tahu bahwa dirinya menyukai lontong. Yang pasti Aurel akan melahap ludes makanan khas Jawa ini. Meskipun ia tidak menyukai Hera yang notabenenya kekasih sang putra sulung tetapi, kalau soal makanan tak mungkin dibuang oleh Aurel. Ketimbang mubazir, lebih baik ia habiskan saja.

Aurel juga mempunyai alasan mengapa dirinya tidak menyukai Hera.

1. Hera suka keluar malam dengan menggunakan pakaian kurang bahan. Bahkan Aurel pernah melihatnya muncul dari club bersama seorang pria, terlebih lagi mereka terlihat mesra. Tak hanya sekali, namun sampai berkali-kali ketika Aurel sedang mencari makanan. Kalian tahu lah, malam adalah jam rawan lapar, cuma bukan lapar ingin makan nasi tapi, ngemil.

2. Hera terlalu pemaksa. Sifat ini yang benar-benar tak disukai oleh Aurel, karena Hera pasti akan marah, ngambek, dan mencak-mencak gak jelas ketika Leon tidak mau menuruti keinginannya. Belum lagi kadang dirinya memaksa untuk tinggal bersama Leon. Hei! Perempuan mahal tidak akan maksa untuk tinggal, apalagi tidur sekamar dengan pria yang bukan mahramnya.

3. Tidak sopan. Seharusnya masuk ke dalam rumah mengucapkan salam lalu ketika melihat sang tuan rumah mendekati untuk menyalaminya atau tidak berbasa-basi sebelum memberitahu alasannya bertamu. Kalau Hera? Boro-boro salim dan berbasa-basi, ngucap salam saja tidak.

4. Dan banyak lagi. Jika dituliskan di sini, mungkin tidak akan ada habisnya.

Sebelum lontong sate itu tandas tak tersisa. Baru habis setengah, Aurel merasa sulit bernapas, hingga beberapa menit kemudian dirinya kehilangan kesadaran atau pingsan. Bertepatan dengan pingsannya Aurel, sang putra sulung, Leon tiba di rumah.

Ia berniat untuk mendatangi sang Bunda yang terlihat tidur? Dengan sepiring makanan di hadapannya. "Bun, Bun, masih makan bisa-bisanya ketiduran," ucap Leon seraya menggelengkan kepalanya.

"Bun, Bunda." Berkali-kali dirinya memanggil Aurel namun, sang empu tidak kunjung bangun. Leon dibuat panik, ia menggoyangkan tubuh Aurel dengan masih terus memanggilnya. "Gak benar ini!" Ujarnya. Ia mengecek denyut nadi dan nafas bundanya, masih ada.

Leon bergegas membopong tubuh Aurel ala bridal style ke mobil. Lalu ia menancap gas keluar dari pekarangan rumahnya menuju rumah sakit terdekat.

Setibanya di rumah sakit, Leon segera membawa tubuh Aurel yang berada dalam gendongannya ke arah ruang ICU. Ia berteriak lantang memanggil suster yang ikut berjalan dibelakangnya dengan membawa brankar. Diletakkannya Aurel perlahan di atas brankar, lalu para suster membawa tubuh sang Ibu masuk ke dalam ruang ICU.

"Semoga Bunda baik-baik aja," lirihnya. Ia menelpon Dirga yang memang kebetulan berada di Amerika untuk bersenang-senang. Tidak perlu menunggu lama, sebab baru panggilan pertama Dirga langsung mengangkat telponnya. "Bunda masuk rumah sakit, ke sini sekarang, locationnya udah gue kirim," ucap Leon tanpa basa-basi lantas mematikan sambungan telpon.

Leon juga menghubungi sang Ayah, Edwin.

Tak lama setelah Dirga datang, Edwin pun tiba. Tetapi, bersama dengan seorang wanita? (kelanjutannya di bab 17)

Flashback off.

"Berapa lama, Pi? Hera inginkan Leon secepatnya, jika bisa sekarang."

"Sudah gila kamu? Bagaimana Papi mau bertindak sekarang jika kamu masih berada di sini! Pergilah, kamu tidak perlu tahu apa yang ingin Papi perbuat." Kata Maxim.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Calon (Pasutri) [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang