Pisang Goreng Yu Marti

43 0 0
                                    

Setiap pukul setengah tujuh pagi, Yu Marti seorang perempuan tua berkepala lima mengendarai sepedanya sambil membonceng ranjang berisi pisang goreng, bakwan, mendoan, dan pelas. Seperti pagi ini, tanpa dihadang ia akan mapan di pelataran kos tempat aku tinggal. Semua warga kos melebur ke sepeda Yu Marti. Berebut gorengan yang masih panas. Kali ini, Aku tak mau ketinggalan...Jika bukan karena ucapan pacarku lusa kemarin, aku takkan mau berdesakan seperti ini. Bagi perempuan, ucapan pacarku kemarin lusa pasti terasa menyakitkan. Tapi, justru aku ingin melahirkan aku yang lain dari rasa sakit itu.

Pagi ini aku membeli gorengan Yu Marti. Aku memilih pisang. Ia tampak manis dan cocok dimakan sambil minum segelas kopi hitam. Aku jadi teringat, sewaktu kecil dulu, nenek yang selalu kusebut "mama" sering membuatkanku sarapan pisang goreng sepaket dengan teh tubruk yang diseduh, itu sangat enak dan membuatku ingin mengulangi masa itu. Syahdu sekali... Pisang goreng adalah salah satu bentuk kasih sayang nenek padaku.

Pagi ini, di ranjang Yu Marti, Aku beli tiga biji pisang goreng harga dua ribuan. Satu untukku, dan dua untuk pacarku. Pacarku berbadan sedikit gemuk. Tampak lebih segar daripada postur tubuhku. Ia suka makan. Mungkin dua biji pisang goreng yang enak ini belum cukup untuknya hihihi...Aku akan memberikannya nanti pukul tujuh lebih lima belas menit. Saat ia menjemputku di kos, lalu berangkat kerja bersama.

Tak lama kemudian, ia menelponku.

"Kali ini agak siang ya, aku ditugaskan di luar kota. Sekitar pukul setengah sembilan aku jemput dan aku antar ke tempat kerjamu." Katanya.

Setelah telepon ditutup, kutatap pisang goreng Yu Marti yang sudah ku beli. Ia tampak masih sedikit berasap. "Apa pukul setengah sembilan nanti masih enak dimakan?" Pikirku dalam-dalam.

Tidak ada kompor di kos. Tidak ada uang lagi di kantongku. Itu enam ribu terakhirku. Aku ingin mengambil hati pacarku. Agar ia tak lagi membahas soal perempuan yang pernah membawakan bekal sarapan untuknya. Aku ingin memberinya kejutan dengan pisang goreng Yu Marti.

Aku resah. Pisang gorengku mulai dingin. Lima belas menit lagi baru akan pukul tujuh. Berarti masih ada tiga puluh menit lagi aku bertemu dengan pacarku. Bagaimana nasib pisang goreng ini?

Benar saja. Ia dingin. Dibiarkan terlalu lama. Aku membungkusnya dengan plastik bening bawaan Yu Marti. Lalu kubungkus lagi dengan kresek putih bekas obat-obatanku. Karena hanya itu kresek yang paling layak. Toh, sudah dibungkus dengan plastik bening kan?  Jadi kupikir tak apa ...

Aku dijemput. Lalu kita menuju lokasi  pemberangkatan tugas ke luar kota. Pacarku baik sekali. Ia menitipkan roda duanya padaku selama ia tak di sini. Katanya agar aku bisa berangkat kerja sendiri. Tak pesan ojek, apalagi sampai meminta jemput lelaki lain. Aku bersyukur pacarku tidak pelit. Pacarku selalu memberikan apapun yang ia punya. Sepertinya ia benar-benar mencintaiku. Karena akupun begitu.

"Ini ... " kataku sambil menyodorkan bungkusan kresek putih itu.

"Apa itu?" Tanya pacarku.

"Pisang goreng yang kubeli di Yu Marti tadi pagi...Tapi... maaf sudah dingin..." jelasku sayu.

"Wah terimakasih banyak ya..."

Meski terlihat gugup karena waktu yang sudah mepet, ia sempatkan tersenyum saat melihat isinya.

"Untuk kamu saja, Perutku sedang tidak enak... aku pergi duluan ya! sudah ditunggu..." tolaknya.

"Yaa! Hati-hati di perjalanan!"

Kupandangi punggung yang semakin hilang. Sambil menenteng tas besar, ia pasti kerepotan jika ditambah membawa kresek ini. Kresek putih sedikit berbau obat, berisi pisang goreng dingin. Tepungnya sudah melar. Pisangnya sudah sedikit keras. Melihatnya saja bisa membuatmu bergidik. Kalau di piring, mungkin masih mending.
Aku jadi teringat soal ceritanya... Ia pernah dibawakan sarapan oleh perempuan lamanya. Aku mulai berimajinasi bagaimana cara perempuan itu membungkusnya. Mungkin dengan kotak makanan bermerek, dilengkapi dengan tumbler untuk air putih, ditambah sekotak camilan? Atau bahkan jauh lebih sempurna daripada yang kubayangkan?

Sial... akhir bulan begini aku cuma bisa beli pisang goreng untuk pacarku. Bagaimana dia bisa jatuh cinta  dengan ini? Aku tidak bisa memberikan apapun seperti pemberian perempuan yang lusa kemarin dia ceritakan. Yang sehari lalu kulihat fotonya masih bertengger rapi di galeri.

Aku harus bagaimana? Apa kamu tau bagaimana rasanya diceritai tentang sesuatu yang saat ini tidak bisa dilakukan? Apa kamu tau apa yang ada dalam kepala perempuan disaat terpojok seperti ini? Apa kamu memahami perempuan sebagai makhluk tuhan yang sulit berlogika? Kamu tahu kan kalau perempuan selalu saja memakai perasaan? Tapi aku tak ingin jadi perempuan macam itu. Aku belajar filsafat. Aku belajar logika. Aku belajar bernalar. Aku berusaha membunuh semua perasaan sakit, iri, dan benci terhadap perempuan tak bersalah itu.

Tidak ada pilihan selain meninggalkan pelataran tempat pemberangkatan tugas ke luar kota. Menyelipkan pisang goreng Yu Marti di dasbor motor dan mengajaknya pergi. Dia tidak basi, hanya saja sudah dingin. Sebaiknya pacarku tidak memakannya. Atau ia akan sakit perut karena pemberianku ini.

Lalu...Apakah membuat orang lain jatuh cinta benar-benar membutuhkan uang? Apakah merebut hati seseorang dari seseorang lain cukup hanya dengan pisang goreng yang bahkan sudah dingin?Kurasa itu jauh dari kata cukup.

"Aku tidak ingin membenci pisang goreng hanya karena pagi ini. Aku hanya ingin kau benar-benar mencintaiku sembari menunggu aku menjadi perempuan yang lebih baik."

Memoar Sekar Ayu NismaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang