5. Bang Hali

375 49 8
                                    

“Bagi duit lagi!” bentak sang ayah pada Blaze.

Blaze yang sedang membantu ibunya memasak sampai terkejut dan menumpahkan sedikit nasi ke lantai.

“Ayah, hari ini Blaze nggak kerja setelah pulang sekolah,” jawab Blaze.

“Pokoknya Gue nggak mau tahu, Lo harus ngasih duit ke Gue!” bentaknya.

Ketika Blaze ingin membalas ucapan sang ayah, tiba-tiba ibunya datang dan memberikan uang pada suaminya.

“Bunda!” teriak Blaze, dia menggeleng heran, kenapa uang tabungan ibunya malah diberikan pada ayahnya Blaze yang kasar itu.

“Nggak apa-apa Blaze,” kata ibunya dengan suara lembut.

Sang ayah mengambil uang itu dengan kasar sebelum pergi. Blaze kesal, dia memukul meja di depannya dengan keras.

“Sabar Blaze!” seru ibunya dengan panik, dia tahu jika anak-anaknya meniru sikap tempramental dari ayah mereka.

“Sabar Nak,” bisik ibunya sambil mengelus punggung sang anak.

Blaze melirik ibunya sebentar sebelum membersihkan nasi yang tidak sengaja dia tumpahkan. Besok hari minggu, Blaze jadi tidak bisa menyiksa Ice untuk melampiaskan emosinya.

“Blaze nggak mukul orang lagi kan?” tanya ibunya ketika Blaze terlihat semakin kesal.

Melihat Blaze hanya diam saja membuat sang ibu mengelus kepala anaknya.

“Jangan meniru perbuatan ayahmu!” Ibunya berusaha menasehati Blaze.

Blaze mengangguk dengan ragu-ragu. “Iya,” balasnya.

Malam itu, setelah membantu sang ibu membereskan dapur, Blaze pun langsung pergi ke kamar dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Dia membuka handphone-nya dan melihat pesan dari abangnya, Halilintar.

Bang Hali

Besok Gua pulang

Blaze membaca pesan itu, tapi dia tidak membalasnya. Hubungannya dengan sang abang memang tidak begitu baik. Halilintar selalu bersikap kaku dan dingin kepadanya, membuatnya merasa tidak nyaman.

Blaze terdiam, matanya menatap layar ponselnya. Pikirannya dipenuhi dengan rasa kesal dan amarah. Dia ingin membalas sikap kasar ayahnya kepada sang ibu, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya.

Sejak kecil, Blaze selalu melihat ayahnya yang tempramental. Ayahnya sering marah-marah dan memukul Blaze dan ibunya. Hal ini membuat Blaze merasa tertekan dan tidak aman. Dia pun mulai meniru sikap ayahnya, menjadi pemarah dan mudah tersulut emosi.

Keesokan harinya, Blaze bangun dengan perasaan yang masih kesal. Dia tidak mau bertemu dengan ayahnya, sehingga dia memilih untuk pergi ke luar rumah. Di jalan, dia tidak sengaja bertemu dengan Ice yang memberikan makanan pada kucing di pinggir jalan.

“E-eh ada Blaze,” gumam Ice ketika melihat teman sebangkunya dari jauh, dengan panik dia mengusir kucing yang baru saja dia elus kepalanya dengan pelan.

Setelah kucing-kucing itu pergi, Ice berdiri tegak dan pura-pura tidak melihat Blaze.

“Mau kemana Lo?” Suara Blaze masih terdengar meskipun jarak mereka agak jauh.

“Pulang,” jawab Ice, dia ingin segera lari dari sana, tetapi kakinya terasa kaku dan tak bisa digerakkan.

Mungkin itu efek dari rasa takutnya.

“Gue bosen,” kata Blaze, dia menghampiri Ice dan merebut makanan kucing yang selalu dibawa Ice tiap minggu.

Ice berusaha mengambil kembali makanan kucing itu. “Jangan diambil! Nanti kucingnya lapar lagi.”

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang