Minggu terakhir di setiap bulan, seluruh anak, cucu, dan menantu Lazuar diwajibkan datang ke rumah tua untuk makan bersama. Saat ini, mereka sedang berkumpul di halaman menikmati matahari pagi. Duduk lesehan di atas tikar membentuk dua bagian. Satu grup laki-laki dan satu grup perempuan.
"Bang, Bang, Bang, dia siapa? Rekan bisnis Kakek? Kok, gue baru lihat, sih?" tanya gadis berusia sembilan belas tahun yang memiliki nama lengkap Citta Gemintang Lazuar.
"Kenapa emang?" Air menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Ganteng banget. Kenalin, dong," pinta Citta dengan raut berbinar.
Gadis cantik itu mudah sekali tertarik pada pria tampan. Apalagi pria seperti Cakrawala yang terlihat sangat cuek. Baginya, mendapatkan sosok pria sepertinya adalah suatu keharusan.
"Dia abangnya Senja. Lo kalo mau kenalan, kenalan sendiri aja sana. Gue lagi sibuk urus kerjaan," jelas Air melirik Cakrawala sekilas.
"Kak Senja? Oke, tengkyu, Abang ganteng."
Citta langsung mengedar pandang mencari sosok Senja untuk menanyakan banyak hal. Sayangnya, dia tidak menemukannya di antara sekumpulan keluarga.
"Harusnya semalem gue nggak usah nginep di sini. Jadi, kesiangan dan telat lihat cogan." Citta mengerucutkan bibirnya kesal. "Kak Senja ke mana lagi, ah?"
Citta memilih masuk rumah barangkali orang yang dicari ada di dalam. Namun bukannya menemukan Senja, dia justru kehilangan Cakrawala ketika kembali.
"Loh, dia ke mana?" Manik mata Citta meneliti area halaman rumah. "Apa jangan-jangan dia udah pulang? Ya ampun, Citta!"
Gadis cantik itu berlari ke arah kakaknya berada. Gaun putih yang melekat di tubuhnya bergerak naik-turun. Dengan napas terengah-engah, dia membungkuk. "Abang lihat Abangnya Kak Senja, nggak?
"Itu di sana." Air menunjuk ke tempat di mana Cakrawala duduk sebelumnya. "Loh, kok, nggak ada. Apa udah pulang?"
"Abang gimana, sih? Bukannya tadi bantu kenalin aku sama dia. Sekarang dianya udah nggak ada dan aku harus gimana?" Citta menghentak-hentakkan kaki kesal. Manik matanya sudah memerah dan hampir menangis.
Andai sang kakak mau mengenalkannya tadi, mungkin kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi. Harusnya saat ini dia sedang mengobrol dengan Cakrawala atau setidaknya sudah bertukar nomor telepon.
Air menyentil dahi Citta. "Jangan cengeng! 'Kan abang udah bilang kalo dia itu abangnya Senja. Kakek juga kenal, kok, sama dia. Jadi, lo bisa tanya atau minta dijodohin sekalian."
"Minta dijodohin?" Wajah Citta mendadak bersinar.
"Iya. Kalo lo suka sama dia, lo tinggal minta jodohin aja. Hobi Kakek 'kan jodohin cucunya sama anak orang kaya. Nah, Cakrawala itu anak konglomerat sekaligus rekan bisnis lama Kakek. Pasti Kakek bakal dengan senang hati jodohin lo," sahut Air menjelaskan.
"Iya, Abang bener. Kalo gue beneran dijodohin, itu artinya bentar lagi gue bakal nikah sama dia?"
Mendadak, bunga-bunga cinta bertebaran di sekeliling Citta. Membayangkan pria tampan nan dingin seperti Cakrawala menjadi suaminya seperti mendapat jackpot. Tanpa membalas ucapan sang kakak, dia langsung berlari.
"Kakek! Kakek di mana?! Citta mau nikah, Citta mau nikah!" teriak Citta dengan raut merona merah.
Mendengar teriakkan super heboh membuat perhatian semua orang teralihkan. Mereka terlihat sangat penasaran terutama kedua orang tua Citta. Sayangnya, mereka tidak mendapat kesempatan untuk bertanya karena putrinya sudah hilang dari pandangan. Hanya suaranya saja yang tertangkap telinga.
"Kakek! Kakek di mana?!" teriak Citta lagi.
Gadis cantik itu berlari melewati ruang tamu menuju kamar kakeknya. Baru saja hendak mengetuk, pintu sudah terbuka dan terpampang sosok Lazuar, sang kakek.
"Ada apa? Kenapa teriak-teriak?" tanya Lazuar lembut.
"Citta ... Citta ... Citta mau nikah, Kek. Citta mau Kakek jodohin sama Abangnya Kak Senja," sahut Citta dengan napas memburu.
"Kalo bercanda jangan keterlaluan gini, dong, Sayang. Untung Kakek nggak punya riwayat penyakit jantung."
Terdengar suara wanita yang Citta kenali adalah ibunya. Dia lekas membalikkan tubuhnya dan mendapati ayah juga ibunya ada di sana. Senyum mengembang terbit di wajah cantiknya.
"Oke. Berhubung semua orang udah ada di sini, jadi Citta mau kasih pengumuman kalau Citta mau nikah." Citta menyatukan kedua tangan sambil tersenyum.
Semua orang terkejut. Mereka pikir Citta hanya bercanda, tetapi nyatanya tidak. Setelah kejadian ini, kediaman tua Lazuar menjadi heboh. Citta merengek sampai menangis berhari-hari minta dinikahkan. Berhubung usianya masih sangat muda, jadi semua orang menolak gagasan itu. Sebagai ganti, dia menerima informasi pribadi Cakrawala. Dan, di sinilah dia saat ini, lobi perusahaan tempat pria incarannya bekerja.
"Halo, Om," sapa Citta.
Cakrawala yang merasa tidak kenal mengabaikan Citta dan terus melanjutkan langkahnya. Bahkan meskipun kenal, belum tentu dia mau berhenti dan balas menyapa.
"Eh, tunggu-tunggu!" Citta berlari dan langsung memblokir langkah Cakrawala.
"Apa?" tanya Cakrawala dingin.
"Om Wala--." Ucapan Citta langsung dipotong begitu saja oleh Cakrawala yang tidak terima dipanggil om.
"Om, om, om! Sejak kapan saya nikah sama tante kamu?! Minggir!" ketus Cakrawala.
Dia menyingkirkan Citta dari hadapannya dan melangkah pergi. Lagi pula, dia tidak setua itu sampai ada orang yang memanggilnya dengan sebutan om. Bahkan usiannya belum sampai menginjak tiga puluh tahun.
Citta terdiam beberapa sesaat mencermati ucapan Cakrawala. "Bukan, bukan itu. Om Wala bukan nikah sama tante aku, tapi Om Wala yang bakal nikah sama aku!" sanggah Citta berteriak.
Mendengar ucapan Citta membuat langkah Cakrawala terhenti secara tiba-tiba. Dia mengedar pandang dan mendapati banyak karyawan yang mulai memperhatikan. Pasti mereka sudah mendengar ucapan tidak masuk akal gadis tidak jelas itu.
"Om Wala mau nikah sama aku, kan?!" teriak Citta lebih jelas.
"Apa kamu bilang?!" Cakrawala menggertakkan gigi dengan tangan terkepal, lalu melangkah pasti menghampiri Citta.
"Aku mau nikah sama Om Wala!" teriak Citta lagi.
Gadis ini seolah tidak memiliki rasa takut. Padahal ekspresi Cakrawala sudah sangat menakutkan dan terlihat seperti ingin menelan orang hidup-hidup, tetapi Citta justru sangat bahagia.
"Sial!" umpat Cakrawala dalam hati. Dia lekas menghampiri Citta dan meraih tangannya.
"Jadi, Om Wala mau ni--."
"Tutup mulutmu!" seru Cakrawala kesal. Dia membekap mulut Citta agar tidak berbicara lebih lancang lagi.
Cakrawala mengedar pandang dan melihat semua karyawan sudah berkumpul memperhatikan. Jadi, dia memilih membawa masuk gadis itu ke ruangannya. Jika diusir keluar, dia yakin mulut lancangnya akan terus mengucapkan kata-kata konyol.
Sampai di ruangannya, Cakrawala menghempaskan tangan hingga Citta terhuyung. "Sebenernya kamu siapa, hah?! Beraninya kamu mempermalukan saya di depan banyak orang!"
Bukannya takut, Citta justru merapikan rambut dan pakaiannya yang sama sekali tidak berantakan. "Kenalin, aku Citta. Aku sepupu suaminya Kak Senja," ujarnya tersenyum sambil mengulurkan tangan.
"Saya nggak peduli. Saya cuma mau kamu berhenti beromong kosong," sergah Cakrawala menggebu.
"Aku serius, Om. Aku mau nikah sama Om Wala, tapi semua orang nggak setuju." Citta mengerucutkan bibirnya dengan helaan napas berat terdengar. "Jadi tujuan aku ke sini ... tolong buat aku hamil, Om!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Make Me Pregnant, Uncle!
Romance"Aku serius, Om. Aku mau nikah sama Om Wala, tapi semua orang nggak setuju." Citta mengerucutkan bibirnya dengan helaan napas berat terdengar. "Jadi tujuan aku ke sini ... tolong buat aku hamil, Om!" Jika dengan cara hamil orang tuanya akan mengizin...