Kelahiran anak Panji dan Sekar membawa kebahagiaan untuk warga dusun. Banyak tetangga yang datang untuk menjenguk setiap harinya. Namun, kesedihan mendalam antara sepasang suami istri itupun tidak bisa ditahan.
Setiap kali Mbah Sariyem datang untuk lakukan tugas, mereka menangis. Setiap pagi dan sorenya Mbah Sariyem datang memandikan anak kedua mereka yang diberi nama Arum. Dan anak pertama mereka belum sempat dinamai itu sudah menghilang tak berbekas. Seperti keharusan, Mbah Sariyem tetap pada pendiriannya tidak membocorkan kemana bayi laki laki itu dia sembunyikan saat Panji dan Sekar memohon.
Hingga akhirnya Mbah Sariyem sudah tidak lagi datang, setelah 40 harian anak mereka. Dan Panji serta Arum sudah mau belajar ikhlas dan memulai hidup baru bersama anak pertama mereka. Arum Padmawati.
Hari terus berganti. Sosok Arum sudah semakin besar. Bayi itu sudah memasuki masa merangkak. Membuat Sekar dan Panji kewalahan saking aktifnya. Panji memutuskan untuk bekerja di ladang orang setelah kelahiran Arum dulu. Ia tak mau menambah kesedihan Sekar.
"Awa....awaaawaaaaa..awaaaaaawwwaaawawawawa"
Sekar terkekeh mendengar putri kecilnya memanggil. "Nggih sayang, mengkin. Biyung lagek gawe mamam go Arum" -iya sayang, sebentar. Ibu sedang membuat makanan untuk Arum-
Tapi Arum tetap mengoceh. Ia sudah mulai latihan berdiri menggunakan bambu yang di rakit Panji. Geritan(¹) itu dibuat Panji sebagai hadiah karena Arum sudah mau makan lagi setelah demam kemarin.
Adzan Dzuhur sudah terlewat lima menit yang lalu. Sekar segera mendudukkan Arum di pangkuannya. Ia mulai menyuapi Arum nasi tim yang diberi lauk telur dadar. Kebetulan kemarin ada penjual telur yang lewat di depan rumah.
"Gundul gundul pacul cul..."
"Aaa...."
Arum membuka mulutnya lebar lebar. Ia senang saat Sekar memberinya suapan demi suapan. "Awaaawaawaa...." Bayi itu bertepuk tangan dengan senang setelah Sekar mengetuk piring dan sendok. Itu artinya makanannya sudah habis.
Kini, saatnya tidur siang. Seperti biasa, setelah menyelesaikan menyuapi Arum, Sekar akan melarikan beberapa pekerjaan rumah yang tidak ada hentinya. Ia juga ikut makan siang. Kebetulan bekal untuk suaminya sudah ia bawakan tadi pagi. Jadi tidak perlu mengantar lagi.
Sekar tersenyum lega saat pekerjaan rumahnya sudah selesai. Ia melihat Arum sudah mulai mengantuk duduk di tanah. "Wisuh sik ya Rum" -cuci tangan dan kaki dulu ya Rum-
Sekar membawa Arum ke dalam kamar. Ia mulai menidurkan bayinya sembari menyusui. Ia juga ikut melelapkan dirinya.
Sampai sore datang, Arum terbangun lebih dulu. Ia menepuk nepuk pipi ibunya. Berniat membangunkan Sekar segera.
"Eh Arum, nggih biyung tangi rum" -eh Arum, iya ibu bangun rum"
"Awawwaa... An...diid.dddii...."
Sekar mencubit gemas pipi anaknya "siram sik ya Rum. Bapak dela maning wangsul" -mandi dulu ya Rum. bapak sebentar lagi pulang-
Benar dugaan Sekar. Tak lama setelah dirinya memandikan Arum, Panji pulang dengan muka lelahnya. Ia segera menyambut Panji dengan senyuman sumringah.
Arum adalah obat bagi Panji. Ia mencium hangat kening anak gadisnya dengan penuh kasih sayang. Rencananya akan berlangsung nanti malam.
Tapi Arum sepertinya mengerti. Ia terus rewel ingin berada dekat dengan Panji sepanjang malam. Bayi itu terus merengek apabila tidak didekap Panji saat tidur.
Panji tidak tidur. Ia terus terjaga memandangi dua bidadarinya. Mengelus kepala mereka bergantian untuk terakhir kalinya. Sebelum ia pergi menjauh dan kemungkinan tidak bertemu dengan mereka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkar(a)nasi
General FictionKita adalah garis takdir yang terikat satu sama lain. Rein tidak pernah merasa se aneh ini tentang hidupnya semenjak dia bertemu Kara. Si gadis penjual jamu yang dia temui setiap pagi di Nusa Kambangan. Dan setelahnya Kara selalu muncul di manapun d...