Jantungku mulai berdetak kencang, aku takut dengan apa yang akan disampaikan dokter padaku. Diagnosa apa yang akan menyerangku kali ini. Dilihat dari situasinya sepertinya bukan hanya demam.
Dokter Hanan memasuki ruangan dengan membawa serta kertas yang berisi diagnosa penyakitku. Lalu dia duduk di hadapanku, menatapku dengan tatapan serius.
"Nona Rania, anda terdiagnosa dengan penyakit leukemia mieloblastik akut."
Deg...
Jantungku rasanya seperti berhenti berdetak.
-0o0-
Akankah aku bisa melihat bunga tulip yang mekar begitu indah di Taman Emirgan sebelum sang utusan langit menjemputku?
Bunga terindah yang pernah aku lihat. Dengan berbagai warna warninya yang dapat menarik atensi semua mata. Bunga yang sangat aku dambakan kehadirannya. Seperti saat mendambakan kehadiran orang terkasih. Bunga yang aku inginkan untuk menghiasi rumah terakhirku nanti. Dikala nisanku sudah berdiri.
Angin berhembus di antara bunga bunga yang tumbuh begitu indah di taman belakang rumahku. Membuat buku yang aku baca terbalik sendiri di setiap halamannya. Tak kusangka air mataku menetes tanpa sadar. Karena terbesit dalam pikirku, bahwa pemandangan ini akan berakhir bersama waktuku yang tersisa.
"Sayang!! Nia aku pulang!!"
Itu dia, orang yang selama ini hidup bersamaku. Ratan Radiansyah Putra, laki-laki pekerja keras dan seorang suami yang baik. Walaupun dia baik kepada banyak wanita, setidaknya dia paling baik padaku.
Kami sudah bersama selama 11 tahun. Dia yang pertamakali jatuh cinta padaku. Yang aku ingat, waktu itu kita berada di angkatan yang sama tetapi di kelas yang berbeda. Bisa dibilang he fell first, she fell harder. Dia berusaha begitu keras hanya untuk berbicara dua patah kata padaku.
"Namaku Ratan." Ucapnya terbata bata sembari mengulurkan tangan yang terlihat jelas sedang gemetar.
Mengingat kembali perkenalan kami membuatku ingin kembali ke masa masa itu. Masa dimana dia selalu mengutamakanku dalam segala hal, dan semua kepeduliannya yang begitu membuatku nyaman. Sehingga tanpa sadar aku mengandalkannya.
Dia tahu aku suka membaca, oleh karena itu dia memberikan sebuah buku saat pertama kali mendekatiku. Buku yang berisi kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Aku jelas menerimanya dengan senang hati, karena beliau adalah seorang pujangga idolaku.
Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk membuka hati.
--
Hidup ini bagaikan sebuah buku. Setiap halaman mengandung ceritanya masing masing. Entah alur negatif atau positif, itu semua tak masalah. Hanya tentang bagaimana cara kita bereaksi, bukan selalu tentang mencari penyelesaian.
Jika jalan cerita hidupmu berbentuk sebuah buku, akankah kamu melihat halaman terakhirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Bersama Hujan
RomanceTak semua yang kita tahu harus diutarakan. Kadang malah memilih untuk memendam padahal tahu rasanya sesakit apa, karena akan lebih sakit jika diungkapkan. Diam juga merupakan sebuah cara, bahkan ada yang bilang bahwa diam adalah emas. Kalau begitu a...