"Menurut kamu, apa aku enggak cantik?" Ok, aku tau ini bodoh. Pertanyaan gila ini terpaksa aku tanyakan juga gara-gara ocehannya si Angel.
Eno terkesiap, menatapku dengan ekspresi sedikit bengong.
"Ih? Gitu amat muka kamu!" Aku mengajukan protes seraya membuang muka. Jujur saja, ekspresi Eno membuatku merasa malu dengan pertanyaanku sendiri.
Eno bangkit dari tidurannya. "Gimana tadi?"
"Masa iya harus aku ulang?" Aku jadi kesal.
"Iya, coba ulang!"
"Kamu ngerjain aku, ih!" Aku mendorong pundaknya kesal.
"Enggak, aku srius! Coba kamu ulang pertanyaannya!" Eno terlihat sungguh-sungguh.
Aku menghela nafas, menatapnya gusar. "Menurut kamu, apa aku enggak cantik?"
"Ha?" Eno terheran menatapku.
"Dijawab Eno, kok kamu malah bengong?" sentakku.
"Oh? Ya, ya cantiklah! Siapa yang bilang kalo kamu enggak cantik?"
"Kok kamu jawabnya pakek mikir dulu? Jangan-jangan bener apa yang dibilang Angel, kalo kamu tuh punya cantik versi lain dan itu bukan aku!" cecarku jadi emosi.
Eno terbengong, masih menatapku seakan tak paham apa yang aku katakan.
"Eno, jawab!" Aku semakin geregetan.
"Bentar, bentar." Eno tampak berpikir. "Kamu nanya sama aku, kamu cantik apa enggak. Dan aku udah jawab kalo kamu cantik tapi kamu malah nuduh kalo aku punya cantik versi lain dan itu bukan kamu?"
"Kamu jawabnya lama!" sentakku.
"Ya karna pertanyaan kamu itu konyol, Sayang!"
"Dari awal kan aku udah bilang kalo pertanyaan aku bakal terdengar konyol, kamu bilang ya udah, tanya aja!" Aku tak mau kalah.
Lagi-lagi Eno terdiam, malah menggaruk-garuk pipinya dengan wajah bingung.
"Jadi bener, kamu punya cantik versi lain dan itu bukan aku?" tanyaku lagi.
"Enggak! Siapa yang bilang?"
"Itu buktinya kamu masih aja bingung!" cecarku.
Eno tersenyum tak percaya. "Ayaaa ... setelah sejauh ini ... setelah sejauh ini kamu kasih aku pertanyaan macam gitu? Yang bener aja, Sayang?"
"Ya udah si, tinggal dijawab aja kenapa harus bingung? Kamu tu ribet, tau enggak?"
"Iya kan tadi aku udah jawab, aku bilang kamu cantik!"
"Tapi kamu jawabnya lama! Kayak mikir dulu! Kamu ragu?"
"Loh, kok ragu sih? Apanya yang ragu? Jelas aku jawab dengan gamblang gitu masa' dibilang ragu?"
"Muka kamu tuh, kliatan ga tulus pas jawab tadi! Kayak ragu-ragu, tau enggak?" tudingku.
"Di bagian mana sih aku keliatan ragu? Kamu pikir yang bikin aku sering lupa diri sampe mau bantai kamu tu, apa? Ada-ada aja kamu?"
"Oohh ... jadi selama ini kamu macarin aku cuma karna aku cantik? Iya? Kalo gitu cinta kamu cuma mandang fisik? Gitu?"
"Ya enggak gitu jugaaa ... maksudnya aku tuh ...." Eno tampak serba salah.
"Kamu kok jadi melebar ke mana-mana sih, Ayy?" Dia menatapku terheran."Kamu yang melebar ke mana-mana!" Aku menukas sengit. "Aku kan cuma kasih kamu satu pertanyaan, kenapa kamu jawabnya berbelit-belit?"
Eno menggasak rambutnya, meringis kebingungan dan itu membuatku semakin kesal.
"Ini awalnya gimana sih, ya Tuhaaann ...." Dia mengusap wajahnya berkali-kali.
Aku membuang muka darinya.
"Kita mau piknik sambil liat sunset kan? Tuh, sunsetnya cantik banget. Kamu liat deh!" Eno menunjuk ke arah barat sana.
"Iya, bilang aja kalo sunsetnya juga lebih cantik dari aku!" ketusku masih kesal karna aku tahu dia sedang berusaha mengalihkan topik.
"Salah lagi ...." Eno memasang wajah pura-pura ingin menangis.
Aku masih memasang wajah marah padanya.
Eno memegang kedua tanganku.
"Kamu tu cantik, Sayang. Beneran! Dari lubuk hati aku yang paling dalam nih, aku ngomong, ya? Kamu tuh paling cantik di mata aku. Tapi bukan berarti cuma karna alasan itu yang bikin aku jatuh cinta sama kamu! Gimana si, aku jelasinnya?"
"Tapi kenapa kamu enggak pernah minta foto----" Ups, aku keceplosan. Tidak, tidak seharusnya aku mengatakan ini. Oohh ... tiba-tiba rasa panik langsung menyerbu kepalaku.
"Foto apaan?" Rupanya Eno terlanjur mendengar perkataanku barusan. Dia menatapku penuh tanda tanya.
______
29 mei 20024