Momen

22 9 1
                                    

Aku sampai di istana dengan selamat. Tubuhku masih bergetar, detak jantungku berdegup kencang tak karuan. Kondisi yang kacau tentu memicu berbagai pertanyaan dari orang-orang istana. Salah satunya dari ibu. Ibu sontak memelukmu dan terus menerus bertanya apa yang terjadi.

Dengan kondisi lemah aku hanya menggelengkan kepala, lalu menenangkan suasana hati ibu yang terlihat khawatir.

"Bu, jangan khawatir aku tidak terluka. Aku baik-baik saja. Jangan terlalu di pikirkan. Aku hanya kelelahan." Ucapku menenangkan ibu.

"Kau yakin?" Aku kembali mengangguk, kemudian memeluk ibu.

"Baiklah. Namun untuk tiga hari kedepan, ibu tidak akan mengizinkan mu keluar dari istana. Kau mengerti?"

"Iya, bu." Upaya ku untuk menenangkan ibu ternyata membuahkan hasil. Namun maaf, bu. Aku melanggar perintah mu. Karna malam ini aku akan pergi ke hutan itu kembali, untuk memastikan keadaan gadis yang aku sukai.

Malam hari tepatnya sebelum bulan semakin menaik aku menyelinap keluar istana, dengan kecerdasan yang aku miliki, aku berhasil mengelabui para prajurit yang berjaga kala itu.

Jujur saja, hatiku tak tenang. Memikirkan apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi. Segala gundah gulana menempel sempurna di dalam isi pikiranku.

Aku terus berjalan menuju hutan. Kubawa satu lentera kotak sebagai penerangan. Keheningan malam hari membuat rasa takut semakin membesar. Malam itu begitu hening, tak ada yang terdengar selain suara langkahan kaki ku menginjak dedaunan yang telah gugur.

Suara burung hantu menyambut hangat kehadiranku. Membuat aku semakin ketakutan dan memutuskan untuk berlari. Aku terus berlari dan berakhir tersandung ranting pohon berduri yang tepat menancap di pergelangan tanganku.

Aku menangis sejadi-jadinya. Lenganku terasa sakit. Namun setelah merenung sesaat, aku teringat tujuanku datang ke hutan ini. Aku tidak datang untuk menangis, tapi menyelamatkan nyawa Victoria yang di ambang kematian.

Aku terbangun sekuat tenaga. Dengan kondisi tangan yang terluka pontang-panting berjalan menyusuri gelapnya hutan di malam hari.

Akhirnya aku tetiba di lokasi. Lokasi dimana hal janggal terjadi. Aku mulai berjalan, mendekati pintu usang yang di penuhi dengan sarang laba-laba. Aku menghela nafas, belum sempat mengetuknya, tetiba pintu itu terbuka. Terlihat pria tadi berada di dalamnya dengan baju yang penuh dengan darah. Tubuhku bergetar hebat. Jantungku terasa hendak meledak. Aku takut diriku akan di cincang halus dan di tumis bak ikan tuna yang malang.

Tapi siapa sangka. Hal mengejutkan terjadi. Terlihat seorang anak perempuan cantik terduduk dengan senyum manisnya, lalu melambaikan tangan seolah menyambut kehadiranku.

"Hei william, kemarilah. Mari makan ayam panggang bersamaku." Ucapnya. Dia tersenyum tipis kepadaku. Tanpa dosa! Aku sangat mengkhawatirkannya. Bahkan aku merasa bersalah dan gagal menjadi manusia ketika tempo hari meninggalkannya. Namun nyatanya, dia dengan tengah bersantai menikmati paha ayam panggang disana.

Jujur saja, aku sedikit emosi. Namun syukurlah, dia baik-baik saja dan terlihat tenang. Senyumannya yang manis membuatku bersemangat kembali.

"Vitoria, ayo pulang." Ucapku padanya seraya memastikan agar keluarganya tak khawatir.

"Wahh, kau sangat khawatir padaku ya? itu mengejutkan. Tapi, terimakasih."

"Tidak. Aku tidak mengkhawatirkan mu. Aku hanya ingin berkelahi dengan pria aneh ini. Hitung-hitung untuk melatih kemampuan bela diriku."

"Sudahlah jangan mengelak. Aku tau, terimakasih ya." Dia tersenyum kepadaku, kemudian meraih kedua pergelangan tanganku yang kotor karna terjatuh tadi.

Matanya terbelalak, ketika melihat luka hebat yang ada di tangan kiriku.

"Kenapa kau terluka?"

"Tidak, ini hanya kecelakaan saja. Sudahlah, jangan khawatir, ini hanya luka ringan. Anak laki-laki sepertiku, tak mungkin ciut hanya karna luka sepele."

"Baiklah ayok pergi!"

"Agrh! apa kau ingin menghabisi ku?"

Dia menarik kuat lenganku yang terluka. Sontak aku pun menjerit keras ketika ia menariknya.

"Kau berlagak seolah-olah kau kuat, tapi nyatanya di tarik saja kau merengek. Dasar tikus aneh."

"Heh kucing gila, aku tak aneh. Kau yang aneh. Payah!"

"Sudahlah jangan terus berdebat. Maafkan aku."

"M-maaf? ya Tuhan itu membuat bulu kuduk ku merinding seketika."

"Iya, maafkan aku karna sudah membuatmu kesal. Sebagai permintaan maaf, akan ku ajak kau ke tepi sungai disana. Mari kita saksikan indahnya bintang jatuh."

*****

Kami terduduk di atas potongan kayu di tepi sungai. Menikmati tenangnya malam dan langit yang di hiasi bintang-bintang berkilau.

"William, biar ku obati lukamu. Aku takut kau akan kehilangan banyak darah." Ia terlihat sangat khawatir. Kemudian melepaskan pita yang ia pakai untuk mengikat kepangan.

Ia tersenyum dan mulai membalut luka ku dengan pita kain sutra bermotifkan bunga mawar miliknya.

"Nah, seperti ini lebih baik." Dia tersenyum padaku. Senyumannya sangat indah. Tatapan matanya begitu tulus dan dalam, seakan-akan dia bersyukur dan nyaman berada di dekatku.

"Oh lihat! itu bintang jatuh." Victoria terlihat sangat senang. Raut wajahnya berubah seketika melihat bintang jatuh dari langit.

"Wah sangat indah ya." Aku terus menatapnya. Kegembiraan yang ia pancarkan membawaku masuk kedalam kebahagiaanya.

"Konon katanya, ketika kita melihat bintang jatuh, seluruh keinginan kita akan terkabulkan. Apa kau tak ingin mengungkapkan keinginan yang ingin kau wujudkan?"

"Aku, ingin menikahi mu kelak."

"Apa!?" Victoria sontak terkejut. Siapa yang tak terkejut!? bayangkan saja, ketika musuh bebuyutan mu yang menyebalkan, mendadak bersikap manis dan melamarmu di saat turun hujan bintang di usia yang masih kecil.

"Aku janji." Lanjutku meyakinkan.

Hai, terimakasih sudah membaca sampai akhir. Ikuti akun ini agar tidak tertinggal bab lainya.

Thankyou🍷

LOST MY PROPERTY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang