"Bal, telpon Bang Anggara, sepupunya Anggi." sahut Renner sambil menyetir.
Iqbal yang berada di kursi penumpang dengan laptopnya, mengambil ponsel Renner, dan menekan nama yang dimaksud. Panggilan tersebut dikoneksikan ke loudspeaker.
"Halo."
"Bang, ini Renner. Anggi udah pulang?"
"Loh, tadi WA katanya lembur, gausah dijemput karena dianter sama lo."Shit.
"Jadi, dia nggak sama lo?"
"Er- em- belom Bang. Ini gue lagi cari dulu di kantor. Tar gue kabarin!"Renner memutus panggilan itu sepihak. Tak ingin bicara lebih lanjut dengannya.
"Pasti yang ngirim WA itu Ferdi, Bal. Belom ada kabar dari Clara ya?" tanya Renner.
"Belom ada, Bang. Dia masih nunggu Pak Bobby, masih di ruang sidang." jawab Iqbal, membacakan pesan terakhir dari Clara di ponsel Renner.
⏳⏳⏳
Mereka menekan bel apartemen Anggi berkali-kali. Tidak ada jawaban. Kemungkinannya sangat kecil Anggi akan kembali kesini, mengingat apartemen itu sudah hancur.
Tapi Renner, frustasi, menggedor-gedor pintu itu.
"Bang, udah, Bang, yok deh. Kan dia emang nggak tinggal di sini... Kalopun ulah Ferdi, nggak mungkin Ferdi nyekap disini." ucap Iqbal.
Mendengar ribut gedoran pintu, tetangga apartemen Anggi kemudian keluar, perempuan paruh baya, "Ada apa, ya Mas?! Berisik banget!" keluhnya setengah berteriak.
Renner menunjukkan kartu identitasnya, "Maaf, Bu. Polisi." jawab Renner singkat.
"Eh- Maaf Pak. Ada yang dicari?" tanya ibu tersebut.
"Iya, yang biasa tinggal disini." sahut Renner, sedikit terganggu, ia masih juga mengetuk pintu itu.
"Saya nggak tau, ya, Mbak itu ada masalah apa. Minggu lalu memang berisik banget apartemennya. Saya pikir berantem sama pacarnya. Tapi setelah itu sepi banget." komentar ibu itu.
Renner menoleh, tertarik, "Kapan, Bu? Ibu lihat pacarnya?" tanyanya kali ini.
"Hari apa ya itu, Sabtu. Iya, Sabtu soalnya anak saya habis latihan karate sore-sore. Pokoknya saya dengar pecah belah dibanting." jelasnya.
Sudah pasti, ia mendengar kejadian dimana Ferdi menghancurkan apartemen itu.
"Baru aja saya mau protes, pas keluar, si pacarnya itu udah jalan ke lift, bawa tongkat baseball. Saya jadi takut."
"Ibu nggak lapor?" tanya Renner.
"Udah kok, ke satpam bawah. Katanya, udah ada polisi yang ambil keterangan dan data CCTV juga dua hari lalu. Denger-denger, orangnya udah ketemu."
Pasti Danil yang dimaksud. Ia mendapatkan Ferdi memang berkat rekaman CCTV di lorong.
"Ini Bapaknya masalah beda lagi, kan, kesini?" tanya ibunya.
"Sama, Bu. Orangnya ketemu, tapi belum ketangkep." jawab Renner.
Si ibu terbelalak, "Waduh... Kalo gitu, saya harus kasih ini...Sebentar."
Ia masuk ke dalam sebentar, lalu keluar lagi memberi Renner sebuah kunci dengan gantungannya.
"Karena takut, saya ngumpet disitu pas orangnya masuk lift." tunjuknya ke arah tembok menuju lift. "Pas liftnya udah ketutup, saya baru berani keluar dari sembunyi, nemuin ini di depan lift. Saya yakin ini punya dia, karena pas saya pulang dari jemput anak karate sebelumnya, belum ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
Fiksi UmumOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.