Chapter 12

70 8 0
                                    

Pagi harinya di kediaman Hielson.

Beberapa botol kaca bening aneka warna-warni berjejer rapi di samping jendela. Diterpa sinar mentari, botol-botol tersebut tampak mengeluarkan cahaya terang yang berkeliaran liar tak tentu arah di dalam kamar bercat pink coral keseluruhan, menimbulkan efek visualisasi yang sangat indah serta menyenangkan mata.

Pemandangan inilah yang dilihat Jenny saat dia memasuki kamar Andin. Setiap kali dia kesini, Jenny akan berlama-lama di dalam kamar sahabatnya beberapa menit ataupun jam, hanya untuk melihat pemandangan langka ini.

Tidak sampai matahari merangkak naik, barulah Jenny menarik pandangannya.

Jenny pergi ke sisi samping jendela yang gordennya masih tertutup, dia menarik gorden berwarna abu-abu itu cukup keras sampai wanita yang masih di ranjangnya merengut tidak suka atas suara keras tersebut yang mengganggunya, lalu wanita itu pun terus tertidur lagi.

Jenny membuka kedua jendela sampai terbuka lebar, agar supaya udara segar masuk ke dalam ruangan, tidak lupa mata sipitnya melirik pada botol-botol kaca cantik yang berjejer bersusun di tengah-tengah jendela.

Jika dihitung dari lamanya persahabatan antara dirinya dan Andin, botol-botol kaca itu sudah bertengger di sana 5 tahun lamanya.

Dia kadang bertanya-tanya apakah ada maksud khusus dari botol-botol kaca itu ditempatkan di sana dengan begitu lama. Namun, meski betapa dirinya begitu penasaran ingin tahu dengan masa lalu sahabatnya tersebut, Jenny menyadari, ada batas diantara persahabatan mereka yang tidak boleh dia lewati.

Jenny melangkah mendekat ke sisi Andin, menarik selimut tebal yang menutupi Andin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan Andin yang tertidur dengan posisi meringkuk mengubah posisi tidurnya menjadi telungkup di atas tempat tidur empuk ukuran Queen size. Membuat Jenny geram saja melihat sahabatnya yang tak kunjung bangun.

Jenny duduk di samping Andin, mengangkat tangannya yang kurus pucat lalu kemudian menampar dahi sahabatnya sangat keras.

Plakkk!

Dan suara pekik tertahan terdengar kemudian dari mulut Andin. "Aduhhh... Sakit!"

Tamparan keras dari tangan Jenny sepenuhnya membangun kan Andin. Andin yang baru saja bangun tidur, melirik sebal pada Jenny yang saat ini tersenyum manis di hadapannya.

"Bisa tidak kalau membangunkan orang itu sopan sedikit?!" Bentaknya kesal memarahi Jenny yang lagi-lagi tidak digubris oleh gadis blasteran Asia - Belanda tersebut.

Jenny hanya memutar matanya jengah, "Kalau aku tidak seperti itu, kau kan tidak akan bangun."

Andin mengacak-acak rambut panjang pirangnya kesal, pagi-pagi, orang ini sudah merusak moodnya.

"Aku tadi berpapasan dengan Sean di bawah."

Andin yang akan pergi ke kamar mandi, membeku. Tadi malam saat dirinya tertidur di dalam pelukan seseorang, dia mengira kalau semua itu hanya mimpi saja. Dia tidak menyangka kalau itu sungguhan nyata, dan Sean-lah yang menemaninya.

Andin segera memalingkan wajah, melirik ke atas ranjang yang kusut, dan wajahnya langsung memerah.

Astaga, astaga! Andin, apa yang sudah kau lakukan?!

"Kenapa dengan wajahmu?" tanya Jenny yang melihat tingkah kikuk Andin dan wajahnya yang sudah semerah tomat.

Dengan bibir menyeringai, Jenny mulai menggoda Andin yang tampak sangat malu, "Apa yang terjadi di antara kalian berdua tadi malam?"

Andin memalingkan wajah, menghindar dari tatapan selidik Jenny. Dengan gugup dan panik dia mulai menjelaskan kesalahpahaman yang melintas di mata sembrono sahabatnya itu saat Jenny menatap padanya, "A-aku... Tadi malam."

Musimnya Cinta (Season's Of Love Series/SoL) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang