C&P 5: KAMU DAN SENJA

152 11 0
                                    

Pukul delapan pagi lewat sepuluh menit, seorang gadis cantik baru bangun dari tidurnya. Dirinya bangkit, bersandar pada dashboard kasur, mengucek matanya kemudian menatap sebentar ke arah jam dinding yang tergantung di atas pintu kamarnya.

"Lama juga aku tidur," gumamnya pelan.

Ting!

Dering notifikasi dari ponselnya terdengar, ia mengambil ponsel itu di atas nakas dan mengecek siapa yang mengirim pesan padanya pagi-pagi seperti ini.

sudut bibirnya tertarik ke atas, kala membaca dari siapa pesan itu dikirim. Tak lama setelahnya ia bangkit dari kasurnya, mengambil handuk yang tergantung di dalam lemari, berlari kecil ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

Di lain tempat, seorang gadis tomboy tengah menikmati sarapan paginya. Beberapa kali ia kedapatan tersenyum sendiri, membuat kedua orang tuanya menatap dirinya aneh.

"Zeeya aisha yabella, kenapa kamu senyum-senyum sendiri gitu?" tegur Gracio pada anak tunggalnya.

"Astaga ayah ... Bikin kaget aja," balas Zeeya mengusap dadanya pelan karena suara Gracio yang tiba-tiba masuk ke telinganya. "Kamu belum jawab pertanyaan ayah, Zeeya," ucap Gracio ulang.

"Aih itu, gapapa kok, yah," balasnya kemudian.

Merasa ada yang janggal pada putrinya ini, Gracio kembali bertanya. "Are you serious? You have nothing to hide, right? " tanya Gracio dengan mata memicing.

Zeeya menghela nafasnya, "Seenggak percaya itu ayah sama aku?" lesunya.

"E-enggak gitu, ayah percaya kok. Tadi cuma mau memastikan aja." tukas Gracio cepat.

"Udah udah, kalau dilanjutin nanti malah debat. Zeeya, habisin makanan kamu, tadi katanya habis sarapan mau keluar 'kan?" perintah Shanika. "Iya bunda iya."

"Tumben kamu udah rapi? Mau kemana, kak?" tanya Ilona yang melihat Meira keluar dengan pakaian yang sudah rapi dan wangi.

"Kebetulan mama ada disini, aku mau izin keluar ya, mah? Mau ke perpustakaan di ujung kota," Meira menghampiri Ilona yang tengah duduk sendiri di sofa ruang tamu.

"Engga sarapan dulu?" Meira menggeleng pelan.

"Papa mana, mah?" tanya Meira yang menyapu pandangannya di rumah besar ini. "Lagi nemenin adik kamu beli keperluan organisasi nya, kebetulan hari libur jadi perginya sama papa kamu. Tumben nanya papa? Ada sesuatu yang mau kamu bicarain?"

"Ohh ... Enggak kok, mah, cuma pengen nanya aja. Yaudah, aku pergi dulu, ya, mah." Meira kembali melanjutkan langkahnya keluar dari rumah besar ini.

Baru saja membuka pintu, dirinya sudah diperlihatkan dengan pemandangan yang selalu membuatnya iri akan hal itu. Di depan gerbang sana, Daniel dan Maira baru pulang dari kepergian mereka. Lambat tapi pasti, ketiganya saling berpapasan dan berhenti sejenak.

"Mau kemana kamu?" tanya Daniel pada Meira. "A-aku mau belajar bareng Adel di perpustakaan yang ada di ujung kota, pah," jawabnya.

Daniel mengangguk pelan, kemudian melanjutkan langkahnya memasuki rumah.

"Jangan pulang terlalu larut, kamu akan tau akibatnya nanti." tukas Daniel dengan cepat tanpa menoleh sedikitpun ke arah Meira.

Dalam diamnya, Meira merasa senang. Apakah tadi suatu bentuk kepedulian sang ayah pada dirinya? Kalau iya, bolehkan ia berteriak senang karena merasa di perhatikan? Tapi ... Apa mungkin ia akan mendapatkan secuil perhatian ayahnya untuknya? Sudahlah, kegiatannya lebih penting daripada harus memikirkan hal yang seharusnya tidak akan pernah ia dapatkan.

Cinta & Perbedaan [SLOW UP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang