Beberapa bulan sudah berlalu, banyak hal yang tidak bisa Anin duga jika semua itu akan terjadi kepadanya. Termasuk kejadian kecelakaan ibunya yang tidak sadarkan ditu beberapa minggu terakhir.
Dan sekarang semua kembali seperti semula sama halnya dengan Yunita-wanita itu sudah tampak lebih segar setelah menyelesaikan rawat jalan yang cukup lama. Wanita itu juga sangat bersyukur karena masih diberikan keselamatan dan masih bisa berkumpul dengan suami, serta ketiga anak-anaknya.
Yunita sadar, selama dirinya berada di rumah sakit banyak sekali hal-hal yang terlewatkan. Dari rumah yang dulunya hanya terdapat lima orang sekarang bertambah menjadi 1 yaitu asisten rumah tangga.
Untuk asisten rumah tangga Yunita tidak memberatkan karena saat-saat seperti ini mungkin dirinya membutuhkannya dikala sedang dilanda kesibukan. Bahkan Yunita senang karena kehadiran Bi Ani mampu membuatnya tidak kesepian saat suaminya sibuk bekerja dan kedua anaknya bersekolah.
"Ibu!" Anin berlari mencari ibunya setelah pulang dari kegiatan ekstrakurikuler Pramuka setiap hari Jumat. Dengan pakaian Pramuka lengkap Anin berkeliling mencari ibunya.
"Ibu di dapur," jawab Yunita.
Mendengar suara yang tidak asing di indera pendengarnya Anin pun bergegas menuju dapur dengan perasaan yang sangat senang. Sifatnya kini sudah kembali seperti biasanya hanya saja sekarang Anin menjadi lebih manja kepada sang ibu.
Namun, bagi mereka tidak mempersalahkan hal itu karena lebih baik Anin bersikap manja daripada bersikap seperti kemarin-kemarin yang lebih tertutup.
"Sudah pulang?" tanya Yunita diangguki oleh Anin. Wanita itu sedang duduk di kursi pantry ditemani dengan secangkir teh dan brownies yang Bi Ani buat. "Kamu mau brownies? Tadi Bi Ani buat, rasanya gak kalah enak sama brownies yang beli di toko roti."
Anin kemudian mengambil sepotong brownies yang berada di atas piring saat akan memasukan potongan brownies tersebut Yunita lebih dulu menegurnya.
"Duduk sayang, gak baik kalau makan sambil berdiri," tegurnya. Anin kemudian langsung menurut dan duduk di samping ibunya.
"Enak," ujar Anin dengan setelah mencicipi brownies itu. Rasanya sangat enak bahkan melebihi brownies yang sering ayahnya beli setelah pulang kerja. "Buat aku semua boleh, Bu?" tanyanya mengambil potongan brownies tersebut.
"Gak boleh. Kasihan nanti abang kamu dan ayah, masa gak dikasih browniesnya? Kasian dong mereka. Nanti kalau kurang bisa minta tolong bikinin lagi sama Bi Ani," balas Yunita mengusap pucuk kepala anaknya itu.
"Abang ke mana, Dek?" tanya Yunita. Biasanya saat hari Jumat Izaz dan Anin memang pulang sedikit sore dari hari biasanya karena Anin mengikuti kegiatan ekstrakurikuler wajib Pramuka. Sedangkan Izaz adalah salah satu Dewan Ambalan yang artinya dia juga mengajar kepada siswa-siswi kelas X.
"Belum pulang, Bu. Tadi Kak Izaz bilang ke aku biar kasih tahu ibu, katanya pulang agak telat beberapa menit," jawab Anin.
"Terus kamu tadi pulang sama siapa?"
Saat ditanya seperti itu Anin lantas senyum sendiri yang membuat Yunita memicingkan matanya curiga kepada anak bungsunya itu.
"Adem dianterin sama pacarnya?" Yunita bertanya sambil memastikan apakah itu benar atau tidak.
Anin menggeleng. "Anin gak punya pacar, Bu."
"Betul, Dek?" Yunita masih tidak percaya terlebih lagi saat suaminya sering kali bercerita bahwa selama dirinya dirawat, Anin sering bersinggah ke kafe dekat rumah sakit. Terkadang juga diantarkan oleh laki-laki yang bekerja di salah satu kafe itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Traces (COMPLETED)
Teen FictionMenceritakan tentang sebuah keluarga Baskara dan Yunita yang memiliki tiga orang anak. Dua anak kembar laki-laki dan satu anak perempuan. Si kembar Shindu, Izaz, dan Anin sebagai anak bungsu. Keluarga yang harmonis bahkan tidak menjamin adanya konf...