02. SMK 3 Jakarta

22 8 0
                                    

***

Kalau di pikir-pikir lagi, mengapa murid yang rumahnya dekat dengan sekolah, adalah murid yang paling terlambat datang?

Itu persis seperti Naka dan Naya. Kalian tahu? Kemarin malam mereka bergadang di rumah Naya karena hujan deras, dentuman guntur yang keras dan kilatan petir yang begitu mendebarkan. Naya yang beberapa kali menangis dan Naka yang kebingungan untuk menenangkan Naya.

Pukul 08.23 menit, mereka baru sampai di sekolah. Sejak pukul 07.30 gerbang sudah di tutup, dan mereka terlambat 53 menit, gila saja. Siswa teladan dan siswi terpintar dari kelas sebelas harus di hukum karena terlambat? Wah, rekor.

"Ah, anjing.." Gadis dengan rambut tergerai itu mengumpat seraya menggebrak pacar berwarna hitam itu. "Aya, bahasanya." Naka di sebelahnya berdecak seraya geleng-geleng kepala. "Pagi-pagi udah sial aja, anjir."

Naya tak henti-hentinya menggerutu, sedangkan Naka di sebelahnya sudah bingung harus berbuat apa. Mereka terjebak di luar gerbang bersama banyaknya orang yang berlalu-lalang, dan satpam tidak memperbolehkan masuk.

"Pak, tolonglah, kita kan murid rajin, ini kita telat gara-gara kemaren itu pulang bimbel kemaleman." Naka sekarang mencoba memberikan pembelaan. "Ya itu urusan kalian, saya cuma tahu buka gerbang jam enam, tutup gerbang jam setengah delapan." Ujar si satpam.

Naya mendengus kesal, ia berbalik, bersandar pada pagar hitam itu. Dan kala itu, Pak Gery alias guru agama yang terkenal dengan wajah datar dan setiap berjalan tangannya selalu di belakang, datang secara tiba-tiba.

Pak Gery kelihatan rapi menggunakan peci hitam, kemeja batik dan celana kain. "Pak, bukain gerbangnya, saya ada kerjaan buat mereka." Naya berbalik, melihat laki-laki di balik gerbang. "Oh, siap, Pak!" Satpam buru-buru membuka pagar.

Naya menelan ludah, ia saling tukar pandang dengan Naka. "Kalo kita di suruh hormat sama bendera, gapapa ya, Ka?" Si gadis tersenyum kaku, Naka tersenyum paksa. "Hmm, i-iya gapapa."

***

"Pak, ini kita berdua harus bersihin toilet sekolah? Seriusan?"

Naka menghela napas pelan, sedangkan Naya terkejut bukan main. Toilet yang kumuh, penuh sampah berserakan, kaca wastafel yang pecah, dan sedikit aura negatif. "Nggak ada yang bagusan dikit gitu, Pak?" Tanya Naka.

Pak Gery menghela napas. "Setidaknya lebih bagus sedikit, kan?"

Firasat buruk, Naka dan Naya kembali tukar pandang. "Kayaknya emang bagusan dikit beneran deh." Bisik Naka. "Dikit banget gitu, njir?" Naka mengangguki bisikan Naya, lantas keduanya kembali menoleh kepada Pak Gery.

Dan kini, mereka kembali menghela napas ketika bertemu dengan rumput-rumput di sekitar lapangan. "Loh? Cabutin rumput nih, Pak?" Pak Gery mengangguk. "Saya sedikit pilih kasih disini. Karena kalian murid yang cetak rekor di sekolah sampai berhasil menyabet medali emas olimpiade sains di London, jadi saya kasih hukumannya yang ringan-ringan aja."

Naka dan Naya nyengir, ternyata mengumpulkan medali untuk sekolah itu banyak dampak positifnya!

"Hehe, yaudah deh Pak, makasih." Ucap Naka. "Nanti kalo ada job lagi, kasih kita aja Pak, kita siap bawa medali lagi." Ujar Naya dengan cengiran manisnya. Pak Gery tertawa seraya mengangguk-anggukkan kepala, "Yasudah kalau begitu, saya ke ruang guru dulu, permisi."

Keduanya membungkukkan badan, lantas kembali ke posisi semula setelah Pak Gery sudah melangkah menjauh. "Nggak sia-sia juga gue jadi pinter." Ujar Naya, Naka tertawa. "Iya sih, tapi mumet juga kalo misalkan tiba-tiba besok kita disuruh sabet medali di olimpiade robotik."

Gegap Gempita Kota Jakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang