08

57 3 2
                                    

"Jealousy is the far of comparison."

-Max Frisch

Seragam Royal Golden highschool melekat pas di tubuhnya. Ini adalah hari pertama, dan untuk pertama kali juga dia kembali merasakan seragam sekolah private amerika setelah beberapa tahun berbalut seragam private school Inggris. Memang tak berbeda, rok selutut, kemeja dilapisi jas berlogo sekolah elite populer di kota para malaikat tersebut. Rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja, cokelat tebal berponi. Zoe selalu menawan.

Wajahnya menoleh ketika indra pendengarannya mendengar pintu kamar dibuka dan sosok Megan menyapa membuat Zoe tersenyum begitu manis. "Aku sudah siap, mom." Zoe berucap setelah mendengar sang ibu bertanya tentang dirinya apa sudah siap ke sekolah?

Zoe meraih tas punggungnya. Memakainya. Pun dia mengambil ponsel dan menyisihkannya pada jas seragam lalu berderap keluar dari kamar. Kebetulan sekali dia keluar bersamaan dengan Eve. Saudari kembar bersurai hitam dan cokelat itu saling menatap beberapa detik sebelum akhirnya Eve lebih dulu memutuskan kontak mata mereka dan berjalan menuruni tangga.

"Aku pergi!" Eve berteriak seakan memberi sedikit penekanan, jika dia mulai gerah dan kesal selalu memandang wajah Zoe di rumah.

Megan sang ibu menegur Eve. Namun, teguran itu sama sekali tak diindahkan. Eve berderap begitu saja meninggalkan rumah dan memasuki mobil sang kekasih yang telah menunggunya.

Zoe memandang sang ibu yang melepaskan napas berat. Dia mendekat dan berusaha untuk mengalihkan atensi ibunya dari sikap sang kakak dengan tersenyum manis dan berucap, "Mom, kau akan mengantarku kan? Aku senang sekali bisa kembali bersekolah di sini."

Megan bergerak dan membalas senyum Zoe. Mengusap pipi gadis itu dengan lembut. "Maafkan perilaku Eve. Kakakmu itu baik, dia-"

"Aku tau, mom. Aku tidak membencinya. Aku menyayanginya. Dan aku percaya, dia juga menyayangiku." Ucapan Zoe ditutup dengan senyum kecil hangat yang sebenarnya hatinya tergores cukup dalam.

Megan bungkam. Senyumnya mulai memudar dan bersama-sama dengan Zoe mereka sarapan kemudian dia akan mengantar gadis itu ke sekolah.

Tutur kata Eve beberapa hari belakang selalu menghantui alam pikiran Zoe. Demi Tuhan, tak ada niat buruk, pemikiran negatif darinya terhadap sang kakak. Namun, Eve selalu saja berpikir Zoe selamanya adalah perusak kebahagiaan. Entah dengan cara apa dia bisa meyakinkan Eve.

Permasalahan waktu lalu, Zoe benar-benar berharap Eve berhenti dan berdamai dengan dirinya sendiri. Menerima semua yang telah terjadi, dan menganggap semua adalah takdir yang telah digariskan.

× × ×

Bel sekolah belum juga berdenting itu artinya cukup awal Eve datang ke sekolah bersama Zander. Keduanya berjalan bersama menyusuri koridor. Seperti biasa keduanya menjadi pusat perhatian.

Baik Eve mau pun Zander otomatis tersenyum kala menjumpai teman-teman mereka yang bersandar pada loker. Mengambil atau pun menyimpan buku mereka di sana. Salah satu dari ketiga pemuda yang berdiri di sana menyapa pasangan kekasih tersebut.

Zander menaikan sebelah alisnya sebagai respon atas sapaan kawan baiknya.

"Bung, kalian datang awal rupanya." Eve berucap.

Cassian tertawa renyah. "Dan kau juga."

"Apa aku selalu datang terlambat, Cassian? Aku bukan Tyler omong-omong yang mendapat detensi dari ayahnya."

"Oh, shut up, Eve!" Tyler menegur sembari menutup pintu lokernya.

Zander ikut tertawa tanpa alasan humor sebenarnya. Karena tutur kata sang kekasih merupakan sindiran halus yang sama sekali tak bertujuan untuk menghibur. "Bersyukur kau tidak sekolah dari rumah, Ty."

VIRGINITY GAME Book 3 [17+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang