Four

255 47 7
                                    

Hati Jimin berdebar menunggu reaksi dari Yoongi.

Saat ini, ia bepikir bahwa tindakannya ini akan mempertaruhkan hubungannya dengan Yoongi. Sebab, ia tak ingat kapan terakhir kali berpelukan dengan Yoongi di situasi semacam ini. Jimin takut Yoongi tidak menyukainya.

Yoongi masih terdiam. Ia hanya terus menatap kedua netra Jimin. Seolah mencoba menelusurinya.

"Hyung, kenapa diam saja?" Jimin mulai resah. Merasa tak enak hati. "M-maaf. Lupakan saja pertanyaanku tadi."

Kau terlalu gegabah, Jimin. Waktunya kurang tepat. Batinnya kecewa.

"Kau ...."

Yoongi menggantung ucapannya. Membuat perut Jimin mulas bukan main. Jimin makin gugup sekarang.

Namun, apa yang kini dilakukan Yoongi adalah menggapai lengan Jimin untuk diajaknya berdiri, dan mengikis jarak di antara keduanya.

Yoongi memeluk Jimin hangat.

Tak menduga akan perbuatan Yoongi barusan, perasaan haru seketika menyelimuti Jimin. Larut akan kehangatan yang sudah lama tak ia cecap.

"Hyung, apa yang kau lalui sejauh ini begitu berat. Maaf karena aku tidak berguna sama sekali, tidak bisa membantumu sedikit pun," lirih Jimin penuh sesal.

"Kenapa jadi kau yang meminta maaf, Jiminie?" Yoongi mendesah pelan. "Akulah yang seharusnya meminta maaf karena telah menutupi ini semua darimu."

Mendengar nama panggilan yang sudah lama tak pernah ia dengar lagi, Jimin menggigit bibirnya, semakin terenyuh. Ia mempererat pelukannya. Tersentuh sebab sedikit demi sedikit Yoongi telah membuka dirinya.

Jimin menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Hyung. Toh semuanya sudah terjadi."

"Apa kau memaafkanku, Jiminie?"

"Kalau kau sungguh bersikeras untuk meminta maaf, ya, aku memaafkanmu, Hyung." Jimin tersenyum di balik pundak Yoongi. Merasakan kelegaan membanjiri hatinya.

"Terima kasih."

Yoongi mengurai pelukan keduanya. Menatap Jimin dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Melihat itu, hati Jimin kembali berdebar. Ia sangat merindukan senyum manis pria ini yang hanya ditujukan untuk dirinya.

"Kau tahu, Hyung?" Jimin mengulum senyum, merasa malu bersitatap begitu lama dengan Yoongi seperti ini setelah sekian lama. "Aku rindu kau memanggilku dengan sebutan itu."

Yoongi membalas senyum malu-malu yang ditunjukkan oleh Jimin. "Ya. Aku sudah lama sekali tidak memanggilmu dengan sebutan itu. Kau paling suka saat aku memanggilmu dengan sebutan itu, bukan?"

Jimin mengangguk. "Ya, Hyung. Sampai saat ini pun aku masih suka kau panggil begitu." Jimin menunduk. Mengamati dua pasang sepatu yang sudah lama tidak saling merapat. "Dan untuk seterusnya, aku akan tetap menyukainya."

×××

Pukul tujuh pagi, Jimin sudah berada di jalanan dengan setelan olahraganya.

Ia tengah berlari pagi mengitari desa. Mengangguk sopan tiap berpapasan dengan penduduk desa yang melintas.

Suasana pedesaan tempat tinggal Yoongi benar-benar asri. Pemandangan gunung dan persawahan di sana begitu indah dan menyejukkan mata. Jimin akui Yoongi pintar memilih kediaman yang jauh dari ingar-bingar kota. Yoongi menyukai ketenangan, dan di sini adalah tempat yang tepat untuknya.

Setelah berlari cukup jauh, Jimin berhenti sejenak untuk menenggak minuman dari botol yang ia masukkan ke dalam tas pinggang. Jimin menghabiskan setengah dari isi botol itu, menandakan dirinya sangat kehausan.

IRREPLACEABLE ・ YOONMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang