Part 03

3.8K 171 2
                                    

Yok vote sebelum baca.

Part 04 sudah up ya. Yok dibaca.

....................

"Sama Papa yuk, Nak."

Sang keponakan yang duduk di pangkuannya langsung memeluk dirinya, saat sang kembaran hendak mengambil bayi perempuan itu.

"Yansia, ini lho Papanya Yansia, Nak."

"Bukan Om Gara, Papanya Yansia."

"Lengket banget Yansia dengan Om Gara."

Saat sang kembaran ingin mendekat mengambil keponakan cantiknya, Segara langsung bangun dari sofa dengan gerak cekatan.

Upayanya menghindari Yama yang mencoba tuk mengambil sang keponakan dari dirinya. Tidak akan dibiarkan karena ia belum puas bermain bersama buah hati kembarannya itu.

Yansia masih anteng dalam gendongannya. Bayi berusia delapan bulan itu pun tertawa cekikikan diajak dirinya berlari mengitari ruangan tamu.

Yansia tentu sangat menggemaskan. Dan sebagai cucu pertama serta keponakan perdana di dalam keluarga mereka, Yansia amatlah disayang.

Jika libur terbang, maka ia akan menyempatkan waktu berkunjung ke rumah Yama, menjenguk keponakan cantiknya yang selalu dirindukan.

"Woi, anak gue balikin."

"Mau gue bawa ke Bandung." Segara menjawab enteng sembari menyeringai ke arah Yama.

"Sayang, anak kita mau dibawa Segara."

"Kita buat anak lagi aja, ya, Sayang?"

Segara geli mendengar celotehan-celotehan sang kembaran yang ditujukan pada iparnya yang berada di dapur. Ia mendekat segera ke Yama dan melayangkan tendangan di bagian betis.

Yama terkekeh kencang. Dirinya menimpali.

Tidak lama kemudian, Sahima sudah datang ke ruang tamu. Mungkin disebabkan gurauan sang kembaran tadi. Baiklah, ia harus siap-siap untuk menyaksikan interaksi mesra pasutri bucin.

Sang keponakan pun seketika merengek karena melihat Sahima. Koneksi antara ibu dan bayinya memang kuat. Ia pun harus menyerahkan Yansia pada iparnya agar keponakannya anteng lagi.

"Makanannya, sudah aku taruh di atas meja."

"Kalian berdua makan duluan nggak apa-apa, aku mau nidurin Yansia."

Ucapan Sahima ditujukan padanya dan Yama.

"Oke, Sayang. Makasih untuk masakannya."

Seperti biasa, sang kembaran tidak akan malu bersikap mesra pada Sahima di depannya.

Kali ini, merengkuh posesif iparnya dan juga mengecup pucuk kepala Sahima dengan sayang.

Dibanding melihat lebih lama kemesraan pasutri bucin, Segara pun memilih melenggang ke ruang makan. Ia sudah sangatlah lapar. Terakhir diisi perut dengan makanan, saat sarapan pagi.

Bisa saja pergi ke restoran tadi, namun karena rindu dengan Yansia, sekalian saja menumpang makan di rumah sang kembaran.

Masakan Sahima jelas enak, sesuai lidahnya.

"Gimana kencan lo tadi, Bro?"

Pertanyaan diajukan oleh Yama yang sudah ikut bergabung dengannya di meja makan. Duduk tepat di sebelahnya. Lengannya ditepuk-tepuk.

Reaksi pertama ditunjukkannya adalah gelengan berkali-kali. Mulut tak bisa bicara karena tengah mengunyah siomay yang diambilnya dari piring

"Lo gagal kencan?"

"Bukan gagal lagi." Segara menyahut kali ini.

"Dia nggak kenal gue," imbuhnya kemudian.

Sang kembaran yang baru memalingkan wajah, kembali memandangnya dengan mata melebar. Reaksi kaget atas pemberitahuannya, tentu saja.

"Gue nggak tahu juga."

"Pas gue nyebut nama, dia bilang nggak kenal gue." Segara menerangkan lebih lanjut.

Dadanya terasa ngilu, ketika teringat bagaimana Samiya memandangnya tanpa rasa. Tidak seperti dulu yang selalu menatapnya dengan teduh.

Jelas masih timbul pertanyaan mengapa mantan kekasihnya bersikap demikian? Sungguh dirinya tidak habis pikir Samiya melupakannya.

"Terus lo mau gimana, Bro?"

"Gue akan cari tahu alasannya."

"Gue harus buat Miya ingat gue lagi." Segara pun mantap dengan keputusan akan dilakukan.

"Gue dukung lo, Bro."

"Kalah lo butuh bantuan, gue siap."

Segara terkekeh geli akan ucapan kembarannya. Yama kembali menepuk-nepuk bahu kanannya.

"Gue mau nikah nyusul lo, Yam. Gue mau cuma Miya yang jadi istri dan mama anak-anak gue."

"Lo punya niat bagus, pasti bakal terlaksana. Lo cuma harus jadi pejuang cinta yang tangguh."

"Gue dukung lo nikahin Miya. Terus kasih anak gue teman main. Perempuan atau laki-laki boleh. Kagak masalah gendernya apa."

Segara jelas tertawa akan celotehan Yama.

"Katanya lo mau kasih Yansia adik baru?"

"Hima belum mau bikin anak lagi. Katanya nunggu sampai Yansia umur tiga tahun."

"Tema main anak gue dari lo aja, Gara."

"Oke, tahun ini gue bikinin." Segara pun mantap menerima tantangan Yama.

..................

Mana nih komennya?

Suami Pilot PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang