Pukul 16.00. Sehabis mandi air hangat, aku langsung turun untuk menemani Ibu yang sedang melakukan sesuatu. Kenapa ya, Ibu itu selalu sibuk saja walau waktu sudah malam. Padahal, ia juga butuh istirahat.
"Bu... sedang apa?" teriakku sambil menoleh ke sana-kemari saat berjalan. Begitu aku memfokuskan pandangan ke ruang tamu, ternyata ibu sedang bengong sambil menonton TV, dengan tumpukan baju berantakan di depannya. "Rupanya, ia sedang menyetrika," gumamku.
Aku pun langsung berjalan mendekatinya dengan langkah riang, "Ibu..." sapaku dengan semangat dan, ia pun menoleh padaku, "Ibuku yang cantik, sedang apa?" tanyaku dengan girang.
"Kenapa, Nak?" dia malah membalas dengan pertanyaan lagi. "Ada sesuatu yang ingin kau minta pada Ibu?"
"Aku tidak ingin meminta apapun!" bentakku sambil menghentakkan kaki. "Masa aku memuji Ibu, tapi balasan Ibu malah begitu?! Tahu tidak, aku marah."
"Anak Ibu jangan marah, sini, duduk di sini," katanya sambil menepuk tempat di sebelahnya. "Jangan marah, tidak lihat kalau Ibu sedang menyetrika? Bagaimana kalau Ibu yang berbalik marah padamu?"
"Hehehe, jangan," jawabku sambil mendekatinya dan duduk di sampingnya. "Kenapa Ibu bengong? Bukannya selesaikan ini malah bengong nonton TV."
"Sudah diam, anak kecil tahu apa," balasnya sambil mulai menyetrika pakaian lagi. Namun, hanya sesaat kemudian, ia berkata, "Nanti bantu Ibu masak, ya. Soalnya saudara-saudara Ibu mau datang ke sini."
"Wah, benarkah?" tanyaku untuk memastikan. "Jangan-jangan aku nanti disuruh ikut main boneka sama anak-anak mereka. Aku itu laki-laki, bukan perempuan."
"Apa susahnya main boneka? Tinggal di gerak-gerakin saja," jawabnya.
"Ibu kalau bicara mudah sekali," responku dengan kesal. "Bu, aku serius!"
"Ibu juga serius jawab," kataku, merasa heran dengan responnya yang tidak sesuai prediksiku.
"Ibu tidak seru." Karena sudah terlanjur kesal, aku memutuskan untuk mengganti topik. "Ponsel Ibu mana? Aku boleh pinjam? Aku mau main game."
"Tidak ada game di ponsel Ibu. Kalau ponsel ayah, ada," jawabnya sambil tetap fokus menyetrika. "Tinggal nonton TV saja, lebih seru daripada main ponsel."
Aku menganti topik lagi, "Bu, seragam aku bagaimana? Besok, aku tidak sekolah kalau seragamku basah?"
"Benar juga, tapi seragammu basah dan juga bau. Bagaimana kalau besok izin tidak masuk dulu? Tidak ada seragam pengganti juga," kata Ibu, masih fokus menyetrika.
"Bagaimana cara izinnya?" tanyaku bingung. "Ibu punya nomor telepon kepala sekolah?" lanjutku.
"Tentu saja punya. Saat kau pertama kali masuk SMP, Ibu sudah siapkan," jawabnya dengan nada sedikit tinggi.
"Baiklah, mungkin malam ini akan sedikit santai," balasku mengakhiri topik. Kalau saudara Ibu akan datang, pastinya aku tidak bisa pergi bersama Won-Jin. Bersama Won-Jin? "Astaga, aku lupa!" Aku bergegas menuju meja tempat telepon rumah berada. Begitu sudah dekat, aku lupa nomor telepon rumahnya Won-Jin. Aku bergegas menoleh ke arah Ibu dan melontarkan pertanyaan, "Bu, buku aku dimana?"
"Mungkin masih di meja makan," pikirku. Aku langsung menuju dapur dengan cepat untuk mengambil buku catatanku yang berisi nomor telepon rumah Won-Jin. Sesampainya di dapur, aku melihat buku berwarna biru di atas meja. Aku segera mengambilnya dan berlari ke tempat telepon rumah. Dengan cepat, aku membuka lembaran terakhir, menemukan nomor telepon Won-Jin, dan segera menghubunginya.
"Maafkan aku... lupa untuk menghubungi dirimu," gumamku sambil memutar nomor telepon rumah Won-Jin. Setelah selesai, aku langsung menempelkan telepon di telinga. Dan beruntungnya, yang mengangkat telepon itu adalah Won-Jin. Bukan orang tuanya atau saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You? (Hiatus)
HorrorCerita ini berkisah tentang Choi Youngjae, seorang remaja yang mengalami teror yang serius setelah kepergian neneknya. Youngjae merasa dirinya terus dihantui dan diteror oleh makhluk-makhluk supranatural yang menakutkan. Bahkan, seringkali ia kerasu...