Bagian 10. Azizi and His Presences

910 130 58
                                    

Barangkali, hari ini Azizi sedang tersenyum sambil menggenggam satu bouquet mawar berwarna merah hati yang begitu mempesona karena harum aromanya yang begitu semerbak ketika angin kecil-kecil datang menerpa, juga tangkai-tangkainya yang menjadi satu dan tersusun amat sangat cantik.

Azizi ingin sombong sedikit, jika bouquet ini dia sendiri yang rangkai, meskipun belum secantik bikinan Bunda, tetapi cukup oke juga. Setidaknya, bertahun-tahun menjadi anak perempuan itu tidak berakhir sia-sia karena berhasil mengambil sedikit ilmu yang beliau punya.

Omong-omong, hari ini Azizi sedang duduk di dalam mobil sedan kecil milik kawan kuliahnya yang ia pinjam secara tiba-tiba. Mungkin kawannya pun heran dengan Azizi yang tanpa angin dan tanpa hujan menghubunginya hanya untuk meminjam mobil sambil menjaminkan kartu tanda penduduk dan sebuah Rolex setelah sekian lama tidak saling bertukar sapa—Azizi ingat betul, terakhir kali mereka bertukar sapa adalah saat wisuda beberapa tahun lalu di Yogyakarta.

Namun, apa boleh bikin? Satu-satunya hal yang terlintas di kepala Azizi ketika pesawatnya mendarat dengan selamat di Kupang adalah meminjam kendaraan siapa pun itu, baik milik per seorangan ataupun usaha milik seseorang. Dan sayangnya, nama kawan lama Azizi inilah yang terlintas pertama kali di kepalanya, mengiringi ide mentah dan super prematur milik Azizi Asa.

Setelah Christy melakukan penerbangan ke Kupang Senin malam, Selasa pagi Azizi menyusul perempuan itu. Alasannya sederhana dan sebenarnya apabila Christy mengetahuinya sudah pasti akan membuat perempuan itu kembali naik pitam dengan seorang Azizi Asa.

Bagaimana tidak? Satu-satunya alasan yang mendorong Azizi nekad melakukan penerbangan dari Jakarta ke Kupang dan menempuh ribuan kilometer perjalanan itu adalah karena Azizi tidak mempunyai teman yang dapat dia ganggu selama dua empat tujuh, bukan karena alasan lain sifatnya manis atau mendekati romantis khas remaja kasmaran di novel-novel picisan yang kerap perempuan itu temui.

Azizi sebenarnya dapat mengganggu kawan-kawannya atau sekadar mengisi waktu luang dengan nongkrong-nongkrong bersama Jesse, Eve, dan Ollan. Namun, sepertinya, beberapa bulan menikah dengan seorang Angelina Christy membuatnya telanjur terbiasa menjadikan sang istri sebagai pengisi hari-harinya saat tidak ada kegiatan apa pun yang dapat dia lakukan.

Jika di paragraf awal tadi Azizi sempat sangsi jika ia benar-benar sedang tersenyum, kali ini Azizi yakin secara penuh bahwa bibirnya terkembang begitu tinggi dan senyumnya merekah sempurna di sudut-sudut bibir, saat melihat Christy keluar dari dalam gedung Pengadilan Tipikor Kupang dengan ayunan langkah yang begitu penuh gesa—Azizi kadang bertanya-tanya, Christy ini sebenarnya diburu-buru oleh apa dan siapa hingga jarang sekali ia melihat sang istri berjalan dengan normal-normal saja.

"Kok, bisa tiba-tiba nyusul gue?"

Christy langsung menodongnya dengan pertanyaan inti, tanpa basa-basi. Alisnya terjalin dengan erat, sedangkan matanya menyirit tajam ke arah Azizi Asa. Seolah-olah menuntut lelaki itu untuk buru-buru menjawab pertanyaannya yang keluar bersama deru napas yang tidak teratur sama sekali.

"Sabar. Enggak usah pakai ngegas nanyanya. Energi lo belum kumpul semua, by the way." Azizi mengingatkan. Dia mengambil satu helai tissu di atas dashboard mobil kemudian menyerahkannya kepada Christy. "Pakai ini buat ngelap keringat lo."

Christy menerimanya dengan gerakan yang sedikit kasar lantas menyeka bulir-bulir keringat yang mengembun di kening dan di pipi, mengatur napasnya yang menderu dan memburu.

Sepuluh menit lalu, jantungnya seperti akan lepas sewaktu membaca pesan yang dikirimkan oleh Azizi Banyubiru. Membuat Christy yang baru sekali menyelesaikan sidang pemeriksaannya langsung berjalan dengan terburu-buru menuju tempat parkir dan mencari keberadaan mobil yang ditumpangi oleh sang suami.

KONSTELASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang