"Sudah tenang?"
Tak menjawab pertanyaan itu, Sean malah semakin menjatuhkan badannya pada Viona. Kemudian memeluk gadis itu. "Aku butuh ketenangan dari kamu."
"Balik ke apartment, ya. Malam ini ku temani," ujar Viona.
Tak menjawab, tapi semakin menenggelamkan wajahnya di lekukan leher gadis itu. Menghirup aroma manis dari tubuh dia yang membuatnya tenang.
"Tapi ..."
"Tak apa," respon Viona. "Nanti biar aku hubungi papa."
Sean itu seolah benar-benar mengutamakan sikapnya pada Justin dan Hana, perihal Viona. Ketika mengatakan akan kembali di jam sembilan, itu artinya dia akan tepat waktu. Telat sedikit saja, biasanya akan memberikan alasan dan sebabnya.
Justin dan Hana mempercayai Sean sebagai laki-laki yang baik ketika berada bersama dengan Viona, itulah kenapa seolah melepaskan begitu saja Viona pada Sean.
Jadilah, yang tadinya hendak pulang ke rumah Viona, justru kembali ke apartment. Tak mau ambil resiko, Viona lebih memilih untuk mengemudi daripada Sean yang posisi hati dia sedang tak tenang.
Sesekali mengarahkan pandangan pada Sean yang duduk di kursi sampingnya. Tampak memejamkan kedua mata, tapi yakinlah dia bukan tidur. Hanya sedang berusaha menenangkan perasaan.
Sampai di apartment, keduanya segera masuk. Sean menanggalkan blezer yang ia kenakan dan meninggalkan kaos berwarna putih yang menutup badannya. Kemudian merebahkan badannya di sofa.
Viona berjalan menuju arah dapur, mengambil satu gelas air minum dan kembali pada Sean.
"Ayo bangun, minum dulu."
Kembali bangun dari posisi tidurnya, kemudian menerima air minum yang disodorkan oleh Viona. Meneguk hingga habis tanpa sisa.
"Tidur di kamar, ya," ujarnya yang diangguki oleh Sean. Langsung beranjak dari posisi duduk dan berlalu menuju kamar.
Viona mengumpulkan rambutnya jadi satu, kemudian mengikat dalam satu ikatan agar lebih nyaman dan tak berantakan. Lanjut menuju wastafle dan mencuci tangannya. Kemudian segera menelepon Justin, papanya untuk memberikan kabar.
"Hallo, Pa."
"Ya, Nak ... lagi di mana?"
"Pa, begini. Hm ... aku bingung cara jelasinnya."
"Ada masalah?" tanya Justin.
"Tadi aku sama Kak Sean mampir ke rumah sakit, ada masalah dengan kerjaannya. Emosinya tiba-tiba memburuk dan dia nggak tenang. Papa paham, kan maksudku?"
Justin mengenal Sean, tentu saja dia paham kondisi kesehatan dia.
"Sekarang kalian di mana?"
"Aku bawa dia ke apartment. Kalau pulang ke rumah, bisa-bisa Tante Kania malah kepikiran. Kan beliau nggak tahu permasalahan kesehatannya Kak Sean."
"Papa paham. Sekarang kamu jaga dan temani Sean, ya. Tapi ingat ..."
"Aku mengerti, Pa," sanggah Viona seakan tahu kalimat apa yang akan dikatakan oleh papanya selanjutnya.
"Nanti biar papa yang bicara sama mama kamu."
"Makasih, Pa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati Sang Pewaris (Session 2)
Romance(Session 2 dari cerita Istri Kedua Sang Billionaire) Riga sudah mengatur hatinya jika tak akan pernah mengenal yang namanya cinta, apalagi sampai jatuh cinta. Tapi permintaan orang tuanya dan Viona, membuat Riga justru membuka hatinya. Tak pernah d...