10. Say My Name.

385 47 2
                                    

Setelah menunggu cukup lama, Echi melihat ada satu mobil mulai mendekat kearahnya. Saat dirinya sadar, bulpen yang ia bawa di tangan pun disimpannya di saku baju miliknya.

"Papi."

"Lo gapapa? Dia ngapain aja ke lo?" tanya Rion bertubi-tubi.

"Gapapa, cuma diiket dikasur."

"Gue bunuh sekarang. Mana rumahnya, tunjukin chi."

"Jangan. Rumahnya disekitar Kanpol. Kalo papi kesana sekarang dengan aura papi yang kaya mau bunuh orang ini, bisa bisa papi bakal ditembak ditempat sama polisi disana." tegur Echi sambil memegangi kepalanya.

"Lo kenapa?" tanya Rion saat menyadari tingkah Echi.

"Gatau, rasanya gue... pusing banget."

Tak lama Echi jatuh pingsan dan Rion refleks menangkapnya karena terkejut. Rion menggendong Echi kedalam mobilnya lalu membawa anaknya ke Rumah Sakit.

"Jangan jangan di bius?"

><><><><><><><><><><><><><><><><><><

Gin duduk di ruang tamu dengan gelisah. Selepas Rion pergi menyusul Echi, tak ada kedatangan dari mereka berdua selama 1 jam.

"Halo, tes. Suara gue masuk radio gak?*

Suara Rion tiba-tiba masuk ke radio milik Caine yang duduk disamping nya. Gin pun mendekatkan dirinya ke Caine agar dapat mendengar Rion ingin mengatakan apa.

"Caine, bawain gue jaket sama revolver di kamar. Gue bakal nginep di Rumah Sakit. Lo dirumah aja jaga anak-anak nanti."

"Siapa yang sakit?" tanya Caine.

"Echi." Tak lama setelah itu, telpon pun dimatikan oleh Rion.

Caine membelalakkan matanya. Gin pun segera berdiri dan lari menuju mobilnya. Kunci yang sedari tadi sudah ditangannya ia tancapkan.

"Gin. Tunggu bentar, gue juga mau kesana." ucap Caine.

"Ngapain mih?" tanya Gin.

"Lo denger kan apa yang dibilang Rion tadi?" Gin mengangguk.

"Kalo gitu tungguin, biar gue berangkat bareng lo." Gin mengangguk.

Ia pun masuk ke dalam mobilnya sembari menunggu Caine bersiap. Gin terus terpikirkan adegan dimana Echi dibawa oleh Zakar.

"Ayo."

Setelah Caine masuk ke dalam mobil, Gin pun keluar dari pekarangan rumahnya dan menancap gas.

Gin terus mengebut agar cepat sampai di Rumah Sakit. Hanya kata 'sunyi' lah yang bisa mendeskripsikan suasana mobil Gin saat ini.

Caine fokus pada ponselnya sedangkan Gin terus menatap jalan sembari terus menancap gas seakan tak menyayangi nyawanya.

Gin merasa bahwa dirinya berubah. Padahal jika Echi mati pun ia pikir tak akan masalah dan bebannya berkurang, namun pikirannya malah menjadi kalut ketika Echi kembali dalam kondisi terluka.

Sesampainya di Rumah Sakit, Gin memarkirkan mobilnya dan langsung turun disusul oleh Caine. Mereka pun berjalan cukup cepat lalu menemukan Rion yang berdiri menatap Echi sembari menyilangkan tangannya di dada.

"Rion." panggil Caine.

Rion menoleh kearah Caine lalu ia menghela nafasnya. Rion pun memeluk Caine berusaha menenangkan dirinya sedangkan Gin diberi sinyal oleh Caine untuk mendekati Echi yang diam saja.

"Chi, duduk dulu sini." ucap Gin pada Echi.

Setelah beberapa menit tak mendapat balasan dari Echi, Gin pun langsung menarik tangannya untuk duduk. Caine juga sudah mengajak Rion untuk pergi ke kafetaria.

"..."

"Chi?" panggil Gin dengan lembut.

"Apa?" jawab Echi.

"Kalo lo ngerasa berat buat di pendem, mending lo cerita ke gue aja sekarang."

"Gue cuma bisa bilang satu hal penting."

Gin diam menunggu lanjutan dari perkataan Echi. Ia merasa bahwa apa yang akan diucapkan Echi menyangkut paut keluarga.

"Pak Jakar bakal jadi berbahaya dan bisa mengancam keluarga kita kalo papi gak hati-hati." ucap Echi.

Echi pun bangkit dan menarik Gin untuk menuju kafetaria tempat dimana Rion dan Caine berada. Gin hanya diam saja mencerna perkataan Echi.

"..."

"Se-berbahaya itu kah?" batin Gin.

"Mami!" panggil Echi pada Caine.

"Sini, duduk dulu lo berdua." Tak banyak basa-basi, Echi dan Gin pun duduk dihadapan Papi serta maminya.

"Rion tadi bilang kalo kita bakal butuhin 'orang ini'. Jadi pastiin anak-anak tau kalo kita bakal bahas ini." ucap Caine.

"Bentar, orang ini?" tanya Gin kebingungan.

"Gue kasih tau kalo udah dirumah. Kita gabisa bahas hal sepenting ini di tempat se rame ini." balas Caine.

"Berhubungan sama Pak Jakar?" tanya Echi memastikan.

Satu kedipan mata Caine seolah memberi jawaban atas pertanyaan Echi. Mereka pun bangkit dari duduknya lalu segera pergi dari kafetaria menuju rumah mereka.

><><><><><><><><><><><><><><><><><><

Sesampainya Gin dan Echi dirumah, mereka disambut oleh keluarga mereka yang sudah berdiri menunggu di teras.

"Nanti malem kita kumpul. Sebelum malam tiba, panggil anggota yang gak ada dirumah." ucap Rion dengan tegas.

"Siap."

Rion pun pergi meninggalkan anak-anak nya bersama Caine. Sementara Echi dibantu Gin untuk duduk di sofa ruang tamu karena belum sepenuhnya sembuh.

"Mami, kenapa raut wajahnya papi buruk banget tadi?" tanya Mia.

"Nanti dengerin aja ya pas rapatnya dimulai. Ada hubungannya sama kakak kakak Mia." balas Caine dengan lembut.

Mia pun mengangguk lalu pergi mengajak Makoto untuk jalan jalan sedangkan yang lain hanya bermain disekitaran rumah.

"Chi." panggil Gin pada Echi.

"Hm?"

"Pak Jakar kenapa?" tanya Gin.

"Kok lo tanya gue?! Ya tanya sendiri ke orangnya sono." balas Echi dengan jengkel.

"Engga, bukan gitu maksud gue--"

"Berisik!" Echi pun pergi menuju kamarnya meninggalkan Gin.

Gin hanya menatap kepergian Echi dengan tatapan memelasnya. Setelah itu, ia menghela nafas karena tak mendapat jawaban.

"Lagian, lo ngapain nanya tentang tuh orang ke Echi?" tanya Krow pada Gin.

"Tadi pas gue pulang dari Rumah Sakit, si Jakar itu ada keluar dari sebuah bangunan sambil megangin perutnya." Krow melototkan matanya.

"Dimana?!"

"Dideket Rumah Sakit." jawab Gin.

"Ntar gue bantu bilangin ke papi." Gin mengangguk.

"Thanks."

Tbc

INAMORATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang