Chapter 8 - Deja Vu

209 15 0
                                    

Edo dan Karina berbinar melihat orang di depan mereka. Kecuali Sagita yang memasang ekspresi sok cool.

"Dibilangin ga usah pake cardigan" bisik Edo.

Sagita menyikut perut manusia itu. Dan Edo membalas menyenggol tangannya. Ponselnya langsung lepas dan meluncur ke dekat sofa, ke dekat kaki seseorang. Sialnya, layar ponsel itu menyala, menampilkan foto-foto orang yang sedang mau mengambil ponsel itu. Yaitu Isha itu sendiri.

Dua orang di sampingnya langsung membuang muka menghindar satu sama lain. Padahal bukan mereka yang stalk Isha tapi mereka yang malu. Sagita mengibaskan rambutnya mempertahankan ekspresi coolnya. Walaupun jauh di dalam hati, harga dirinya turun. Untungnya Isha tidak berkomentar apapun mengenai akun Instanya yang terpampang nyata di ponsel milik Sagita tersebut. Isha cuma tersenyum tipis.

"Hey, Sa, semalam kita gak sempat ngobrol panjang, apa kabar kamu"

Sagita menaikan alisnya. Mendadak dia tidak tau berbasa basi.

"Baik sih, seperti yang lo bisa liat"

Isha menangkap sinyal itu, wajar, sudah lima tahun mereka tidak bertemu apalagi berkomunikasi. Dia tersenyum. Isha mengisyaratkan Sagita untuk mengambil ponselnya kembali yang ada ditangannya. Sagita berjalan mendekatinya. Saat dia mau mengambilnya, Isha kembali berujar "Jangan cuma di stalk, kalau bisa, difollback juga"

Sagita tertawa remeh menyembunyikan perasaan malunya. Wanita di depannya ini tidak brrubah, sangat jago menggoda orang, dia tidak jadi mengambil ponselnya. Bukan Sagita namanya kalau tidak bisa menggoda balik. Dia malah memeluk Isha. Urusan malu mah belakangan.

Kadar malu Karina dan Edo juga sudah tidak bisa ditakar. Sehingga mereka sepertinya sudah immune. Justru kini mereka berpikir, brutal juga nona mereka itu.

Isha menegang merasakan tangan sagita menyentuh kulit tubuh bagian belakangnya. Tangan gadis itu perlahan ke depan perutnya, entah memeriksa apa, tapi karena dia tidak bisa melihatnya, dia menaikan baju Isha ke atas. Edo dan Karina spontan melotot dan berteriak sambil tutup mata.

"Kalau mau mesum, dikamar dong"

Sagita mengelus abs seksi Isha. Dua orang di belakangnya hanya bisa menelan ludah. Bukan lagi menahan malu, tapi menahan godaan setan. Yah, setannya Sagita karena dia memamerkan aurat Isha.

Sagita heran tidak menemukan bekas jahitan apapun, bahkan mulus, sampai-sampai dia memeriksa sampai ke belakangnya. Bukankah dia sempat mendengar ayahnya telponan dengan Isha membahas anak Isha, yang juga menjadi alasan besar dia resign.

"Hey, yang sopan nona, saya bukan lagi bodyguard kamu, okey" tegur Isha lembut. Dia menahan tangan Sagita dan menurunkan bajunya.

"Oh, kalau lo jadi bodyguard gue, ini jadi milik gue?" Entah mendapat ilham darimana dia mengatakan hal itu. Tanpa pikir panjang, karena abs Isha memang bagus, dia juga mau.

Edo dan Karina liat-liatan, belum pernah mereka melihat nonanya itu binal pada seseorang.

"Gak worth it. Gue belum puas" tambah Sagita dengan nada suara rendah. Dia menelisik wajah Isha, sebenarnya kata itu cukup mentrigger Isha. Entah sejak kapan dia menemukan kalimat itu bisa mengganggu Isha. Terbukti, wanita itu kini menatapnya dengan raut wajah yang rumit diartikan.

Wajah Karina dan Edo semakin memerah, mereka saling menutup mata orang di samping mereka masing-masing, "belum puas gimana, Git, woy"

"Eh, Sha, kamu apa kabar? Udah lama kamu gak berkunjung. Sini duduk. Jangan pelukan terus, Git, papa mau bicara sama Isha" Ronald menegur anaknya dan duluan duduk di sofa.

Sagita melepaskan Isha.

"Ohya, Albert sehat?" Albert adalah sahabat dekat dari Ronald.

"Saya sehat, papa juga sehat om, om apa kabar?"

"Seperti yang kamu bisa lihat, segar bugar." Ronald tertawa lebar dengan bangganya "Dengar-dengar anak kamu udah sukses dan besar ya"

Sagita langsung memotong, "lo melahirkan normal ya, ga sesar?"

Mereka semua terdiam, dan Sagita langsung merasa tersesat sendirian. Mereka lagi membicarakan anak Isha kan. Literally a child or....

Ronald menertawai anaknya sendiri, "Maksudnya perusahaan dia. Itu loh Vigilante corp, Git"

Sagita ingin mengubur kepalanya sekarang. Isha cuma tersenyum, jadi itu alasan Sagita menyentuh perutnya.

"Right, Sha? Dengar-dengar sempat juga presiden nyewa jasa bodyguard perusahaan kamu kan. Sha?"

"Begitulah om, setelah perjuangan panjang"

"Om bangga sama kamu" senyum tulus kebapaan milik Ronald membuat hati Isha ikutan senang. Ditambah lagi mantan bossnya itu juga merupakan pengusaha sukses, sebuah kebanggan mendapat pujian dari sang ahli.

Obrolan asik mereka dipecahkan oleh kedatangan seseorang. Bahkan bodyguard yang menjaga di depan masih puyeng akibat senyuman manis putri tertua Ronald.

"aku pulang, eh--" ucapannya terpotong melihat ada tamu yang-- begitu menarik, Isha, dia mengingatnya.

Katrina adalah kakak tertua Sagita. Dia memiliki kecantikan yang anggun. Delicate, adalah kata yang bisa mendeskripsikannya. Saking lemah lembutnya, siapapun yang melihatnya pasti memiliki insting untuk melindunginya. Dia memiliki kecantikan yang tidak bosan dilihat.

Saking cantiknya dia bahkan Edo pun yang boti dan lebih suka femdom terpana. Sehebat itu kecantikan Katrina.

Isha pun disana juga hanyut ikut terpana. Matanya tidak berkedip sedikitpun. Sama sekali tidak memalingkan wajahnya, seolah seluruh dunianya sudah tersedot pada satu sosok itu.

Semua bodyguard di sinipun seperti itu ekspresinya saat pertama kali melihat kakaknya tersebut. Sagita mengakui kalau kakaknya itu memang memiliki pesona kecantikan yang luar biasa. Dia sangat suka mengamati orang-orang yang terhipnotis dengan kecantikan kakaknya, lucu saja melihat mereka bengong seperti melihat bidadari turun dari khayangan.

Dan yang paling menarik bagi Sagita adalah dia sudah lama tidak melihat satu ekspresi yang jarang dia lihat dari Isha. Bahkan cuma satu kali dalam seumur hidupnya dia mengenal Isha. Yaitu ekspresi terpesona, dan ya itu juga terjadi saat pertama kalinya dia melihat orang yang sama, kakaknya, Katrina.

Sagita tersenyum miring mengamatinya, jadi begitu wajahnya saat terpesona. Bertepatan dengan itu mata coklat itu kini menatapnya, dengan ekspresi yang rumit diartikan.

Hm? tumben secepat itu. Dulu bahkan agak lebih lama.

Sagita mengerutkan dahinya. Dan kini justru Isha yang menatapnya dengan senyuman miring.

"Hey, Sha kan? Isha? Dulu bodyguardnya Gita."

Isha tersenyum menyambut tangan itu "Iya, Katrina right?"

"Iyaa, How's life?"

"Great, how's yours, kat?"

"As you can see, great as well"

Dan begitulah bagaimana mahluk-mahluk mempesona itu saling bertukar cakap. Sagita seperti melihat para main character yang bertemu dan sebentar lagi memulai cinta. Sagita anti menjadi karakter sampingan, yang kerjaannya mupeng karena keromantisan para pemeran utama. Dia mau menjadi main character di dunia lain yang ceritanya dia kaya raya, bisa mendapatkan dan melakukan apapun yang dia mau. Bebas.

Dia mengkode Edo, "Ed, ngafe yuk"

Ucapannya justru menarik atensi Isha, yang segera menoleh dan berucap, "Remember, don't drink coffe, or any cafein-drink. Kamu ga tahan kan"

Ketegasan Isha membawa begitu banyak kenangan kembali. Deja vu. Sagitalah yang paling merasa deja vu akan perhatian-perhatian Isha yang pernah dia dapatkan.

"Kok bawel"

She and Ms. Ex BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang