✂ - - - dihapus sebagian
TW: Perselingkuhan, contains sexual activities, 21+, harsh words, sad and lonely girl, please read it wisely
***
Tatap mata itu menjerat, lekat dan mengikis akal sehat. Sorotnya membuat jantung berdebar lebih cepat, berhasra...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⛔CW: 21+ and explicit content⛔
***
Langkah kaki Dilla berhenti di depan pintu kamar yang menjadi tempatnya beristirahat untuk dua malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, dan seperti kata Ted Mosby di serial How I Met Your Mother, nothing good happens after 2 AM. Jadi Dilla memutuskan lebih baik ia segera pulang ke hotel dan tidur.
Dilla mengerling ke arah Abil yang daritadi berjalan di sisinya tanpa bicara apapun. Keheningan yang menyelimuti keduanya menyiksa Dilla. Namun, ia juga tak tahu harus mengucap apa.
Di SandBar tadi, setelah pagutan mereka terlepas, Dilla tak bicara apapun. Begitu juga dengan Abil. Mereka hanya saling menempelkan kening sambil mengatur napas, lalu mencuri ciuman kecil sesekali, sebelum akhirnya menikmati dekapan satu sama lain.
Hingga detik ini—ketika keduanya menginjakkan kaki di hotel—tak ada satu pun dari Dilla atau Abil yang berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Mereka berdua seolah kompak untuk tak membahasnya, meskipun keduanya tahu bahwa apa yang sudah mereka lakukan salah besar dan seharusnya tidak terjadi—apalagi terulang.
Dilla pikir meski tak terucap, mereka telah sepakat untuk melupakan dan tak akan ada yang perlu dilanjutkan. Namun, nyatanya pikiran Dilla salah, sebab ketika Dilla sedang berusaha mencari keycard kamarnya untuk membuka pintu kamar, Dilla merasakan sepasang tangan melingkar di perutnya dari arah belakang.
Hembusan napas pelan menyapu kulit tengkuk Dilla. Kecupan lembut dan ringan bergerak pelan menyusuri leher hingga bahunya, membuat darahnya berdesir hebat dan bulu kuduknya meremang semua.
Saat bibir dan hidung Abil bergerak semakin ke depan untuk menyusuri pipi Dilla, perut Dilla seperti teraduk kencang. Ia mulai merasa panik.
Sudah cukup kesalahan dan pengkhianatan yang Dilla lakukan tadi. Tidak perlu berlanjut lagi.
Dilla melepaskan kedua tangan yang melingkar di pinggangnya dan buru-buru memutar tumit. Kedua tangan Dilla menahan dada Abil ketika pria itu terlihat hendak kembali mendekatkan wajahnya.
"Bil ..." gumam Dilla berusaha menghentikannya saat pria itu sudah beringsut maju.
"Hm?" Abil tak peduli dan tetap mendaratkan hidungnya di ceruk leher Dilla.
Dilla berusaha sekuat tenaga menghindarinya, mengelak dan mendorong pelan tubuh Abil agar menjauh darinya. Namun, ketika mata mereka berdua bertemu, Dilla dapat melihat hasrat yang terpantul di kedua mata sayu itu, dan Dilla merasa bisa hangus hanya dengan tatapan itu. Sorotnya seolah memantik sebuah percikan api dan membuat Dilla kembali terbakar pelan-pelan.
Buru-buru Dilla kembali menahan dada Abil ketika ia berusaha mendekatkan wajahnya sekali lagi.
"Please, Bil ..." bisik Dilla sekali lagi saat gerakannya terhenti dan tertahan oleh kening mereka yang bersentuhan.